"Aku pergi dulu, Ma."
Rutinitas setiap pagi yang tidak berubah. Haris akan berpamitan dengan sang ibu sebelum pergi ke kantor. Sama seperti kala itu. Dengan memberikan kecupan di pipi Sekar.
Sekar memberikan tepukan-tepukan lembut penuh kasih sayang di punggung Haris. Mengangguk beberapa kali.
"Hati-hati di jalan, Ris. Kerjanya yang semangat."
Haris menarik diri. "Iya, Ma, iya. Aku pasti kerjanya semangat. Cuma ...."
"Cuma?" tanya Sekar dengan mengerutkan dahi lantaran Haris menggantung ucapannya di titik yang tepat. Membuat ia penasaran. "Cuma apa?"
"Cuma kayaknya aku bosan deh tiap hari disemangatin Mama aja."
Sekar tertawa. Tangannya yang tadi memberikan tepukan-tepukan kasih sayang pada sang putra, kembali bergerak. Kali ini memukul pelan perut Haris.
"Makanya buruan nikah. Biar ada cewek lain yang ngasih semangat buat kamu," kata Sekar geli. "Mama kan juga mau lihat anak kesayangan Mama nikah. Anak temen-temen Mama sudah banyak yang nikah. Cuma Mama yang masih gigit jari."
"Mama beneran mau lihat aku nikah? Ehm ... Mama belum kenal loh sama cewek yang aku suka."
Sekar berdecak. Kembali, ia memukul perut putranya itu. "Anak Mama cakep gini. Mana pinter lagi. Pasti pilihannya top deh. Iya kan?"
Mengangguk dengan penuh rasa senang, mata Haris tampak berbinar-binar.
"Tentu dong, Ma. Memangnya kapan pilihan Haris salah? Nggak pernah kan?"
"Nggak pernah," jawab Sekar. "Kamu itu anak Mama. Plek ketiplek mirip Mama. Cakepnya, pinternya, pokoknya semua-semuanya deh."
Haris tertawa.
"Jadi pasti seleranya juga plek ketiplek mirip Mama juga. Mama nggak bakal ragu sedikit pun. Makanya itu ... nggak usah mikir lama-lama. Mama juga pengen pamer cucu sama orang-orang."
Perkataan Sekar sukses membuat wajah Haris memerah. Ia mengusap tekuknya. Mendehem dan berkata lirih.
"Ah, Mama. Ngomong gini jadi buat aku mau buru-buru nikah. Jadi mau ngelamar malam ini ... terus besok pagi langsung ke KUA."
Kali ini tawa Sekar yang meledak. Dengan tangan yang kembali melayang. Dalam bentuk pukulan gemas yang lumayan keras hingga membuat Haris meringis di antara kekehan.
"Ya udah. Kalau gitu buruan dinikahi."
"Hahahahaha. Mama ini bisa aja," ujar Haris seraya melihat jam tangannya. Sekilas ia membuang napas. "Kayaknya aku harus berangkat sekarang deh, Ma. Kalau ngobrol terus sama Mama bisa-bisa sampe siang ntar baru selesai."
"Iya iya iya. Buruan kamu ke kantor. Tapi, jangan lupa. Pastikan Mama dapat mantu secepatnya."
Kedipan mata Sekar membuat Haris mengulum senyum. Antara malu antara senang antara semua-semuanya deh.
"Mama ini."
Maka berbekal pembicaraan singkat di teras rumah sebelum ia pergi ke kantor, perkataan itu meluncur juga dari bibir Haris. Tidak peduli bahwa itu akan membuat Vanny tegang atas bawah, ia tetap mengatakannya.
"Aku mau ketemu orang tua kamu dan ngomongin soal kita."
Bisa kebayang kan bagaimana perasaan Haris ketika ia menyebut kita? Antara ingin tersenyum, tapi ia malu. Akhirnya ia senyum malu-malu.
"Ehm ... lebih tepatnya mau nanya. Kapan sekiranya aku bisa melamar kamu."
Tuntas mengatakan itu, Haris menunggu dengan jantung berdebar. Ia yakin tidak akan ada cewek yang akan tahan dengan godaan yang satu ini. Menolak bukti keseriusan seorang cowok dalam bentuk lamaran pernikahan? Ehm ... hanya cewek gila yang tidak menerimanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ex Who Trapped Me 🔞 "FIN"
RomanceMendapat pekerjaan sekaligus bertemu mantan pacar? O oh! Vanny tidak pernah berharap hal itu terjadi dalam skenario hidupnya. Bagi Vanny mantan pacar adalah spesies yang seharusnya punah dari peradaban manusia. Sementara bagi Haris lain lagi. Menuru...