"Kamu nggak bohong?"
"Suwer sampe bra aku putus karet terus isinya terkewer-kewer deh!'
"Ya nggak sampe segitunya keleees."
"Terus ... aku harus gimana dong, Es?"
Malam itu, berkat pusing seharian setelah mengetahui bahwa mantan pacarnya adalah CEO tempat ia bekerja, Vanny segera bertindak. Ia menghubungi Estiana Ayunda. Sahabat terbaiknya yang sudah ia cap sebagai best friend-nya selama ini -eh, bedanya di mana?. Sudahlah, Vanny tidak peduli. Yang penting, ia perlu konsultan tercepat untuk bisa membantu dirinya keluar dari masalah aneh ini.
"Ehm ...," dehem Esti sambil memainkan ikal rambutnya yang menjuntai di dekat telinga. "Kamu yakin itu Haris? Maksud aku ... nama Haris bukan cuma dia doang loh. Nama Haris itu pasaran. Noh! Di Layangan Putus aja ada satu. Mana tingkahnya buat dosa jariyah se-Indonesia Raya lagi."
Vanny memutar bola matanya dengan geram. Rasa-rasanya mau deh ia memukul dahi Esti dengan sisa tulang paha ayam yang ada di atas piringnya itu.
"Itu bukan Haris. Tapi, Aris," geram Vanny. "Dan for your information aja. Nama aku bukan Kinan, tapi Vanny. Dan nggak ada Lidya di antara kami."
Esti terkekeh. Tangannya menarik gelas es teh lemonnya. Menyeruput isinya yang sudah tidak seberapa dengan bantuan sedotan plastik bewarna putih itu.
"Oke oke. Nama mantan kamu itu Haris. Oke. Tapi, ya like what I said, Van. Not only your ex yang namanya Haris. So many people around this world, bahkan mungkin di akhirat pun ada yang aku yakin pake nama Haris."
Vanny meringis. Kali ini kedua tangannya tampak naik ke atas meja. Menyingkirkan piring sisa makan malamnya dan ia meremas jari-jarinya. Berusaha menahan geram.
"Like what I said too, Es. This is Haris Candra Wiguna. Sebanyak apa sih orang yang namanya bisa kebetulan plek-ketiplek sama persis dari pangkal ke ujungnya? Sebanyak apa coba?"
"Ehm ...." Kali ini Esti yang terdengar mendehem. Matanya berputar beberapa kali dalam mode berpikir. "Kamu kan tau kalau temen SMP kita dulu ada yang namanya Rima Melati. Plek-ketiplek sama dengan nama artis veteran itu kan? Pangkal ke ujungnya sama semua."
Vanny kembali meringis. Terlihat jelas bahwa makin lama cewek itu makin frustrasi. Hingga ia sempat meragukan keputusannya untuk berdiskusi dengan Esti. Sepertinya Esti cuma bisa diajak diskusi soal karet bra saja deh!
"Tapi, wajahnya, Es. Wajahnya loh."
Bola mata Esti membesar. Ucapan Vanny membuat ia mencondongkan tubuhnya ke arah cewek itu. Ekspresinya tampak berubah penasaran.
"Kenapa wajahnya?" tanya Esti cepat. "Masih cakep kayak yang dulu."
"Oh, Tuhan."
Vanny mengangkat wajahnya ke atas. Kedua tangannya ke depan dada, meremas jemarinya satu sama lain. Dan ia mengerang frustrasi.
"He's so fucking handsome! Persis kayak ingatan terakhir aku pas mutusin dia dulu. Dan mari kita berikan penghargaan untuk usianya yang matang. Dia keliatan dewasa berkarakter banget!"
Mulut Esti membuka dalam bentuk lingkaran dan melirihkan huruf 'o' tanpa suara. Lalu ia menahan napas sejenak. Menyesap es teh lemonnya yang sekarang murni hanya menyisakan cairan bewarna coklat bening tanpa ada rasa sama sekali. Selain aroma lemon yang masih tersisa di sana.
"Oke," ujar Esti acuh tak acuh. "Sekarang aku yakin kalau dia benar-benar adalah Haris. Mantan pacar kamu dulu. Yang kamu putusin tepat di hari perpisahan SMA setelah tiga bulan jadian."
Vanny tidak tau. Harus merasa senang atau sebaliknya. Senang karena Esti akhirnya yakin kalau yang dikatakannya benar. Bahwa Haris yang menjadi CEO di tempatnya bekerja adalah Haris yang sama dengan yang mereka kenal. Atau merasa sedih karena Esti bahkan mengungkit-ungkit tentang masa lalu yang pernah terjadi di antara mereka?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ex Who Trapped Me 🔞 "FIN"
RomanceMendapat pekerjaan sekaligus bertemu mantan pacar? O oh! Vanny tidak pernah berharap hal itu terjadi dalam skenario hidupnya. Bagi Vanny mantan pacar adalah spesies yang seharusnya punah dari peradaban manusia. Sementara bagi Haris lain lagi. Menuru...