83. Yang Selama Ini Tak Terlihat

891 108 26
                                    

Seumur Vanny hidup, ia sudah lupa bagaimana rasanya berjalan bersama dengan ayahnya. Jangankan berdua, melangkahkan kaki bersama dengan Diah dan Bhakti saja sudah menjadi kenangan yang tak berbekas lagi di ingatan Vanny.

Itu adalah masa lalu. Amat lalu dan telah berlalu. Entah sudah berapa tahun pastinya Vanny tidak ingat. Tapi, satu hal yang paling membekas di ingatan Vanny. Bahwa itu sudah terlalu lama.

Maka ketika kaki Vanny melangkah memasuki mall kelas atas itu bersama dengan Bhakti, sudah bisa dipastikan bagaimana perasaannya. Terlalu beraneka hingga ia tidak bisa menjabarkannya satu persatu.

Sejenak Vanny merasa bahwa itu adalah mimpi. Sesuatu yang tidak nyata. Tapi, sentuhan samar yang menyapa jemari tangannya membuat ia tersentak akan kenyataan.

Bhakti melihat Vanny dengan ragu-ragu. Terlihat ingin bicara, mengatakan sesuatu, tapi ada segan yang membuat lidahnya kelu.

Untuk itu Vanny mengerjap sekali. Dengan udara yang tercekat di pangkal tenggorokannya, ia tersenyum.

Vanny mengulurkan tangannya. Meraih tangan Bhakti. Menggenggamnya. Karena memang seharusnya seperti itu bukan? Seorang anak perempuan hanya akan merasa tenang bila berada dalam penjagaan ayahnya.

"Vanny."

Tidak. Itu bukan sekadar genggaman biasa. Karena pada detik selanjutnya Vanny mengikis jarak yang ada.

Vanny memang sempat menolak. Tapi, ia hanya seorang anak. Bahkan ketika usianya sudah melewati dua puluh sembilan tahun, ia tetaplah seorang anak. Yang ketika ia bersama dengan ayahnya maka Vanny akan menjelma menjadi bocah pada umumnya.

Genggaman itu berubah menjadi rengkuhan di tangan Bhakti. Sesuatu yang tak hanya memberikan kehangatan bagi hati pria paruh baya itu. Alih-alih begitu pula dengan Vanny.

Karena pada akhirnya sesuatu yang tak pernah Vanny impi-impikan, menjadi kenyataan.

Karena pada akhirnya sesuatu yang tak pernah Vanny harapkan, menjadi kenyataan.

Karena pada akhirnya sesuatu yang tak pernah Vanny pinta pada Tuhan, menjadi kenyataan.

Vanny tidak perlu bersembunyi. Ia tidak perlu menutup wajah ketika bersama dengan Bhakti. Tidak ada ruangan naratetama yang khusus dipesan untuk mereka berdua. Kali ini adalah tempat umum yang menjadi persinggahan keduanya.

Sama seperti anak pada umumnya, sekarang Vanny memiliki kesempatannya. Ia akan memamerkan pada dunia bahwa ia masih memiliki seorang ayah.

"Kita mau ke mana, Pa?"

Bahkan kalau Vanny ingin ke ujung dunia pun rasanya Bhakti tidak akan keberatan sama sekali. Ia memiliki waktu untuk Vanny. Ia akan meluangkan semua waktunya. Demi menebus hari-hari yang pernah ia sia-siakan dahulu.

"Ke mana pun kamu pergi," jawab Bhakti terharu. "Papa akan menemani kamu."

Pada dasarnya tidak ada di antara mereka yang memikirkan akan ke mana mereka pergi. Berbelanja pakaian, melihat koleksi perhiasan, atau sekadar menikmati makan siang. Sama sekali tidak ada di benak Vanny atau Bhakti. Karena sesuatu yang mereka inginkan hanyalah menghabiskan waktu berdua.

Vanny mengangguk. Memutuskan biarlah kaki mereka melangkah sesuka hati. Mengantarkan mereka ke mana pun. Tapi, yang pasti Vanny ingin menikmati setiap detik yang saat ini ia milik.

Anak dan ayah itu berjalan berdampingan. Tampak semringah dengan senyum bahagia yang menyungging di wajah.

Berulang kali Bhakti mengusap tangan Vanny yang merengkuh lengannya. Bermanja layaknya seorang putri dengan ayahnya.

The Ex Who Trapped Me 🔞 "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang