20. Disasterous

385 32 0
                                    

Milana tidak menyangka ia akan memakai lagi kostum yang dikenakannya saat final Olimpiade Musim Dingin setahun lalu. Kostum Angsa Hitam dengan modifikasi gothic yang kelam. Hari ini adalah syuting untuk video materi iklan dan juga pemotretan Milana sebagai brand ambassador CLASSIX. Syuting hari ini bertujuan untuk menonjolkan profil Milana Esana, sang figure skater kelas dunia dan menjuarai banyak kompetisi skating internasional, termasuk yang terakhir dan masih lekat di ingatan adalah keberhasilan Milana menjadi runner up juara di olimpiade musim dingin dan memperoleh medali perak.

Musik Black Swan dengan irama kontemporer mengalun. Milana meluncur memulai short program andalannya. Dalam keadaan kompetisi biasa, Milana akan meluncur dengan cepat karena itulah kekhasan dirinya yang dianggap istimewa di antara peseluncur wanita. Kecepatan Milana hampir menyamai kecepatan peseluncur laki-laki. Untuk syuting ini, baik kameramen dan fotografer meminta Milana berseluncur dengan pelan dan lebih menonjolkan keindahan ketimbang teknik. Milana tidak menolak dan memutuskan untuk bersikap kooperatif alih-alih memberontak seperti yang dulu sering dilakukannya.

Di sisi lain, Nathan menyaksikan dari tempat duduk tribun dengan Coach Anita di sampingnya. Ini adalah kali pertama Nathan melihat penampilan Milana dalam satu program secara langsung. Harus ia akui, Milana memang layak menyandang juara. Meski Nathan tidak tahu apa-apa soal figure skating, sulit baginya untuk mengalihkan pandangan dari Milana yang bergerak begitu elegan, lincah seolah-olah teknik yang dipertontonkan adalah hal yang mudah padahal untuk menguasainya butuh darah, keringat dan air mata yang tidak sedikit. Milana yang manja dan bawel di ingatannya seketika menjelma menjadi wanita mempesona dengan penuh keanggunan.

"Dia seperti orang lain bukan?" Suara Coach Anita mendistraksi pikiran Nathan.

"Yah, karena ini pertama kalinya aku melihat Milana berseluncur dengan kostum dan make up, rasanya memang seperti melihat orang lain." Nathan mencoba terdengar tidak terlalu takjub. Ia tidak mau isi hatinya terlihat jelas.

"Kamu akan takjub saat melihatnya berlaga di kompetisi. Yang kita saksikan hari ini tidak sampai 30% dari apa yang Milana miliki. Karena itu kalau ada yang membuatku menyesal adalah, aku tidak menunda mengabari pertunangan kalian di saat ia baru saja mendapatkan peringkat satu di short programfinal olimpiade tahun lalu."

Nathan melirik ke arah pelatih Milana. "Maksudmu adalah—"

"Kamu penyebab Milana gagal meraih medali emas. Ah, ya sebagian juga karena salahku. Aku nggak terlalu paham tentang siapa yang disukainya, tapi hari itu sejak Milana tahu kamu bertunangan dengan adiknya, dia seperti burung yang separuh sayapnya patah. Free skating program jadi neraka, Milana yang tidak pernah melakukan kesalahan, seketika jadi pincang. Stepnya kacau, lompatannya buru-buru dan poin banyak dikurangi. Aku sungguh-sungguh nggak berharap mentalnya kembali seperti saat itu."

Nathan terdiam. Milana sendiri pernah mengakui ia melakukan perjalanan patah hati hingga seluruh uangnya habis. Ia hanya menduga saat itu gadis itu kecewa karena tidak membawa pulang medali emas. Lalu, yang sebenarnya ternyata selama ini Nathan lah penyebab kekalahan Milana.

"MILANA!!!" Pelatih Milana berseru dengan keras.

Nathan tersentak dan pandangannya kembali pada sosok yang kini terjatuh di arena ice skating. Matanya membulat saat melihat cairan merah membasahi lapisan es berwarna putih. Kengerian membuatnya bangkit dari kursi tribun dan berlari menuruni anak tangga. Darah segar mengalir dari telapak tangan Milana yang terjatuh menahan sakit.

"Apa yang terjadi?" Seru Nathan, berharap ia mengetahui apa yang telah ia lewatkan saat menyaksikan Milana berseluncur? Apa yang salah? Kenapa Milana terluka?

Nathan bisa merasakan hatinya remuk saat mendapati wajah Milana pucat pasi menahan sakit. Tangan gadis iru gemetaran sementara tubuhnya terbaring lemah di atas es. Semua orang mengerubunginya.

