"Vanny, kamu nggak apa-apa kan? Maafin Mama, Van."
Setelah kepergian Widia dan Tasya, Sekar dengan serta merta mengahmpiri Vanny. Ia tampak pucat. Gemetaran tubuhnya. Dan di pelupuk matanya menggenang buliran-buliran bening air mata.
"Maafin Mama, Van."
Sekar merasa bersalah. Ia meraih tangan Vanny dan merasakan dingin kulitnya. Menghadirkan penyesalan yang bertumpuk di dada Sekar. Seandainya saja ia tidak mengajak Vanny, tentulah kejadian itu bisa dihindari.
*
Haris segera melajukan mobilnya setelah mendapat telepon dari Sekar. Sang ibu menceritakan dengan cepat apa yang terjadi dan ia tidak berpikir dua kali untuk langsung menuju ke apartemen Sekar.
Tentunya setelah kejadian itu, Sekar tidak yakin tetap bertahan di rumah Reny. Pada akhirnya sang tuan rumah pun maklum. Memang lebih baik Sekar dan Vanny pulang. Terlebih lagi dengan keadaan Vanny yang tampak syok.
Seumur hidup, Vanny tidak pernah berpikir akan mengalami kejadian memalukan seperti itu. Dituding sebagai perebut di hadapan semua orang.
Malu? Bukan hanya itu. Alih-alih Vanny merasa sedang ditampar oleh masa lalu.
Vanny memang masih kecil kala itu. Masih berusia empat tahun. Ia tidak ingat apa-apa tentang kejadian yang menimpa Diah. Tapi, entah mengapa sekarang Vanny merasa seperti bisa mengingatnya. Tidak berbeda jauh dengan yang Widia lakukan padanya tadi.
"Vanny."
Mata Vanny mengerjap. Haris muncul di hadapannya dengan wajah panik. Dan kepanikan Haris semakin menjadi-jadi ketika mendapati Vanny yang terlihat tanpa ekspresi. Terlihat datar.
"Haris."
Kedua tangan Haris menangkup pipi Vanny. Merasakan dingin yang masih menjalar di sana. Haris tertegun. Merasa bersalah pula pada Vanny.
"Kamu nggak apa-apa?"
Vanny menggeleng samar. Sekali. Tapi, Haris tau yang sebenarnya terjadi. Tentu saja Vanny tidak dalam keadaan baik-baik saja.
Tidak pernah sebelumnya Haris melihat Vanny seperti saat ini. Ia terlihat linglung. Seolah hilang kewarasannya.
"Maafkan aku, Van."
Untuk hal itu Vanny tidak memberikan reaksinya sama sekali. Ia kembali diam. Menundukkan wajah. Hingga kemudian Sekar datang dengan membawa secangkir teh hangat untuk Vanny.
"Minum dulu, Van."
Sekar membantu Vanny untuk membasahi tenggorokannya dengan air teh. Pada saat itu Haris melihat pada ibunya.
"Mama nggak apa-apa kan?" tanya Haris. "Nggak ribut beneran kan?"
Sekar membuang napas panjang seraya menaruh kembali cangkir teh ke atas meja. Bibirnya tampak manyun. Menyiratkan kekesalan lantaran teringat lagi dengan kejadian tadi.
"Mama sih nggak apa-apa. Tapi, tadi kalau nggak dilerai sama yang lain, pasti Widia udah jambak-jambak rambut Mama."
Sekar tidak akan lupa bagaimana Widia tadi yang benar-benar mengajaknya beradu fisik. Bahkan ia yakin dirinya akan terjungkang di atas lantai bila tubuhnya tidak ditahan ketika Widia mendorongnya.
"Dia benar-benar keterlaluan."
Haris beringsut mendekat ibunya. Merengkuhnya ketika mendapati manik mata Sekar berlinang air mata.
"Pokoknya, Ris. Mama nggak mau sampe besanan sama Widia. Nggak. Pokoknya nggak mau."
Tangan Haris mengusap-usap lengan atas Sekar berulang kali. Ia mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ex Who Trapped Me 🔞 "FIN"
RomanceMendapat pekerjaan sekaligus bertemu mantan pacar? O oh! Vanny tidak pernah berharap hal itu terjadi dalam skenario hidupnya. Bagi Vanny mantan pacar adalah spesies yang seharusnya punah dari peradaban manusia. Sementara bagi Haris lain lagi. Menuru...