Butuh beberapa detik untuk Vanny tersadar akan situasi kala itu. Ia mengerjap beberapa kali. Lalu membawa fokus matanya untuk melihat ke arah lain. Ke mana pun itu asalkan tidak pada mata Haris.
"Van."
Haris merengek. Semakin menarik tangan Vanny hingga wajah cewek itu benar-benar berjarak tak seberapa dengan wajahnya.
"Ris," desis Vanny. "Please, jangan kayak gini."
Sedikit, Haris mengubah posisi duduknya. Agar ia bisa lebih leluasa melihat Vanny. Ia bisa menangkap ketidaknyamanan di wajah cantik itu. Oh, jelas sekali.
"Kalau kamu nggak mau aku kayak gini ..."
Sekuat apa Vanny mencoba untuk melepaskan diri, nyatanya Haris melakukan hal yang serupa untuk mempertahankannya. Sama kuatnya. Atau bahkan lebih kuat.
"... ya udah. Tinggal jawab ya aja. Kan beres."
Vanny menggeleng. Tangan kirinya mendorong Haris. Tapi, keadaan Haris yang sakit membuat ia tidak benar-benar mengerahkan semua tenaganya. Jujur saja, setitik rasa tak tega menyelinap di dalam sana.
"Aku nggak mau, Ris. Aku nggak mau balikan sama kamu."
Wajah Haris tertekuk. Cemberut. "Kenapa sih kamu nggak pernah mau balikan sama aku? Kamu tau nggak? Kamu tuh tega sama aku, Ris."
Ya Tuhan. Sepertinya ada kekeliruan dialog di sini. Biasanya ketika ada pihak yang memelas dengan kata-kata 'kamu tuh tega sama aku', maka biasanya itu adalah cewek yang mengatakannya. Alih-alih cowok seperti yang terjadi saat ini. Aneh, tapi ini benar-benar nyata.
"Ris, astaga."
Vanny menghirup napas dalam-dalam. Mengingatkan dirinya sendiri untuk tetap tenang. Pertama, karena Haris sedang sakit. Kedua, karena saat itu ia sedang berada di rumah Haris. Spesifiknya di kamar Haris.
"Van, dengerin aku. Aku tuh cinta banget sama kamu, Van. Emang kamu nggak kasihan apa lihat aku kayak gini? Yang saking cintanya sama kamu sampe-sampe buat aku sakit gini? Nggak bisa tidur bermalam-malam. Nggak nafsu makan. Nggak semangat buat ngapa-ngapain."
Tak ingin, tapi suara Haris yang memelas sontak membuat Vanny berpaling. Melihat pada cowok itu. Ia sungguh terlihat menyedihkan. Dengan bibir mengerut, mata berkabut, dan keringat yang membasahi dahi. Sungguh! Haris dan anak terlantar yang –katanya- dipelihara oleh negara sesuai dengan undang-undang tidak ada bedanya.
"Aku tau loh kalau kamu itu masih cinta aku," lanjut Haris lagi dengan suara lirih. "Dari cara kamu natap aku tuh aku bisa tau, Van. Walau kamu ngomong kamu nggak ada rasa lagi sama aku, tapi aku tau kamu bohong."
Memang dibutuhkan kesabaran ekstra ketika menghadapi Haris. Seperti yang terjadi kali ini. Vanny pun tidak mengerti memang cara menatapnya persis seperti yang dikatakan oleh Haris atau justru sebaliknya. Yang saking sok narsisnya sehingga Haris justru berhalusinasi?
Entahlah. Yang pasti di antara dua pilihan itu sama buruknya untuk Vanny.
"Aku tuh udah nggak ada rasa apa-apa ke kamu, Ris," ujar Vanny lelah. "Maaf kalau nyakitin kamu. Tapi, aku beneran udah nggak cinta kamu lagi."
Mulut Haris membuka. Tapi, Vanny sudah keburu bicara terlebih dahulu sebelum Haris sempat berkata.
"Dan untuk cara aku natap kamu atau apalah itu."
Vanny membuang napasnya sekilas. Lagi-lagi ada rasa tidak tega. Tapi, Vanny menguatkan hatinya.
"Anggap aja aku lagi sakit mata atau belekan gitu."
Haris melongo. "Kamu beneran tega ya sama aku? Masa tatapan penuh cinta kamu ke aku disamakan dengan tatapan belekan sih?"
"Bukan itu intinya, Ris."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ex Who Trapped Me 🔞 "FIN"
RomanceMendapat pekerjaan sekaligus bertemu mantan pacar? O oh! Vanny tidak pernah berharap hal itu terjadi dalam skenario hidupnya. Bagi Vanny mantan pacar adalah spesies yang seharusnya punah dari peradaban manusia. Sementara bagi Haris lain lagi. Menuru...