_
___
Disini, sepanjang mata memandang hanya ada pohon teh setinggi dada yang terlihat. Karena memang, tempatnya yang dingin cocok untuk dijadikan kebun teh. Beberapa orang terlihat menggendong keranjang besar tempat menyimpan pucuk daun teh yang mereka petik.
Sesekali, Meda menunduk dan menyapa mereka. Karena sebagian besar para pemetik itu sudah berusia setara dengan Mamanya atau lebih.
Kebun teh ini milik keluarganya, yang nantinya akan diproduksi di seberang sana. Teh-teh yang sudah dipetik nantinya akan masuk dalam proses pelayuan atau bisa disebut dijemur, kemudian dioksidasi lebih enak disebutnya fermentasi kata para pembuat teh, selanjutnya penghilangan warna hijau, biasanya produksi dalam jumlah yang besar proses ini menggunakan drum besar yang dipanaskan berputar-putar. Proses ini di China disebut Shaqing. Proses terakhir untuk menjaga rasa teh, teh dimasukan dalam wadah dan ditekan-tekan agar nantinya saripati didalam daun bisa keluar dengan baik saat diseduh dengan air panas, setelahnya barulah masuk ke proses pemeliharaan yang berbeda-beda untuk masing-masing jenis teh. Ada yang difermentasi tahap kedua, ada yang dipanggang untuk mendapatkan potensi maksimalnya, dan ada yang diberi dengan perisa untuk teh yang rasa-rasa.
Sampai sini masih panjang lagi urusan teh mulai dari pengemasan daun teh atau membuat minuman teh di dalam kemasan.
Saat ia kecil, ia selalu ikut Eyangnya untuk melihat produksi teh dirumah produksi diujung kebun teh ini. Sayangnya sekarang Eyangnya sudah tiada, jadi rumah produksi dan semua kebunnya anak-anaknyalah merawat, termasuk Mamanya. Padahal rumah produksi itu sekarang sudah beralih menjadi Perusahaan teh terbesar di asia tenggara.
Fyi, kebun ini adalah milik keluarganya dari pihak Mama. Sedangkan dari pihak Papa yang ada hanyalah perusahaan-perusahaan dan perusahaan, siapa yang tidak mengenal Debrowska, jika pemiliknya saja sering wara-wiri di berbagai media. Hanya saja keluarganya ini terlalu tertutup dari media meskipun berkali-kali media selalu ingin masuk kedalam keluarganya itu.
Papanya selalu ingin menjaga privasi untuk istri dan anak-anaknya. Biarlah ia yang menjadi santapan media, asal keluarganya tenang dan tidak menjadi santapan publik yang kejam dalam menilai.
"Mau kemana, neng?" Itu Pak Ujang, beliau yang mengawasi para pekerja pemetik daun teh, dan para petani yang merawat pohon teh agar tetap produktif.
Meda tersenyum ke pria paruh baya yang sudah mengabdi puluhan tahun dikebun keluarganya ini. "Eh, Pak Ujang. Meda mau keliling sini aja, pak. Liat yang ijo-ijokan seger dimata." Katanya.
"Wah iya, neng. Saya teh juga suka liat yang ijo-ijo gini. Tiap suntuk, selalu kesini biar seger matanya." Cerita Pak Ujang ramah.
"Pak Ujang sering kesini?" Tanyanya.
Ya jelaslah, batinnya menjawab pertanyaannya sendiri.
Pria itu mengangguk semangat, "Iya neng, pasti. Sekalian ngontrol pohon tehnya kali aja ada yang rusak." Jelasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANDROMEDA
FantasíaBagaimana bisa?? Dia seharusnya sudah mati Tapi Tuhan tidak memberinya kesempatan untuk tau mengapa ia mati, dan apa alasan ia bisa mati. Lalu kenapa ia kembali? Lagi- lagi, ia terkejut dengan fakta bahwa Tuhan memberinya berkah dengan kesempatan k...