"Jadi orang itu pacarmu?" tanya Papa dengan nada yang lembut, menunjuk ke arah Alexis yang tersenyum.
Milana berpandangan dengan Alex, lalu mengangguk.
Kondisi Papa sudah tidak seburuk kemarin-kemarin. Papa hanya mengalami kelelahan fisik karena terlalu banyak bekerja dan berpikir. Stres membuat Papa mudah cemas dan mencetuskan aritmia yang membuat detak jantungnya bermasalah. Saat pingsan, Papa sempat dibawa ke IGD tapi pada akhirnya, Papa minta pemulihan dilakukan di rumah dengan staf medis dari perusahaan milik Papa.
Sejak masuk ke kamar Papa yang kelembaban udaranya sudah diatur sedemikian rupa dan petugas medis yang berjaga tidak jauh dari ranjang Papa. Ruangan ini sudah disterilkan sedemikian rupa dan hanya orang tertentu yang boleh masuk, termasuk nenek dan Milana yang diminta untuk datang. Sementara Tatiana dan Tante Hilda bahkan belum boleh menjenguk Papa sebelum Milana selama masa pemulihan.
Tidak heran kalau Tatiana menyambut Milana dengan dingin. Dendam tampaknya belum usai, ditambah sikap Papa yang mengabaikan perhatian ibu dan anak itu.
"Lalu, bagaimana dengan Nathan?" tanya Papa yang membuat Milana tersentak dalam diam. Milana mengira Papa tidak akan menyebut nama Nathan, sedangkan Milana sendiri berhati-hati sejak mengobrol dengan Papa, ia tidak menyebut nama pria yang menjadi penyebab pertengkaran Milana dengan Papa.
"Nathan masih sama. Dia... Tidak tertarik padaku." Entah Milana mengatakan hal yang sebenarnya atau tidak karena toh hal itu masih belum jelas.
"Sudah Papa bilang, Nathan nggak cukup baik buatmu. Papa nggak rela, putri Papa satu-satunya yang berharga jatuh ke pelukan lelaki opurtunis itu."
"Opurtunis? Apa maksud Papa?"
Milana merasa tidak nyaman karena Papa harus merendahkan Nathan di depan Alexis. Sebelum percakapan menjadi lebih jauh, Milana melirik ke arah Alexis, mengisyaratkan supaya laki-laki itu meninggalkan kamar ini supaya Milana bisa leluasa bicara dengan Papa.
"Jangan minta Alex pergi, dia juga perlu tahu supaya dia bisa menjagamu supaya tidak didekati Nathan," ucap Papa yang membuat Milana bimbang.
"Papa belum pernah menjawab pertanyaanku, kenapa Papa jadi benci sama Nathan? Dia salah apa, ketika yang memutuskan pertunangan adalah Tatiana sendiri?" Milana akhirnya bertanya.
"Ada hal yang sulit dijelaskan dari Nathan, tapi beberapa tahun ini Papa sadar, dia nggak senaif yang Papa kira. Dia mungkin menolong Papa di masa lalu dan tidak tahu Papa siapa, tapi setelahnya dia punya misi untuk menjadi bagian dari keluarga ini." Papa berkata seolah-olah sudah yakin benar tentang asumsinya.
Milana nyaris tidak percaya.
"Apa Papa sudah gila?"
"Milana!!!"
Milana menghela napas. Ia lupa bahwa Papa sedang dalam masa pemulihan. Menentang Papa bisa membuat aritmianya kambuh.
"Maksudku... Dari mana Papa menyimpulkan kalau Nathan berniat menjadi bagian dari keluarga ini? Nathan adalah pengusaha yang sukses, Pa. CLASSIX adalah sponsor utamaku yang membiayai semua usahaku untuk berlaga di kompetisi internasional."
"Karena dia melakukan banyak hal untuk sukses. Entah apa yang direncanakan Nathan, tapi gerak-geriknya sudah menimbulkan kecurigaan. Awalnya Papa kagum padanya karena dia cerdik dan pengusaha berbakat. Lama-kelamaan Papa merasa upayanya terlalu berlebihan. Nathan memiliki naluri yang licik karena dengan mudah dia menyingkirkan pesaing bisnis Papa. Dia tahu banyak celah untuk menghancurkan lawan bisnis." Suara Papa terdengar penuh perhitungan seolah sudah yakin bahwa asumsinya benar.
Milana menghela napas. Memiliki ayah yang gila kerja sudah pasti merepotkan.
"Pesaing bisnis Papa tumbang karena mereka melakukan bisnis ilegal. Sesuatu yang ilegal lama kelamaan pasti terbongkar." Milana mencoba bersikap rasional.
"Tapi semua terjadi sejak Papa kenal Nathan. Seperti sudah direncanakan. Papa yakin dia punya rencana mendekatimu sebagai senjata pamungkas, lalu karena kamu tidak juga mewarisi perusahaan, kalau dia mendekatimu lalu menikahimu, dia akan mewarisi semua perusahaan dan sebagian besar saham ESANA Group."
Milana terbelalak. Mulutnya bahkan terbuka saking mengejutkan pernyataan Papa. Kenapa? Kenapa Papa bisa berpikiran sedangkal ini?
"Apa Papa paham sedikit saja tentang Nathan? Dia TIDAK PERNAH mencintaiku, Pa. Selalu dan selalu aku yang mengejar dia." Milana mengernyitkan kening. Sesungguhnya ia hampir kehilangan kesabaran.
"Karena dia terlalu pintar, Milana. Papa tahu sejak dia menampungmu tinggal di apartemennya, Papa tahu benar apa yang dia incar dengan membuatmu tinggal di samping apartemennya. Apartemen harga murah katamu? Papa yakin dia pemilik apartemennya dan membiarkanmu tinggal dengan sewa murah."
"Pa...."
"Dia pintar bermain tarik ulur denganmu. Dia membuatmu tertantang untuk menaklukannya. Hanya laki-laki bodoh yang tidak mengakui betapa berharganya dirimu." Papa tampak tidak mau menyerah.
"Jadi karena itu, Papa menjodohkan Nathan dengan Tatiana?"
Papa terdiam, tampak enggan menjawab.
"Meski Papa terganggu dengan keberadaannya, Papa ingin membuktikan sesuatu. Papa masih berharap Nathan tidak melawan Papa dengan menikahi Tatiana. Sejujurnya, Papa berharap Jasper lah yang akan menjadi suamimu."
"Dan Papa tahu itu nggak mungkin."
"Asalkan Papa bisa menjauhkan Nathan darimu, Papa nggak peduli."
Milana terdiam. Masih banyak hal di kepalanya yang membuat Milana serasa meledak. Hanya saja Milana tahu bertengkar dengan Papa hanya akan memperburuk kondisi kesehatannya.
"Karena itu Papa minta padamu sekali lagi, segeralah kamu berhenti menjadi skater dan kembalilah pada Papa untuk mewarisi perusahaan. Setelahnya, siapa pun yang menjadi pendampingmu, Papa tidak akan menolak asalkan bukan Nathan."
Milana mendengus, tidak sepenuhnya percaya dengan ucapan manis Papanya yang jelas berusaha meyakinkan Milana.
"Bahkan seandainya aku ingin menikahi pria asing seperti Alex?" tantang Milana.
Papa tersenyum, "Kalau bisa Papa akan menikahkan kalian sekarang juga. Jika dia mendampingimu, dia juga akan mewarisi perusahaan yang artinya dia harus pindah kewarganegaraan. Tapi, Papa yakin orang seperti Alex sama keras kepalanya denganmu, bukan begitu Alex?"
Alexis tampak tersenyum penuh arti. Tidak menggeleng maupun mengangguk.
"Apakah ini saatnya aku harus khawatir, orang-orangmu akan terbang ke Rusia untuk menyelidiki latar belakangku?" gurau Alexis dengan nada bicara yang santai.
"You know what, Alex? Aku sudah melakukannya."
Milana lagi-lagi tercengang, "Papa?!?"
"Papa cuma bercanda. Papa nggak akan mencoba melakukan sesuatu sama Alex-mu asal kamu memenuhi kesepakatan kita." Papa meraih tangan Milana di samping ranjangnya.
"Tapi, Pa.... Skating adalah hidupku. Aku nggak bisa berhenti."
"Papa nggak minta kamu berhenti sepenuhnya. Kamu tetap skater profesional, tapi kamu berhenti bertanding di kompetisi senior yang menyita fisik dan mentalmu. Di luar waktumu mengurusi perusahaan kamu boleh mencurahkan perhatianmu untuk skating. Penampilan amal, tour di beberapa negara tanpa kompetisi."
Milana menatap pada Alexis seolah memohon bantuan. Bahkan pelatih dan koreografer yang dianggapnya tahu segalanya kini hanya diam seolah keputusan tetap di tangan Milana.
"Pa, I can't do this...." Milana menggeleng. Pikirannya kalut.
"Pikirkan lagi. Papa nggak minta jawabanmu sekarang. Kalau sekarang kamu memilih fokus untuk musim kompetisimu tahun ini, silakan. Papa tetap menunggu di sini...."
"Tapi—"
"Tapi, seperti yang kamu tahu. Kesehatan Papa punya limit. Cepat atau lambat Papa harus menunjuk pewaris untuk menggantikan Papa."
Milana tidak sanggup berdebat. Sangat curang saat ayahnya mengeluarkan senjata yang membuat Milana tak berkutik lagi.
Titah Papa adalah harga mati. Sekeras apapun Milana berkelit, ia akan dipaksa untuk berkata 'iya' untuk apapun permintaan Papa.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE ME, TOUCH ME
Romansa18+ Sebagai atlet figure skating berbakat dan calon pewaris perusahaan kosmetik ternama, Milana Esanatmadja memiliki segalanya. Cantik, muda, berprestasi dengan berhasil membawa pulang medali perak dari olimpiade musim dingin. Peseluncur wanita yang...