"Mama."
Pelan dan amat perlahan, suara Tasya terdengar bergetar. Tampak takut-takut melihat pada Widia ketika panggilannya diputuskan sebelah pihak oleh sang ayah. Widia membeku. Tidak bergerak. Tanpa bicara. Tapi, dari ekspresi yang terpancar dari wajahnya, Tasya jelas tau apa yang sedang dirasakan oleh Widia.
"D-dia lebih memilih pergi dengan Vanny dibandingkan melihat aku?"
Tasya memilih diam. Kali ini tidak mengatakan apa-apa selain menundukkan wajah. Melihat pada ponselnya. Dengan panggilan yang sudah berakhir. Dan semua perbincangan antara dirinya dengan Bhakti didengar langsung oleh Widia. Bahkan lebih dari itu. Widialah yang menyuruh Tasya untuk menghubungi sang ayah. Termasuk di dalamnya berbohong mengenai keadaan Widia.
"Ini semua gara-gara Vanny," geram Widia seraya meremas kedua tangannya. "Nggak anak nggak ibu, semua sama saja."
Tasya buru-buru menyisihkan ponselnya. Mendekati Widia. Berusaha untuk menenangkannya.
"Ma, tenang. Jangan marah-marah terus."
Widia mendengkus. "Bagaimana bisa Mama tenang, Sya? Bagaimana? Gara-gara Vanny, Papa jadi meninggalkan kita. Dan kamu nggak lupa kan? Gara-gara Vanny juga Haris nolak perjodohan dengan kamu."
"Mama."
Membuang napas dengan menggebu, Widia lantas bangkit dari duduknya. Ia menggeleng dengan penuh tekad.
"Ini nggak bisa dibiarkan. Aku harus ketemu sama Vanny. Aku harus menyadarkan Vanny kalau dia itu cuma anak rendahan."
Tasya buru-buru bangkit. Menahan tangan Widia.
"Mama, jangan."
Langkah Widia terhenti. Dengan mimik tak percaya, ia melihat pada tangan Tasya.
"Sya?"
Tasya menggeleng dengan penuh harapan. "Mama jangan pergi. Jangan temui Vanny."
Sepertinya Tasya salah bicara. Karena itulah satu-satunya alasan yang bisa diterima oleh akal Widia. Tapi, keseriusan dan pengharapan yang tercetak nyata di wajah Tasya jelas memberikan pemahaman yang sebaliknya.
"K-kamu melarang Mama?"
Tasya menggigit bibir bawahnya. Jelas bisa menebak pikiran apa yang saat ini tengah mengisi pikiran Widia. Terlebih karena sejurus kemudian Widia pun kembali bicara.
"Kamu nggak nyuruh Mama untuk menemui Vanny? Maksud kamu? Jangan bilang kalau kamu suka melihat Papa menelantarkan kita seperti ini."
"Nggak, Ma, nggak."
Menggeleng berulang kali, jelas bukan itu alasan Tasya. Melainkan karena ia tidak akan pernah lupa pertengkaran yang terjadi antara Bhakti dan Widia tempo hari.
"Aku cuma nggak mau Mama kenapa-napa. Aku nggak mau Papa marahin Mama lagi."
Ketakutan itu membuat genggaman tangan Tasya pada Widia semakin menguat. Tasya menatap pada ibunya. Dengan sorot permohonan.
"Aku mohon, Ma. Aku nggak mau lihat Mama sedih lagi."
Perkataan Tasya membuat sesuatu bergejolak di dalam dada Widia. Menimbulkan beragam emosi yang tak mampu ia tepis keberadaannya. Berikut dengan kilasan kejadian yang telah menimpanya.
Benar. Yang dikatakan oleh Tasya memang benar. Tapi, sayangnya semua itu dilihat dari sudut yang berbeda oleh Widia.
Bila Tasya melihat pilunya Widia ketika pertengkaran itu terjadi dan ia tidak ingin ibunya mengalami hal tersebut kembali, maka lain lagi dengan Widia. Karena pada saat bayangan itu melintas di benaknya, ia justru menyadari sesuatu. Bahwa Bhakti memang lebih memilih Vanny ketimbang keluarga mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ex Who Trapped Me 🔞 "FIN"
RomanceMendapat pekerjaan sekaligus bertemu mantan pacar? O oh! Vanny tidak pernah berharap hal itu terjadi dalam skenario hidupnya. Bagi Vanny mantan pacar adalah spesies yang seharusnya punah dari peradaban manusia. Sementara bagi Haris lain lagi. Menuru...