Sekar tau ada yang tidak beres dengan Haris. Dari kepulangannya tadi yang menampilkan wajah kusut dan manyun di bibir, ia yakin putranya itu tidak sedang baik-baik saja. Maka sebelum jam makan malam tiba, berbekal satu teh hambar, Sekar mengetuk pintu kamar Haris.
"Masuk."
Sekar membuka pintu dan mendapati sang putra tunggal sedang duduk bertopang dagu. Ia melirik pada sang ibu dan membuang napas panjang. Melihat teh yang Sekar bawa membuat wajah Haris tertekuk makin dalam.
"Loh loh loh? Anak Mama kenapa?"
Setelah menaruh teh di hadapan Haris, Sekar lantas turut duduk. Sedikit menarik kursi jati itu untuk mendekati sang putra. Meraih tangannya yang berada di atas meja bundar itu, Sekar pun bertanya lagi.
"Kenapa, Ris? Kok muka kamu kelihatan suntuk banget? Ada masalah di kantor? Atau ..."
Haris melirik lagi pada sang ibu. Seketika saja Sekar terpikirkan oleh kemungkinan lain yang sangat bisa membuat anaknya terlihat kusut seperti itu.
"... ada masalah sama cewek itu?"
Manyun di bibir Haris makin maju. Ia merengek. "Ah, Mama. Pakai diingatin lagi. Padahal aku mau lupain bentar. Nggak mau mikirin soal itu dulu."
"Ya Tuhan."
Sekar buru-buru menutup mulutnya. Mencegah kesiap terlotnar dan membuat perasaan Haris makin memburuk.
"Mama minta maaf," ujar Sekar kemudian. "Mama nggak tau loh kalau kamu lagi ada masalah sama dia."
Haris membuang napas panjang. Di dalam hati, ia menggerutu.
Kan? Malah diomongin lagi. Kadang-kadang Mama ini nggak bisa lihat situasi dan kondisi deh.
Sebisa mungkin, Haris mencoba untuk menjaga suasana hatinya. Menekan rasa kesalnya yang seperti makin tersulut karena perkataan sang ibu. Ia tau, bukan maksud Sekar untuk seperti itu. Tapi, tetap saja ujung-ujungnya Haris makin dongkol kalau ingat apa yang terjadi.
"Kamu nggak mau cerita sama Mama?"
Sekar membelai kepala Haris. Cowok itu menggeleng.
"Aku nggak mau cerita dulu, Ma. Takut ntar malah buat pikiran buruk di kepala aku malah makin menjadi-jadi lagi."
"Baiklah," angguk Sekar dengan penuh pemakluman. "Tapi, kamu jangan manyun terus. Kalau kamu gini, ntar gantengnya hilang loh."
Haris hanya bisa mengangguk lemas. Kalaupun ingin menuruti keinginan hatinya, tentu saja Haris mau tersenyum lebar setiap saat. Alih-alih manyun yang membuat capek jiwa raganya. Tapi, berkat Pria Itu perasaan Haris benar-benar tidak menentu.
"Argh!"
Menjelang tidur malam itu, Haris belum bisa mengenyahkan Pria Itu dari benaknya. Tidak bisa tidur memaksa dirinya berguling tak karuan di tempat tidur. Hingga selimut dan berantakan, pun begitu juga dengan rambutnya.
"Van!"
Haris duduk. Mengacak-acak rambutnya yang sudah tak tau bentuk lagi. Ia merengek dengan menendang-nendang kedua kakinya tak karuan.
"Siapa Pria Itu?"
*
Vanny mengerutkan dahi ketika menyambut kedatangan Haris di pelataran kantor keesokan harinya. Datang dengan penampilan yang tak biasa, Vanny menyambut tas kerja Haris dengan benak yang bertanya-tanya.
"Kamu lagi sakit?"
Tentu saja saat itu Vanny dan Haris sudah berada di dalam lift hingga tak ada pembicaraan formal di antara keduanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ex Who Trapped Me 🔞 "FIN"
RomansaMendapat pekerjaan sekaligus bertemu mantan pacar? O oh! Vanny tidak pernah berharap hal itu terjadi dalam skenario hidupnya. Bagi Vanny mantan pacar adalah spesies yang seharusnya punah dari peradaban manusia. Sementara bagi Haris lain lagi. Menuru...