_____
"Gue harus tenang, gue udah gak boleh kepancing sesuatu penyebab trauma gue lagi. Gue harus tenang." Ia mengambil dan mengeluarkan nafas berulang-kali hingga dirinya merasa rileks.
Mari kita bereskan kekacauan ini sebelum ada yang melihat.
"Ssshh, sial. Kenapa bodoh banget sih, sampe self-harm segala." Rutuknya melihat pergelengan tangannya yang terdapat luka yang menganga.
Beruntungnya ini adalah weekend, jadi tidak akan ada yang mengganggunya sampai siang nanti. Kesempatan bagus untuk membereskan kekacauan tanpa harus takut ketauan.
"Pagi, Ma." Sapanya begitu turun dari kamar dan mendapati sang Mama sedang bersantai dengan membuka majalah fashion.
"Pagi, pagi, palamu. Liat tuh matahari aja udah diatas kepala." Sarkas Mamanya -Cassiopeia Dabrowska.
"Hehe,." Ringisnya begitu melihat keluar rumah dan benar matahari sudah ada diatas kepala sekarang. Lama banget gue beresin kamarnya, batinnya.
"Yang lain kemana, Ma?"
"Abang keluar sama temennya tadi pagi, Papa kelapangan golf sama Om Dinar, kalo Eros gak tau Mama, tadi dibawa istrinya Om Dinar." Jelas Mamanya panjang kali lebar.
Andromeda hanya mengangguk-anggukan kepalanya tanda paham. Kemudian ia merangsek masuk ke pangkuan Mamanya, sudah lama ia tidak seperti ini. "Anak mama kenapa, hm?"
Ia menggeleng tanda tidak ada apapun yang perlu dikhawatirkan. "Em, Ma, Meda mau ke Bogor boleh?"
Cassiopeia seketika duduk tegak, meletakkan majalahnya lalu merangkum wajah putrinya. Wanita paruh baya itu melihat garis kelelahan dari wajah putrinya. Ibu mana yang tidak merasakan kegundahan hati anak yang dilahirkannya ketika melihat raut frustasi putrinya itu. Meskipun begitu, ia tau putrinya yang sedang berusaha tetap ceria itu tidak baik-baik saja.
"Gak, kalo kamu mau ke Bogor Cuma buat nyari pelarian. Cerita ke Mama, kamu kenapa, hm?" tegasnya.
Bahu Meda meluruh, tapi ia tak ingin Mamanya menyadarinya. "Gak papa, Ma. Meda baik-baik aja, Cuma butuh refreshing aja. Boleh ya?" katanya masih berusaha membujuk.
Cassy bisa apa saat putrinya tidak ingin membagi beban pikirannya kepadanya. Wanita itu menghela nafasnya kasar. "Tunggu Abangmu pulang baru kesana." Putusnya.
Meskipun harus ada buntut yang harus mengikutinya, setidaknya Meda lega ia bisa sejenak mengosongkan pikirannya dari masalah yang membelenggunya. "Oke, Ma."
Sorenya, ia dan Ares -Abangnya melakukan perjalanan menuju Bogor. Disana ada villa keluarga yang disewakan namun memiliki vila utama khusus untuk keluarganya.
"Ngapain minta ke Bogor?" Ares Arsaka Debrowska, namanya. Abang yang cuek tapi diam-diam perhatian, Meda baru menyadari perhatian Abangnya itu waktu dia sudah memasuki kuliah, dulunya. Karena dia yang tidak merasa butuh perhatian selain dari dirinya sendiri dan untuk dia sendiri. Tapi sekarang, tenang saja dia tidak akan menyia-nyiakan perhatian Abangnya ini.
"Butuh hiburan, sumpek dirumah. Abang juga gak pernah dirumah, Papa sibuk mulu, Eros nyebelin, Mama rese. Hih dirumah serasa gak ada hiburan Meda, bang." Keluhnya.
"Ye makanye, lo tuh nyari temennye banyakin." Sahut orang dibelakang, Bara Fattih Gardana, sahabat sekaligus ekor Ares yang kemana-mana selalu ada. Rambutnya yang gondrong itu loh, tidak mencerminkan sikapnya yang konyol suka ngebanyol. Lebih ke nyeremin sih perawakannya.
"Apaan sih lo, ikutan bae."
"Denger-denger lo ngerebut pacar temen lo, itu beneran?" Itu Louis Bernandes Drijk, temennya Ares juga. Anaknya pendiam tapi diamnya dia tuh sebenernya menghanyutkan. Gossip apapun dimanapun dia pasti tau.
"Sok tau ya lo." Kesalnya.
"Terus?" itu suara Abangnya.
Meda melirik abangnya sejak kapan manusia titisan kutub utara ini kepo dengan kehidupannya. Oh, ya, ia lupa Ares memang diam-diam peduli padanya maupun Eros.
"Ceweknya aja yang kepanasan gue dichat mulu sama doi, padahal doinya juga chat gue buat nanyain kabar dia selama mereka marahan. Niat gue kan baik, ya. Tapi kenapa gitu, disalah artikan dan sayangnya udah gak bisa diklarifikasi lagi. Mana satu sekolah ngatain gue pelakor lagi, sial banget gue."
Ares meliriknya, tapi tidak memberi tanggapan.
"Ya lo-nya aja yang bego, itu si cowoknya nyari kesempatan deket sama lo, eh malah lo bukain pintu. Ya kesenenganlah." Maki Bara.
Mata Meda memicing, "Lo mau mati gue cincang ya? Orang udah mumet malah dibego-begoin. Mati aja lo dikandang Leo." Geramnya. Leo adalah hewan peliharaan Papanya yang sejak kecil selalu menjadi teman bermainnya. Seperti namanya yang diambil dari potongan nama Lion (Leon) hewan peliharaan Papanya itu berupa Singa. Padahal ia ingin mencoba memelihara harimau, kan lebih lucu, kucing tapi versi yang besar. Bayanginnya aja gemoy pisan.
Bara mendelik. Siapa orang di circle Ares yang tidak mengenal Leo, setiap kali mereka main kerumah sahabatnya itu, Leo selalu menatap tajam mereka seakan melihat mangsa.
"Menurut gue Bara bener sih, Med. Cowok kegatelan itu tuh, kayaknya emang beneran suka lo. Makanya temen lo yang udah mencium bau-bau pengkhianatan mengkambing hitamkan lo yang notabene orang yang disukai cowoknya." Argara Mahesa Barbara menyahut. Dia pengamat yang baik, matanya tidak pernah salah dalam menilai orang. Jadi ini akar permasalahannya?
"Ya, terus gue harus gimana? Orang minta tolong ya gue tolong, dong. Tapi kok jadi gini sih." Kesalnya dengan mengusap wajahnya kasar.
"Makanya, jangan gampang nerima aja orang yang masih terikat hubungan. Kena kan lo." Bara lagi, Bara lagi, tapi Bara memang julidnya berdasar sih, gak asal gitu aja.
Louis yang menjadi pencetus pembicaraan inipun mendengus. "Dia butuh solusi, bukan disalahkan." Belanya. Meda tersenyum mengacungkan ibu jarinya keudara. "Kak Louis aku padamu, muachh." Jangan lupa dengan kiss jauh andalannya.
Bara, dan Arga berlagak mual dengan memegang perut lalu membuka mulut serta menjulurkan lidahnya dengan tangan satunya lagi untuk memperagakan muntah yang keluar. "Hoekk.. mual gue."
"Terus gimana abang-abangku yang baik hati, kasih adek cantik ini masukan dong."
Melihat senyum keterpaksaan yang diimut-imutkan itu Ares terkekeh. "Tenang aja, gak aka nada yang gangguin kamu lagi selama ada abang." Ucapnya dengan tangan yang sudah mengacak-acak rambut sang adik.
"Issh, abang ah. Jangan diacak."
____
"Barang-barang dikamar non Meda banyak yang hilang Nyonya, terutama barang yang mudah pecah. Terus ini saya tadi nemu beberapa pecahan kaca. Sepertinya non Meda menyembunyikan sesuatu." Adu asisten rumah tangga yang sudah mengabdi lama dirumah Dabrowska itu.
Cassy semakin gelisah, apa yang sedang disembunyikan anak gadisnya itu. Ia sudah curiga pada gelagat putrinya itu. Seperti tidak biasanya Meda tiba-tiba manja padanya, dan ia sangat yakin putrinya menyembunyikan sesuatu. Dan laporan dari salah satu asisten rumah tangganya itu memperkuat dugaannya. Tapi ia tidak ingin menggangu privasi putrinya. Biarlah dia cerita ketika dia siap, Meda anak yang ceria dan suka cerita. Tidak mungkin anak itu betah menyimpan ceritanya dalam waktu yang lama, pikir Cassy.
Padahal masalah Meda tidak sesederhana itu.
.
Gimana part ini?
Setiap buat cerita part paling lama yang butuh banyak waktu adalah pemilihan nama tokoh, ada yang sama gak sih?Jangan lupa tinggalkan jejak
KAMU SEDANG MEMBACA
ANDROMEDA
FantasíaBagaimana bisa?? Dia seharusnya sudah mati Tapi Tuhan tidak memberinya kesempatan untuk tau mengapa ia mati, dan apa alasan ia bisa mati. Lalu kenapa ia kembali? Lagi- lagi, ia terkejut dengan fakta bahwa Tuhan memberinya berkah dengan kesempatan k...