78. Begitulah Anak, Begitulah Orang Tua

688 72 8
                                    

Ada yang berbeda dari Haris siang itu. Ketika ia pulang dan Sekar yang berniat untuk turun dan membantu menyajikan makan siang di meja berpapasan dengan Haris. Keduanya bertemu di tangga. Tepat setelah Haris melewati anak tangga terakhir, cowok itu membuang napas panjang dengan wajah yang tertekuk.

"Haris."

Tak langsung menuju ke kamar, pertemuan dengan Sekar tentu saja membuat Haris menghentikan langkah kakinya. Membiarkan sang ibu menghampirinya dan memegang kedua tangannya. Sekar terlihat mengerutkan dahi dalam ekspresi bingung.

"Pergi tadi kamu riang gembira kayak anak gembala, eh ... pulang-pulang kenapa manyun kayak duda sebelah?"

Bibir Haris manyun. Menarik diri dari Sekar dengan kesan merajuk. Tapi, Sekar tidak membiarkan Haris pergi sebelum menjawab pertanyaannya.

"Ris, kamu kenapa?"

"Nggak kenapa-napa."

"Bohong."

Tentu saja Sekar tidak percaya dengan perkataan Haris. Tentunya seorang ibu akan selalu tau sifat anaknya. Terlebih lagi Sekar yang hanya memiliki seorang anak saja. Siang malam. Tiap hari. Ia selalu menghabiskan waktu dengan Haris. Maka rasa-rasanya tidak ada lagi yang terlewatkan oleh sepasang mata Sekar.

"Kenapa?" tanya Sekar lagi. "Kamu lagi ada masalah? Atau kenapa?"

Haris membuka mulut. Tapi, sedetik kemudian ia mengatupkan kembali mulutnya. Menahan lidahnya untuk bergerak lantaran satu pemikiran itu melintas di benaknya.

Ya kali aku cerita ke Mama masalah aku kali ini. Bisa-bisa aku nambah masalah baru.

Karena Haris yakin seratus persen. Kalau ia menceritakan masalah itu pada Sekar, maka sang ibu yang selama ini tidak pernah memukulnya dijamin akan melakukan pemukulan pertamanya.

"Nggak, Ma," ringis Haris kemudian seraya menggeleng. Bayangan Sekar memukul bokongnya dengan guling membuat ia merinding. "Nggak kenapa-napa."

Tentunya Sekar tidak akan berhenti sebelum Haris memberikannya jawaban yang ia inginkan. Tapi, sayangnya Haris dengan cepat bertindak.

"Aku ke kamar dulu, Ma. Mau ganti baju. Gerah," ujar Haris. "Mama juga mau siapin makan siang buat Papa kan?"

Ketika pertanyaan itu tertuju padanya, Sekar pun tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Sekar sedang tidak ingin mengusik Arif. Dan yang dikatakan oleh Haris memang benar.

"Ya udah. Kalau gitu Mama turun dulu."

Haris mengangguk. Kepergian Sekar membuat ia membuang napas lega. Dan lalu dengan langkah gontai ia menuju ke kamarnya.

Merebahkan tubuh di tempat tidur, pandangan kosong Haris tertuju ke langit-langit. Tak ingin, tapi kejadian di apartemen Vanny tadi membayang kembali di benak Haris. Memperlihatkan keadaan di mana ia dan Vanny sudah sama-sama bergairah. Hanya saja sayang. Kedatangan Bhakti yang tak tepat waktu mengacaukan semuanya.

"Argh!"

Haris meraih bantal. Tengkurap dan lalu memukul-mukul kasur empuk itu dengan geram. Di sana pula ia meredam jeritan kesalnya.

"Aku mau kawin, Ma!"

*

Vanny kikuk. Berdua saja dengan Bhakti di apartemen jelas adalah situasi yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Ia hanya bisa duduk diam dengan wajah yang terkesan menunduk. Sama sekali tidak tau harus bersikap apa ketika Bhakti menyesap air teh yang ia sajikan.

"Van."

Suara berat Bhakti terdengar. Refleks membuat Vanny mengangkat wajahnya. Dan lalu tatapannya beradu dengan tatapan Bhakti.

The Ex Who Trapped Me 🔞 "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang