"Ris."
Suara lembut yang diiringi oleh usapan samar di pundaknya membuat Haris mengerjap. Ia seakan tawanan yang baru saja terbebas dari belenggu alam pikirannya sendiri. Fokus matanya kembali, bersamaan dengan mulai bubarnya kerumunan di seberang sana.
Ada Sekar di sebelah Haris. Ia membuang napas panjang.
"Sepertinya kamu harus menunda rencana buat melamar Vanny," ujar Sekar. "Mereka butuh waktu untuk memperbaiki keadaan."
Haris bergeming. Kalau boleh jujur, ingin rasanya Haris berlari dan menghampiri Vanny. Layaknya ksatria yang selalu melindungi sang putri di kisah-kisah romantis, ia ingin seperti itu.
Namun, tidak. Haris pikir ia tak ada lagi kekuatan. Melihat kejadian itu dengan mata kepalanya sendiri, akhirnya Haris tahu. Kesedihan yang Vanny tutupi selama ini jauh lebih menyakitkan dari yang ia duga.
"Mama benar."
Berat rasanya. Bahkan beberapa saat yang lalu Haris dengan teramat semangat mencari cincin dan pusing memikirkan tema lamaran. Sekarang, itu tak lagi penting.
"Semoga Vanny dan Om Bhakti bisa berdamai."
Sekar tersenyum. Melihat wajah sang putra dengan binar-binar bangga yang terpancar di kedua mata. Setidaknya Haris bisa menerima keadaan kala itu dengan lapang dada.
"Ah! Benar!" ujar Haris kemudian setengah berseru. "Apa itu artinya cincin yang tadi bisa dikembalikan, Ma? Biar Minggu besok kita langsung terbang ke Paris saja. Pesan langsung cincin yang baru."
Binar-binar bangga itu lenyap seketika. Sekar mendelik.
"Malu-maluin saja. Beli berlian, eh dikembalikan."
Haris meringis. "Bukannya malu-maluin, Ma. Ntar buat apa cincinnya?"
"Kasih saja semuanya untuk Vanny," jawab Sekar. "Semua cewek suka kok punya perhiasan yang banyak."
Haris angguk-angguk seraya mendeham. "Iya sih. Lagian jari Vanny juga ada sepuluh."
Dahi Sekar mengerut. Dalam hari ia berpikir bahwa Haris tidak mungkin membelikan sepuluh cincin untuk Vanny kan?
Itu tentu saja bukan ide yang bagus. Berlebihan itu norak. Apalagi berlebihan dalam mengenakan perhiasan.
Haris dan Sekar kembali ke toko berlian beberapa saat kemudian. Tepatnya setelah mereka melihat Vanny dan Bhakti pergi terlebih dahulu.
Haris mengambil cincinnya. Lantas mengajak Sekar untuk makan sejenak. Berkeliling. Menemani sang ibu memilih tas dan bersenang-senang.
Tiba di rumah saat hari mulai petang, Sekar segera bergegas. Ia mandi dan mengenakan pakaian rumahan khas ibu-ibu yang bernama daster. Tanpa lupa mengikat rambut, ia bersiap untuk turun ke dapur. Ada makan malam sang suami yang harus ia siapkan.
Sementara Haris membaringkan tubuh di kasur. Menatap langit-langit dengan pandangan kosong. Tak perlu ditebak, tentu saja pikiran Haris saat itu tertuju pada Vanny.
Gimana ya keadaan Vanny kini? Dia baik-baik saja kan?
Sungguh! Ingin rasanya Haris menyambar kunci mobil dan mendatangi Vanny, tapi ia menekan keinginan itu.
Sama seperti ia yang menahan keinginan untuk melamar Vanny dalam waktu dekat, sekarang pun Haris melakukan hal serupa. Ia berjuang dalam desakan untuk menemui Vanny dan mencukupkan egonya dengan satu pesan singkat yang ia kirim semenit kemudian.
[ Vanny ]
[ Van, kamu baik-baik saja kan? ]
Haris membuang napas panjang. Ia menunggu, tapi pesannya tak kunjung mendapatkan balasan. Bahkan Vanny pun belum membukanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ex Who Trapped Me 🔞 "FIN"
RomanceMendapat pekerjaan sekaligus bertemu mantan pacar? O oh! Vanny tidak pernah berharap hal itu terjadi dalam skenario hidupnya. Bagi Vanny mantan pacar adalah spesies yang seharusnya punah dari peradaban manusia. Sementara bagi Haris lain lagi. Menuru...