"Keseimbangannya terganggu saat melakukan side spiral, Milana melompat untuk menutupi kegagalan pendaratan, tapi dia terburu-buru dan pisau sepatunya melukai tangannya sendiri." Coach Anita memeriksa telapak tangan Milana dan memaksa gadis itu membukanya. Luka memanjang pun terlihat dari telapaknya.

"Milana, are you okay?" Nathan bertanya keras, meski ia sudah tahu apa jawabannya. Dan ekspresi Milana sudah cukup memberinya jawaban. "Kita bawa dia ke rumah sakit sekarang."

"No!" Seru Milana. "Aku mau selesaikan syutingnya. Sudah nggak ada waktu lagi," ucap Milana berkeras.

"Tapi lukamu lebar sekali. Jangan nekat, Milana." Nathan tidak menyangka ia akan berdebat meski luka gadis itu tidak bisa diabaikan.

"Aku bisa membalutnya. Ini sudah biasa. Kecelakaan seperti ini biasa terjadi. Lagipula ini salahku, aku kurang fokus. Semua kru syuting sudah berkumpul. Akan merepotkan kalau aku harus syuting ulang di luar hari ini." Milana berkeras meski ekspresinya menahan sakit.

Coach Anita membawa tim medis yang disediakan gelanggang. Segera, seorang petugas kesehatan menekan sejenak luka Milana untuk menghentikan pendarahan. Setelah mencuci dengan cairan antiseptik, lukanya dibalut sementara. Milana meminta lukanya dibalut dengan perban sewarna kulit dan cukup rapat untuk tidak terlihat menonjol di depan kamera.

Pelan-pelan Milana mencoba bangkit.

"Milana, please... Tolong jangan memaksakan diri," ucap Nathan memohon supaya Milana berhenti.

"Ini risiko pekerjaan, Nathan. Kamu sendiri yang bilang, aku harus melakukan sebaik yang aku bisa dan nggak mengecewakan kalian. Aku nggak akan mengecewakan kalian. Aku nggak akan membuat usaha kru yang datang ke sini jadi sia-sia."

"Milana...." Nathan nyaris frustrasi melihat Milana yang masih pucat dan gemetaran. Seseorang menepuk punggungnya. Dilihatnya Coach Anita kini menghampiri Milana.

"Kamu yakin bisa melakukan sisanya?" Tanya Coach Anita.

Milana mengangguk, "Ya. Tinggal sedikit lagi. Adegan ending adalah elemen paling penting bukan? Tinggal beberapa spin dan lompatan kombinasi sebelum melakukan scratch spin hingga ending pose."

Coach Anita mengangguk. Ia tidak punya pilihan lain selain menyetujui keputusan Milana. "Lakukan, tapi jangan memaksakan diri."

"Baik, Coach."

Sutradara yang memimpin syuting iklan hari ini meminta petugas gelanggang untuk membersihkan noda darah di atas es. Setelahnya musik kembali diputar untuk sepertiga bagian akhir. Sutradara memberi aba-aba untuk Milana memulai lagi.

Nathan menyaksikan itu dari luar arena dengan cemas. Dengan darah mengalir seperti tadi, ia tidak menyangka Milana kembali berseluncur seolah luka yang didapatnya hanya luka gores biasa.

"Milana gelisah. Itu sudah jelas. Saat dia sedang memikirkan masalah, dia pasti akan kurang fokus dan melakukan kesalahan, persis seperti tahun lalu," ujar Coach Anita, menyaksikan penampilan terakhir Milana dengan lebih seksama.

Nathan mendesah. Ia tidak bisa tidak merasa gelisah mendengar ucapan pelatih Milana.

"Kenapa kamu nggak bilang, kalau skating adalah olahraga yang berbahaya?" Protes Nathan.

Coach Anita tampak heran, "Semua olahraga selalu ada risikonya. Apa ini hal baru buatmu? Bahkan pemain tenis meja saja bisa terkilir. Mau tidak mau setiap atlet menjalani latihan intensif untuk menghindari risiko kecelakaan."

Nathan tak membalas lagi. Ia tahu ia terdengar konyol dengan protesnya barusan. Tapi sungguh, andai bisa.... Nathan tidak ingin melihat Milana terluka. Lalu ia ingat pemberitaan media beberapa waktu lalu. Apa Milana sedang kurang fokus karena mengkhawatirkan Jasper?

Begitu ya... Baik Nathan maupun Jasper adalah dua orang yang bisa membuat Milana kehilangan fokus saat berseluncur? Nathan tanpa sadar mengepalkan tangan, berpikir untuk memikirkan sesuatu.

Nathan mengambil ponsel dari sakunya, memencet nomor yang dikenalnya.

"Randy? Tolong cari tahu nomor handphone Jasper. Segera!"

***

LOVE ME, TOUCH METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang