52. Sapporo

144 10 0
                                        

Milana kelelahan setengah mati. Akhirnya ia sampai juga di sebuah hotel di Sapporo, Jepang. Total waktu yang harus ditempuh selama perjalanan adalah nyaris dua belas jam. Dari bandara Narita, Milana tidak menyangka membutuhkan waktu tiga jam untuk sampai di bandara Haneda untuk bisa terbang ke Sapporo, tempat diadakannya kompetisi NHK Trophy sebagai bagian dari Grand Prix Series.

Dingin dan lelah membuat Milana ingin segera lelap di balik selimut. Milana sangat ingin mengabari Nathan bahwa saat ini ia sudah sampai dengan selamat di Sapporo. Sayangnya, Nathan tidak mengizinkan Milana menghubunginya. Percakapan via telepon, Whatsapp atau media lain terlalu berisiko untuk disadap dan itu membuat Milana merana karena Nathan hanya mengizinkan Milana untuk menerima telepon dari Nathan, tapi tidak sebaliknya.

Milana tidak mengerti kenapa Nathan sangat berhati-hati. Kenapa dunia bisnis menjadi sangat berbahaya seolah-olah Nathan menghadapi bahaya besar. Bahkan di saat akhir, Milana belum sempat bertanya tentang sosok Emily yang mengatakan bahwa Nathan memanfaatkan dia.

Telepon di kamarnya berdering. Milana mengangkatnya buru-buru.

"Milana, kamu sudah makan?"

Tepat di saat yang sama perut Milana berbunyi. Musim dingin di Sapporo luar biasa dingin. Meski sebelumnya Milana sempat makan saat di bandara Haneda, tetap saja ia jadi mudah lapar.

"Sebenarnya aku baru saja mau tidur, tapi karena kamu membahasnya, sekarang aku lapar."

"Haha, sudah aku duga. Mau makan pesan antar di hotel? Atau kita pergi keluar.... Bagaimana menurutmu?"

"Tapi ini dingiiiinn," keluh Milana.

"Ya, memang dingin. Tapi ini masih bulan November. Salju turun, tapi nggak terlalu lebat. Kita bisa makan dan berjalan-jalan menikmati salju. Ayolah, kamu jarang melihat salju turun bukan?" Rayu Alexis.

"Tentu saja di Indonesia nggak ada salju. Apa kamu mengejekku?"

Alexis tertawa, "Nah, ini jadi alasan paling bagus supaya kamu keluar. Hari ini kamu lebih banyak diam. Apa kamu tegang menghadapi pertandingan?"

Milana makin merasa bersalah karena yang sebenarnya, dibandingkan tegang, Milana lebih cemas memikirkan Nathan dan janji untuk bisa bertemu di Turin, Italia. Sekarang setelah Alexis menyebutnya, Milana baru sadar untuk bisa memenuhi janjinya, Milana harus lolos di urutan tiga teratas supaya punya kesempatan masuk final. Dan kini Milana benar-benar merasa tegang.

Sialan.

"Hah.... Aku benar-benar tegang sekarang," ucap Milana.

"Oke. Sekarang pakai baju hangatmu, kita keluar makan lalu minum untuk menghangatkan diri. Kalau memungkinkan, kamu bisa berlatih sebentar di arena seluncur yang bisa kita sewa."

Tawaran Alexis terlalu bagus untuk diabaikan. Pada akhirnya, Milana pun mengiyakan dan memakai baju hangat hingga tiga lapis. Sesuatu yang tidak akan pernah dilakukannya di negaranya sendiri. Setelah itu, Milana pun turun ke lobi.

Alexis sudah menunggunya di lobi. Senyum pria itu terlihat begitu lebar seolah dibandingkan Milana, ia sangat menikmati udara dingin.

"You seem happy. Apa salju membuatmu senang?" tanya Milana, menyapa Alex yang tersenyum seperti anak kecil.

"Yap, aku tidak perlu berkeringat banyak dan di udara dingin, aku bisa melakukan ini." Alexis menarik tangan Milana dan memasukkannya ke saku mantel panjang pria itu.

Ada debaran aneh yang tidak disangka. Cara Alexis memperlakukan Milana sangat romantis. Seolah tanpa basa-basi, laki-laki itu sudah menasbihkan Milana sebagai kekasihnya.

"Ayo jalan... Kita cari restoran yang dekat dengan hotel."

Milana membiarkan Alexis menuntunnya. Di balik saku mantelnya, Milana merasakan kehangatan genggaman tangan Alexis.

Alexis memberitahu bahwa prefektur Hokkaido memiliki kuliner kepiting yang istimewa. Ukurannya jauh lebih besar dan segar dibandingkan wilayah mana pun. Tanpa banyak berpikir, Milana pun mengiyakan saja saat Alexis menggandengnya masuk ke sebuah restoran khusus menu kepiting.

Kepiting kukus, sup kepiting, sushi kepiting hingga sashimi pun tersaji di depan Milana yang kelaparan.

"Serius kamu membeli sebanyak ini? Kalau aku makan banyak, aku nggak yakin malam ini kuat untuk latihan karena pasti aku kekenyangan," seru Milana. Meski begitu, suaranya tampak antusias saat melihat sajian di hadapannya.

"It's okay. Ini adalah amunisimu. Kalau dengan makanan bisa membuatmu tenang dan nggak tegang, aku akan izinkan kamu makan banyak."

Milana tertawa riang, "Arigatooo, Alex!" serunya dengan kedua tangannya mencubit pipi Alex.

Milana mencicipi semuanya termasuk sup, sushi dan sashimi kepiting. Ia terharu bisa mencicipi daging kepiting yang halus dan rasa manisnya sangat beda dengan menu kepiting lain yang pernah dicicipinya.

Sekejap, menu di hadapan Milana dan Alexis habis tak bersisa. Mereka berdua memutuskan tidak akan memesan makanan penutup dan langsung memesan bir.

"Bir di saat kenyang dan udara dingin memang yang terbaik," seru Milana sambil mengacungkan gelasnya sebelum meneguknya.

Alexis tersenyum melihat keceriaan Milana. Berada di zona waktu yang berbeda di Indonesia membuat gadis ini seolah sosok yang sama sekali baru. Bukan sosok yang menghabiskan waktu berminggu-minggu murung dan menangis.

"Aku akan batasi minumanmu. Hanya boleh minum segelas bir saja," ucap Alexis memberi peringatan.

"Ish, itu curang. Aku juga mau minum sampai puas."

"Toleransi alkoholmu buruk. Setelah ini, kita harus kembali ke hotel. Kalau kamu bisa membuktikan kalau nggak mabuk, malam ini kamu bisa mulai latihan."

"Ah iya, latihan...." Milana menepuk keningnya. Lalu tertawa-tawa seolah apapun yang diucapkan Alex adalah hal lucu bagi Milana. Satu lagi pertanda bahwa Milana mulai mabuk.

"Oke. Ini gelas terakhir. Setelah ini kita kembali ke hotel."

"Iya, iya... Dasar bawel. Tunggu di sini, aku mau ke toilet dulu." Milana bangkit dengan langkah yang sedikit terhuyung. Alexis buru-buru menangkap tubuh Milana supaya tidak terjatuh.

"Ups, sorry!"

"Hati-hati." Alexis menepuk lembut bahu Milana.

"Tenang saja, aku belum mabuk!"

Alexis menghela napas. Sudah jelas Milana cepat mabuk meski hanya dengan segelas bir. Ditambah bir di Jepang punya kadar alkohol lumayan tinggi dibandingkan di Indonesia.

Dengan sabar, Alexis menunggu Milana yang masih di toilet. Sebetulnya ia masih ingin minum, tapi minum dengan Milana membuatnya merasa dilema. Milana yang mabuk sangat membahayakan kewarasan Alexis. Gadis itu sangat rapuh dan tanpa pertahanan. Ia tidak tahu kapan dirinya akan menjelma menjadi hewan liar dan menyerang Milana.

Ah, situasi ini membuat Alexis menggila.

Bunyi ponsel Milana berdering. Mau tidak mau, Alexis yang penasaran pun mengintip siapa peneleponnya. Nomor asing tertera di layar ponsel Milana.

Siapa?

Entah desakan apa yang membuat Alexis nekat mengangkat panggilan itu.

"Milana? Kamu sudah sampai di Jepang? You know what? I've been missing you like hell.... Setelah semalam, aku nggak tahu harus bagaimana dengan hidupku. Aku harap aku bisa berbaring di sisimu lagi suatu hari, lalu kita—"

"Siapa ini?" Kemarahan membuat Alex memotong kalimat pria yang kini bicara di telepon. Seketika dirinya dihinggapi gelisah dan kecemasan.

Semalam katanya? Berbaring di sisi Milana katanya? Siapa pria brengsek yang mencoba merebut Milana darinya?

"Brengsek, cepat beritahu kamu siapa?!?"

Lalu, panggilan pun ditutup. Alexis kini sepenuhnya dikuasai amarah dan tanpa sengaja memukul meja, hingga cairan bir di dalam gelas muncrat ke meja.

Sial, sial, sial.... Apa yang barusan itu Nathan? Sejak kapan Nathan menemui Milana?

***

LOVE ME, TOUCH METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang