89. Semua Akan Baik-Baik Saja

833 101 13
                                    

Jangan ditanya bagaimana kabar Haris. Justru adalah hal aneh bila ia tidak uring-uringan setelah tragedi lamaran dadakan. Ia mencak-mencak dan membodoh-bodohi diri sendiri berulang kali.

Sekar yang tak tahu apa tentu saja kebingungan. Pulang-pulang, Haris bukannya memeluk dan menciumnya seperti biasa, eh ... ia justru misuh-misuh. Persis seperti bocah yang kehilangan permen di sekolah.

"Kamu kenapa sih, Ris?"

Sekar mengekori Haris hingga ke kamar. Ia masuk tanpa lupa menutup pintu dan melihat pemandangan yang membuatnya ternganga.

Haris melepas jas. Meremas dan membuntelnya sehingga membentuk bola. Barulah ia melempar bola jas itu ke kasur.

"Ris."

Mata Sekar membesar. Agaknya ia syok melihat misuh-misuh Haris yang melewati batas normal biasa.

"Kamu kenapa?"

Sekar meraih tangan Haris dan sang putri mengerang frustrasi. Ia persis seperti orang yang sedang depresi akut.

"Ma."

Suara Haris terdengar menakutkan di telinga Sekar. Terlebih dengan tangan Haris yang mendadak saja memegang tangannya.

"Aku ...."

Sekar menunggu. Tanpa sadar ia menahan napas. "Kamu?"

"A-aku ...."

Haris tampak nelangsa. Terlepas dari kemungkinan depresi yang sedang ia derita, ekspresinya memang menyedihkan.

"Aku ...," lirih Haris tak berdaya. "... sudah melamar Vanny, Ma."

Wajah Sekar berubah.

Sedetik.

Dua detik.

Sekar hanya melongo melihat Haris. Sementara cowok itu? Oh, jangan ditanya. Mungkin saja ia akan menangis dalam waktu dekat.

"K-kamu ..."

Sekar mengerjap. Ia berusaha untuk tetap bernapas ketika syok membuat paru-parunya sulit bekerja.

"... sudah melamar Vanny?"

Menyedihkan, Haris mengangguk. "A-aku sudah melamar Vanny."

"D-di mana?" tanya Sekar lagi dengan terbata. "K-kamu lamar di mana?"

"Di restoran, Ma."

Haris meringis. Kali ini ia benar-benar geram pada diri sendiri.

"Di restoran yang bahkan namanya udah aku nggak ingat lagi," jelas Haris pilu. "Nggak pake okestra, nggak pake hujan bunga mawar, dan nggak pake cincin berlian."

Wajah Sekar berubah pucat. "Kamu nggak serius kan, Ris?"

"Aku serius, Ma. Kalau Mama nggak percaya, coba saja tanya."

"T-tanya? Tanya siapa? Tanya Vanny?"

Ringisan Haris kian menjadi-jadi. Tak ayal, pertanyaan Sekar membuatnya menjerit.

"Tanya sama ikan nila asam manis!"

*

Berbeda dengan Haris yang uring-uringan, Vanny justru sebaliknya. Ia pikir dirinya akan terbang melayang lantaran banyaknya hal bagus yang terjadi hari itu.

Pertama, tentu adalah pemecatan Haris yang membuat Vanny amat semringah. Aneh memang. Agaknya inilah satu-satunya kejadian di mana ada orang yang senang karena dipecat. Ehm mungkin karena Vanny tak perlu membayar pinalti satu miliar? Bisa jadi.

Kedua, Vanny bisa menghabiskan lebih banyak waktu bersama Bhakti. Imbas nyata dari pemecatan Haris.

Ketiga, Haris melamarnya.

The Ex Who Trapped Me 🔞 "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang