15. Threats

270 20 0
                                        

Jika ada yang membuat darah Milana terasa mendidih, itu adalah senyuman yang menyiratkan kelicikan yang ditunjukkan oleh perempuan yang sudah lama menyimpan kebencian untuk Milana. Adik tirinya sendiri, Tatiana.

"Kalian sungguh sangat naif mengira dengan hanya meminta artikel diturunkan sama saja dengan menghapus skandal. Coba saja kalian menjadi artis sepertiku, kalian akan tahu sekali orang membicarakan keburukan kita, jejaknya akan selalu ada. Termasuk jika sudah ada buktinya."

Dengan senyum sinisnya, Tatiana menunjukkan kamera ponselnya yang memperlihatkan ekspresiku yang tampak terkejut seolah tertangkap basah sedang bermesraan dengan pria yang wajahnya begitu dekat dengan wajahku, Jasper. Siapa pun yang melihat foto itu pastilah akan salah paham dengan hubunganku dan Jasper.

"Apa maumu, Tatiana?" tanya Milana tidak kalah sinis. Ia sama sekali tidak memperkiran Tatiana akan muncul di gelanggang ice skating. Sangat tidak biasa mengingat sejak dulu Tatiana tidak pernah sekali pun menginjakkan kakinya di tempat ini.

"Aku mau kalian tidak usah berhubungan lagi."

Jasper tampak pias. Sorot matanya seolah ingin menghancurkan Tatiana. Milana merasa asing dengan sorot mata itu. Tidak. Dari awal, ia kesulitan mencerna apa yang sudah terjadi antara adiknya dengan Jasper di saat Milana menghilang sejak tahun lalu. Tanpa disadarinya, hubungan keduanya menjadi sangat berubah.

"Jangan mimpi! Milana adalah temanku sejak kecil. Memintaku berhenti berhubungan dengannya sama saja dengan memintaku berhenti bernapas," seru Jasper tidak terima.

"Oh ya? Jadi kamu lebih suka foto ini beredar di internet?" tantang Tatiana.

"Itu hanya foto biasa. Satu foto tidak akan bisa mewakili apa yang sebenarnya terjadi."

"Memang, tapi satu foto bisa menghancurkan karir seseorang," ucap Tatiana dengan sorot mata kejam terarah pada Milana. "Aku dengar dia berpartner dengan Nathan untuk memberinya sponsor untuk musim kompetisi terbaru. Dia sudah pernah digosipkan merebut tunanganku, bagaimana kalau dia digempur skandal memacari seseorang yang menjadi calon ayah dari janin dalam kandunganku? Menurutmu, apa kata netizen tentangnya?"

Milana terbelalak. Ia menatap Jasper dan Tatiana bergantian dengan sorot mata tidak percaya.

"What's this? Bukankah kamu bilang Tatiana nggak benar-benar hamil?" tanya Milana dengan sorot mata menuntut ke arah Jasper.

"Apa yang kamu harapkan dari laki-laki yang mengaku telah menggenggam dunia di tangannya hanya karena dia mewarisi bisnis media dari ayahnya?" tanya Tatiana. Meski itu terdengar kejam, Milana mengakui itu benar. Jasper memang sahabatnya sejak dulu, tapi ia selalu mengakui sisi arogan laki-laki itu yang begitu mengagungkan kejayaan dan kesuksesaan bisnis media yang dikelola keluarganya.

"Aku sempat mengatakan aku mungkin tidak hamil hanya karena aku masih belum memastikannya. Hari ini aku ke dokter kandungan dan meminta surat pernyataan dokter yang menyebutkan aku memang hamil. Buktinya ada pada foto USG yang aku lampirkan di dalamnya." Tatiana menyodorkan sebuah amplop berukuran agak besar ke arah Milana.

Milana tidak tahu harus berkata apa. Ia tidak punya pilihan selain menerima amplop itu dan membukanya. Kop dan stempel rumah sakit tidak perlu diragukan lagi, ditambah foto USG yang memperkuat pernyataan dokter yang tertera di surat itu tentang kehamilan Tatiana. Ingin rasanya Milana memarahi Jasper. Memarahi karena di tengah situasi pelik dirinya dengan Tatiana, dia masih sempat melontarkan omong kosong bahwa laki-laki itu mencintai Milana?

Lelucon yang sangat buruk.

Milana menatap Jasper dengan sorot kemarahan. "Kamu benar-benar keterlaluan," ucap Milana dingin. Ia menyorongkan kembali amplop itu ke tangan Tatiana lalu pergi meninggalkan keduanya.

"Milana, tolong dengarkan aku dulu...."

Lagi, Jasper menarik lengannya, tapi kali ini Milana mengerahkan kekuatannya untuk menepis tangan Jasper.

"Sebelum kamu bertanggung jawab menjadi calon ayah, cobalah bertanggung jawab dengan kata-katamu sendiri!" Milana menggeram dengan kesal.

"Aku serius dengan kata-kataku. Aku serius aku bilang aku—"

"Fuck it, Jasper... Kamu pikir kamu bisa mendapatkan semuanya setelah mengacau sampai seperti ini? Aku nggak percaya sama kamu lagi. Lupakan pertemanan kita. Kamu bukan temanku lagi."

Sorot mata Milana yang mengancam membuat Jasper terpaksa mundur. Nada kemarahan Milana seolah tidak memungkinkan Jasper untuk mencoba menembus dinding hati gadis itu. Ia pun melepaskan genggamannya di lengan Milana. Memandang punggung Milana yang menjauh dari pandangannya.

Milana meninggalkan Jasper dan Tatiana dan setengah berlari ia menuju ruang ganti dan lokernya. Tanpa sadar air matanya basah, entah apa yang kini ditangisinya. Mungkin inilah rasanya kehilangan teman juga kehilangan kepercayaan atas pertemanannya dengan Jasper yang mana banyak sekali kenangan indah yang sudah dilalui mereka sejak kecil. Milana memukul loker berkali-kali. Rasa putus asa telah membuatnya makin terpuruk. Di antara semua hal buruk yang dialaminya, hari ini adalah yang terburuk. Tidak ada lagi teman baik yang selalu mendukungnya dan menghiburnya di kala susah. Sosok teman itu dalam beberapa malam saja kini menjadi sosok yang sama sekali asing.

Jasper dan Tatiana?

Pengkhianat dan seorang nenek sihir? Sungguh pasangan yang cocok!

Milana menelepon seseorang dengan terburu-buru. Ia merasa hari ini pikirannya terlalu berat. Milana butuh melenyapkan pikiran buruk dari kepalanya atau ia akan kesulitan melanjutkan hidup.

Suara Risa terdengar dari seberang. "Ada apa, Milana?"

"Risa, kamu di mana sekarang?"

"Aku? Aku sedang belanja untuk kostum baruku."

"Hei, kamu tidak ingin mengajakku minum?"

"Minum? Maksudmu—"

"Yap. Aku butuh menghirup udara segar dan bersenang-senang."

"Kamu gila? Kamu sudah harus menghadapi latihan intensif. Coach Anita bisa memarahimu kalau kamu pergi ke kelab malam."

"Nggak akan kenapa-kenapa asal dia nggak tahu. I feel so shitty right now. Please... traktir aku minum," pinta Milana, nyaris seperti putus asa. Ya, baru kali ini ia memohon seseorang mentraktirnya minum alih-alih dirinya yang mentraktir semua orang minum seperti biasanya. Nasib menjadi orang miskin dalam waktu semalam membuatnya menjadi seorang parasit.

Milana sudah tidak peduli lagi. Ia sudah kehilangan harga dirinya malam saat ia memutuskan untuk menemui Nathan di rumah sakit, mengabaikan semua kemungkinan buruk yang akan menghancurkan nama baiknya sendiri. Kini, semua yang terjadi bagaikan efek domino. Menjadi homeless dan nyaris menggelandang di pinggir jalan sudah cukup buruk. Minum sedikit tidak akan menjadikan situasinya lebih buruk dari ini, terutama jika ia baru saja mengalami hal yang menyedihkan. Dibohongi teman baiknya sendiri.

"Milana, kamu jelas memikirkan sesuatu kan? Ada apa? Apa ada yang terjadi?" tanya Risa.

"Tentu saja ada yang terjadi. Kamu tahu apa yang aku alami sejak semalam kan?"

"Tapi hari ini suaramu kedengaran sangat sedih. Apa ada masalah?"

Milana tidak mampu menahan air matanya. Kini sahabatnya tinggal Risa seorang. Ia tidak tahu bahwa kehilangan sahabat membuatnya sehancur ini.

"Jasper.... dia... dia menghamili Tatiana." Akhirnya Milana mengucapkan hal yang paling ditakutinya.

"Shit."

***

LOVE ME, TOUCH METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang