_____________
Meda sudah kembali bekerja, Louis benar-benar langsung menjejalinya berkas-berkas yang benar-benar banyak. Hah, rutinitasnya kembali. Memacari semua berkas yang tertumpuk di meja kerja yang tiada habisnya.
Ia jadi ingat, kakeknya pernah bilang, "Kenapa capek-capek kerja? Uangku tidak akan ada habisnya, apa mungkin Effendi tidak memberimu uang yang cukup?" Katanya kala itu. Astaga, bukan perihal harta.. tapi ia ingin mendapatkan pengakuan yang layak, jika perempuan Debrowska tidak hanya bisa merawat diri, dan menghabiskan uang. Mereka juga pintar bekerja, mengimbangi Debrowska yang lain.
Kali ini setelah menyelesaikan setumpuk berkas, ia harus mengunjungi kampus ternama ditempatnya, karena ia akan mengisi seminar entrepreneurship.
Sebenarnya, dia sempat menjadi dosen tamu disana tapi masa itu sudah lewat. Sekarang ia fokus ke perusahaan dan hanya mengisi seminar jika diundang.
Hidupnya seperti tidak memiliki jadwal istirahat.
"Sebenarnya meskipun saya bilang sayang membangun perusahaan dari nol, kalian pasti gak akan percaya. Soalnya modal untuk mendirikan perusahaan bukanlah hal kecil. Tapi kalian harus tau, untuk mendirikan sebuah perusahaan besar dibutuhkan skill menggaet relasi. Jika relasi yang kamu bangun berpotensi menyokong kamu, maka mudah bagi kalian melangkah ke arah selanjutnya."
"Saya pernah diberi pertanyaan seperti ini, 'Gak mungkin kakak membangun perusahaan sebesar itu sendirian, pasti Debrowska memiliki peran besar didalamnya, kan?'"
Meda melirik mahasiswa-mahasiswa yang mengangguk-angguk karena sangat tidak mungkin Debrowska membiarkan putri satu-satunya itu membangun sesuatu benar-benar dari bawah.
"Iya, sempat Papa saya memberi sokongan dana yang besar diawal pendirian perusahaan saya. Tapi saya menolak, saya tidak ingin perusahaan Papa saya, perusahaan Mama, dan Kakak saya ikut campur dalam urusan saya. Kenapa seperti itu? Karena dengan ikut campurnya mereka, itu sama saja mereka membiarkan saya berdiri dengan topangan. Dan apa yang akan terjadi jika suatu saat saya harus jauh dari mereka, apakah saya bisa tetap berdiri tegak dengan kedua kaki saya sendiri?"
"Membangun relasi itu mudah, yang sulit itu mempertahankannya. Mungkin sekarang belum terasa manfaat jalinan relasi itu, tapi ketika kuliah kalian sudah usai akan ada saatnya kalian tau pentingnya relasi itu."
Meda tersenyum dan mengedarkan pandangannya keseluruh auditorium tempatnya mengisi seminar. Sebenarnya, masih ada satu lagi pemateri tapi ia tidak begitu peduli.
Gadis itu melihat ke arah mahasiswa yang berkalungkan nametag yang membedakannya dengan mahasiswa lain. Itu panitia. Mahasiswa itu menunjuk kearah jam tangannya berkali-kali, ah.. ternyata sudah waktunya ia kembali.
Setelah menutup materinya, ia digiring menuju ruangan yang disediakan.
"Silahkan dinikmati, kak."
Meda duduk di salah satu kursi yang sudah disiapkan diruangan itu, dan mereka memberinya camilan. Tapi yang ia butuhkan adalah air, meskipun dipodium tadi ia mendapatkan minuman tapi rasanya tidak enak jika minum disana. Ia segera mengenggak air yang baru saja disiapkan. Huh, leganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANDROMEDA
FantasyBagaimana bisa?? Dia seharusnya sudah mati Tapi Tuhan tidak memberinya kesempatan untuk tau mengapa ia mati, dan apa alasan ia bisa mati. Lalu kenapa ia kembali? Lagi- lagi, ia terkejut dengan fakta bahwa Tuhan memberinya berkah dengan kesempatan k...