Ketika kesadaran kembali datang menyapa dirinya, Vanny mengerjapkan mata dengan perlahan. Bulu mata lentik itu bergerak pelan. Lantas membuka dengan sedikit rasa gamang yang menyertainya.
Hal pertama yang Vanny dapati adalah lampu kamar yang menyala. Padahal bukankah ia selalu memastikan untuk memadamkan lampu sebelum tidur?
Hal kedua yang Vanny rasakan adalah pegal di sekujur tubuh. Padahal bukankah seharusnya tidur itu justru untuk menyegarkan tubuh?
Hal ketiga yang Vanny sadari adalah satu tangan yang melingkar di pinggangnya. Padahal bukankah ia tidak bersama dengan Esti saat itu?
Lantas ...? Siapakah yang memeluknya?
Vanny menegang. Rasa dingin dengan cepat menjalari seluruh tubuhnya dari atas hingga bawah. Menguatkan diri, Vanny memutuskan untuk berbalik. Demi tau siapa ada orang yang bersama dirinya kala itu. Dan ketika dua pasang mata beradu, Vanny membelalak. Melotot seketika tatkala mendapati Haris yang bertopang siku melihat padanya dengan senyum di wajah.
"Udah bangun?"
Tentu saja bukan jawaban yang Haris dapatkan. Alih-alih adalah jeritan panjang yang langsung menggelegar.
"Aaah!"
*
Haris mengulum senyum geli melihat Vanny yang panik. Cewek itu sudah mengenakan pakaiannya dengan lengkap. Dan saat ini ia tengah mondar-mandir di kamar dengan tampang kusut dan menyiratkan kepanikan.
Sementara Haris? Oh, cowok itu masih betah tampil polos di balik selimut. Dengan santai ia duduk bersandar pada kepala tempat tidur. Melihat Vanny sambil sesekali memainkan ponsel di tangannya.
"Van, udah deh mondar-mandir kayak setrikaan gitu. Emangnya nggak capek apa?"
Melayangkan pertanyaan itu seraya mengecek surat elektronik yang masuk, Haris tidak menyadari sama sekali bagaimana Vanny yang mengepalkan tangan ke arahnya. Seperti cewek itu yang ingin memukul Haris hingga berdarah-darah.
"Kamu keterlaluan, Ris."
Haris mengangkat wajah. Melihat kemarahan yang membuat wajah Vanny memerah.
"Keterlaluan gimana? Orang jelas banget malam tadi itu kita sama-sama suka kok. Aku nggak ada maksa sama sekali."
Kepalan Vanny naik. Haris menunggu. Mungkin saja Vanny akan menghampirinya dan benar-benar memukulnya. Tapi, tidak. Alih-alih cewek itu menggeram dan lantas menghempaskan kepalannya itu.
"Argh!"
Haris tersenyum geli. Ia menaruh ponselnya di nakas acuh tak acuh.
"Lama-lama kamu bisa hipertensi loh, Van, kalau marah terus-terusan kayak gitu. Nggak bagus buat kesehatan."
Sreeet!
Vanny langsung berbalik dengan tangan yang kembali terangkat. Tapi, kali ini bukan kepalannya yang tampak. Melainkan telunjuknya yang menunjuk pada Haris.
"Kamu, Ris," geram Vanny. "Kamu yang nggak bagus buat kesehatan aku."
Tawa Haris sontak meledak sementara Vanny meradang.
"Kamu pasti sengaja kan? Buat ngejebak aku kan?" tanya Vanny membabi buta seraya menghampiri Haris. "Jawab, Ris. Sengaja kan?"
Haris mencoba menghentikan tawanya. Dengan mata berair, ia nyaris tak bisa benar-benar melihat Vanny.
"Ya jelas dong aku sengaja. Aku emang mau menjebak kamu. Siapa tau aja kan dengan begini kamu mau balik lagi sama aku."
Vanny tidak mengira kalau Haris akan berperan sebagai penjahat jujur. Sempat ia mengira kalau Haris akan memasang wajah polos dan berpura-pura tidak berniat sama sekali. Tapi, lihatlah apa yang terjadi. Haris bahkan dengan tampang bangga mengakui semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ex Who Trapped Me 🔞 "FIN"
Lãng mạnMendapat pekerjaan sekaligus bertemu mantan pacar? O oh! Vanny tidak pernah berharap hal itu terjadi dalam skenario hidupnya. Bagi Vanny mantan pacar adalah spesies yang seharusnya punah dari peradaban manusia. Sementara bagi Haris lain lagi. Menuru...