Pada saat Milana terakhir meninggalkan rumah ini, ia tidak percaya akan meninggalkan rumah dalam waktu sangat lama hingga saat kembali ia merasa seolah melihat rumah yang sama sekali asing. Ditatapnya rumah besar yang untuk sampai ke sini, Milana harus melewati deretan pepohonan yang mirip hutan, melewati gerbang yang dijaga keamanan dengan ketat dan taman berukuran luas yang memisahkan tiga rumah besar yang ada di kompleks ini. Ketiganya adalah properti milik keluarga Esanatmadja. Bak kastil di zaman feodal, di antara ketiga rumah ada satu rumah paling besar yang ditempati seorang raja dan ibu suri. Ah, maksud Milana ditempati ayah dan neneknya.
Satu rumah lagi ditempati Tante Hilda dan Tatiana yang tinggal tidak jauh. Sementara di sisi barat, ada satu rumah yang sudah tidak ditempati siapa pun kecuali pelayan rumah yang membersihkan secara rutin. Rumah itu adalah milik ibu Milana, Fanny Esanatmadja yang sudah lebih dulu meninggal karena kanker rahim enam tahun lalu.
Rumah itu diwariskan untuk Milana, tapi sampai sekarang baik Milana maupun ayahnya tidak memiliki keberanian lagi untuk memasuki rumah itu. Terlalu menyakitkan bagi Milana untuk mengingat jejak keberadaan ibunya yang kini sudah tiada.
"Woahhh, sekarang setelah aku melihat seluruh kompleks rumah ini, aku baru sadar kalau kamu benar-benar berasal dari keluarga kaya," komentar Alex saat mobil baru berhenti setelah melewati jalur panjang sejak masuk dari gerbang.
"Kenapa? Sekarang kamu menargetkan untuk benar-benar jadi calon suamiku setelah tahu keluargaku kaya?" todong Milana tanpa basa-basi.
Alexis pun tertawa keras. "Yeah, right. Sepertinya memacarimu adalah investasi yang menjanjikan. Investasi yang berbahaya lebih tepatnya, aku untung besar atau rugi besar."
"Bagaimana bisa kamu jadi rugi besar?" Milana terheran-heran.
"Karena aku orang asing apa kamu lupa? Ada banyak hal yang sangat berbeda dan ayahmu pasti akan menyewa detektif swasta untuk menyelidiki latar belakangku. Kalau dia tidak menyukai orang asing sebagai menantunya, aku akan ditendang dari negara ini dan mungkin kehilangan pekerjaan."
Milana mau tidak mau tertawa, entah kalimat Alex serius atau tidak.
"Kenapa kamu begitu sok tahu? Kamu nggak kenal keluargaku. Sebentar, jangan-jangan kamu kebanyakan nonton film mafia?" tebak Milana.
"Sepertinya. Damn, i'm so nervous right now."
"Hei, aku yang seharusnya gugup sekarang. Kamu cuma figuran yang terpaksa aku bawa," protes Milana. Meski gugup, dengan Alexis ia merasa jadi lebih rileks.
Milana melihat Jay berjalan cepat menghampirinya. Milana segera memberitahu Alexis untuk memberikan kunci mobilnya pada Jay, pelayan pria yang ditugaskan sebagai valet sekaligus ahli kebun.
"Kamu punya petugas valet di rumah sendiri? How wonderful?" Lagi, Alexis tampak takjub untuk hal yang sebenarnya sangat biasa bagi Milana.
"Stop it. Jay cuma satu dari beberapa orang yang bekerja di rumah. Dia menangani kebun dan garasi. Rumah besar ini cuma dihuni nenekku dan ayah. Selebihnya hanya ada tiga pembantu. Itu pun sudah termasuk satu orang yang mengurusi hewan peliharaan kami. Jangan membayangkan sesuatu yang wah seperti di film-film." Milana kembali menyikut Alexis, menjadikan laki-laki itu seketika menggerakan jarinya di depan mulut berjanji mengunci mulut rapat-rapat.
Langkah Milana berhenti saat melihat sosok Tatiana yang menghampirinya. Tanpa sadar telapak tangannya mengepal melihat sosok yang sudah seperti musuh bebuyutan bagi Milana.
"Ini pemandangan lucu sekali. Kamu berkoar-koar akan membuat Nathan takluk padamu, tapi sebentar saja kamu sudah tertarik dengan pria lain. Kenapa? Apa Nathan menolakmu?" Tatiana bicara dengan menyilangkan dua tangannya. Sebuah gestur yang mengungkapkan kesombongan.
Milana tahu inilah yang akan dihadapi jika ia bertemu lagi dengan adik tirinya itu.
"Not your business," jawab Milana datar, tidak berminat lebih jauh menanggapi Tatiana.
Milana berusaha mengabaikan Tatiana, tapi malah berpapasan dengan Jasper di koridor. Mendadak situasi menjadi super canggung.
"Hai," sapa Jasper. Milana terdiam sesaat, melupakan bahwa Tatiana dan Jasper sudah suami istri dan itu artinya saat ia melihat raut menyebalkan adiknya, Milana juga akan melihat wajah sahabat baik yang dirindukannya.
Dilematis sekali.
"Hei. Kamu sehat?" tanya Milana. Ia ingin mengucapkan banyak hal, tapi Milana ragu dan pada akhirnya hanya bisa diam.
"I'm fine. Bukan aku yang aku harus kamu khawatirkan," jawab Jasper. Milana mengangguk karena memang ia kemari untuk menjenguk ayahnya.
"Right."
"Aku akan antar kamu menemui papamu." Jasper bermaksud merangkul Milana, tapi tangannya keburu ditepis oleh Alexis.
"Sorry, aku terlambat memperkenalkan diri. Namaku Alexis Makarov. Aku adalah pacarnya, jadi aku agak keberatan kalau ada laki-laki lain yang... ehm, menyentuh pacarku."
Ah, sial. Karena kecanggungannya dengan Jasper, Milana lupa sama sekali untuk memperkenalkan Alexis.
"Ah iya. Jasper, ini Alexis. Alex, ini Jasper temanku. Kami dulu belajar skating bersama-sama sejak kecil." Milana memperkenalkan keduanya dengan canggung.
Alexis mengangguk-angguk. "Oh, teman sejak kecil? Interesting."
"Maaf kalau menyinggungmu, papanya Milana mungkin nggak suka ada orang asing yang masuk ke kamarnya selain keluarga," ucap Jasper dengan nada penuh kuasa mencoba mengintimidasi Alexis.
Sayangnya, Alexis bukan jenis orang yang terpengaruh.
"Ah, begitu?"
Milana tidak menunggu lebih lama dan seketika menarik lengan Alexis untuk berjalan masuk menuju ke kamar Papa. "Sorry, Jasper... Syarat aku bisa pulang ke rumah adalah dengan membawa Alex serta bersamaku. Jadi sudah pasti dia akan masuk denganku."
"Tapi—"
Sayangnya, protes Jasper diabaikan oleh Milana dan ditanggapi dengan senyum pasrah oleh Alexis seolah mengejek Jasper.
"Kamu lihat tatapannya seolah siap membunuhku? Dia jelas lebih licik dibandingkan Nathan," gumam Jasper
"Diam, Jasper bukan lagi urusanmu. Dia suami Tatiana, adikku yang kita temui tadi."
"Hah? Apa-apaan dengan sikapnya itu? Kenapa dia kelihatan lebih perhatian padamu ketimbang istrinya?"
Milana berdecak. "It's a long story."
"Dasar iblis kecil. Kamu merayu teman sepermainanmu sendiri?" goda Alexis yang berujung Milana menendang tulang keringnya.
"Awwwww.... IT HURTS!" seru Alexis dengan suara berbisik.
"Then shut your mouth! Jangan sampai ada yang dengar ucapanmu atau sandiwara kecil kita berakhir lebih cepat dari yang kita kira."
"Oke. Maaf...."
Milana dan Alexis tiba di ujung koridor, tepat di depan pintu kamar Papa. Milana menghela napas panjang, mengatur sedikit penampilan dan memikirkan cara bicara yang tepat untuk berbasa-basi dengan ayahnya yang sudah dua bulan tidak ditemui terkecuali keributan di acara pernikahan Tatiana.
Milana mengetuk pintu sampai terdengar suara berat Papa yang menyuruh Milana masuk.
Perlahan Milana membuka pintu, memperhatikan ruangan yang dulu terasa sangat familiar. Sosok pria yang kini memasuki usia lanjut itu tampak terbaring dengan selang infus tersambung di lengannya.
Milana sontak melupakan perseteruan mereka sebelumnya dan menghambur ke pelukan sosok yang kini adalah satu-satunya orangtua yang dimilikinya selain nenek.
"Papa...."
Alexis pun seolah tidak tahu harus bagaimana menyaksikan reuni ayah dan anak yang seolah sudah terpisah bertahun-tahun lamanya. Jika ada sesuatu yang menbuat seorang ayah harus mengusir anaknya pergi hingga si anak terpaksa hidup mandiri, sepertinya sesuatu itu adalah hal yang serius.
Apa ayah Milana sedemikian membenci Nathan?
***

KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE ME, TOUCH ME
Roman d'amour18+ Sebagai atlet figure skating berbakat dan calon pewaris perusahaan kosmetik ternama, Milana Esanatmadja memiliki segalanya. Cantik, muda, berprestasi dengan berhasil membawa pulang medali perak dari olimpiade musim dingin. Peseluncur wanita yang...