69. Jangan Tanggung Ah!

1K 85 0
                                    

"Bapak baik-baik saja?"

Sepanjang perjalanan dari pertemuan di Hotel Granduta, tak ada sepatah kata pun yang terucap dari bibir Bhakti. Hal tersebut tentu saja membuat Arman menjadi khawatir dengan keadaannya. Di waktu yang tepat, ketika lampu lalu lintas menghentikan laju mobil yang ia kendarai, pada akhirnya Arman bertanya.

Namun, seperti yang sudah ditebak oleh Arman. Tidak akan ada jawaban yang didapatnya. Bhakti hanya menggeleng. Sepenuhnya tidak mengatakan apa-apa.

Bhakti termenung. Terpikirkan perkataan Haris tadi. Ia tau bahwa Haris tidak sengaja mengatakannya. Tapi, karena tidak sengaja itulah yang membuat Bhakti merasa lebih terpukul lagi.

Ada getir yang timbul di pangkal tenggorokan Bhakti. Rasa pahit yang menyadarkan dirinya mengapa Vanny tidak memberi tau pada Haris siapa ayahnya.

Vanny benar-benar membenci aku.

Rasanya malu. Bhakti nyaris tidak ada muka lagi di depan Haris. Terlebih lagi dengan kenyataan bahwa tudingannya pada Haris benar-benar tidak beralasan.

Haris serius ingin menikahi Vanny. Tidak seperti yang ia pikirkan. Tapi, justru Vanny yang ingin menghindari Haris. Dan penyebab hal tersebut hanya satu. Yaitu, dirinya.

Bhakti mengusap kasar wajahnya. Ia tidak pernah mengira bahwa sedimikian dalam akibat perbuatannya menancap dalam kehidupan sang putri.

Maka Bhakti tau persis. Untuk masalah yang kala itu terjadi, baik Haris maupun Vanny sama-sama tidak bersalah. Dirinyalah yang berdosa.

*

Haris dengan sengaja mengambil alih kemudi. Menyuruh Diman untuk langsung pulang ke rumah sementara ia mengantar Vanny ke apartemennya. Ada yang harus mereka bicarakan dan ia tidak tau akan selama apa pembicaraan itu.

"Kamu benar-benar keterlaluan, Van."

Vanny memejamkan mata dengan dramatis. Ketika pada akhirnya mereka sudah berada di dalam apartemen dan Haris menutup pintu di belakang punggungnya, ia tak mampu menahan diri lagi.

Langkah Vanny gontai. Ia menaruh asal tasnya di atas meja ruang tamu. Dan pada saat itu Haris menyambar tangannya. Menyentaknya hingga Vanny berbalik dan mendarat di dada Haris.

"Ris," delik Vanny. "Apa-apaan sih?"

Dengan sekuat tenaga, Vanny meronta. Melepaskan diri dari Haris.

"Apa-apaan sih?"

Haris mengernyit ketika mengulang pertanyaan Vanny. Matanya turut membesar. Sukses membuat kaki Vanny tersurut ke belakang. Mengerjap dalam kesan tak nyaman, ia berusaha menghindari Haris.

"Harusnya aku yang nanya sama kamu, Van," ujar Haris dengan mata yang mendelik pula. "Apa-apaan sih, Van?"

Vanny terdesak. Tak bisa menghindar.

"Kamu bener-bener keterlaluan ya, Van. Bisa-bisanya kamu kepikiran buat minta uang ke Papa kamu. Biar apa? Oh, biar bisa resign dari kantor aku? Iya? Terus kamu mau pergi dari aku? Iya?"

Memegang kepalanya, kaki Vanny tertahan sofa. Ia tidak bisa mundur lagi.

"Ris."

Haris menggeram. "Ras Ris Ras Ris Ras Ris. Apa, Van? Apa? Kamu mau ngeles?"

Kalau bisa tentu saja Vanny ingin berkilah. Tapi, apa lagi yang bisa ia lakukan ketika bukti paling valid sudah terangkat ke permukaan. Bhakti sendiri yang mengatakan soal uang itu. Dan Vanny tidak akan heran kalau Bhakti tau untuk apa ia meminta uang tersebut.

Ah! Kenapa harus ketemu sama Papa sih?

Sekarang semua rencana Vanny berantakan. Bahkan kalaupun uang itu sudah ia dapatkan, Vanny yakin Haris tidak akan melepaskannya begitu saja. Haris tentu akan melakukan berbagai cara untuk memastikan Vanny tidak akan pergi.

The Ex Who Trapped Me 🔞 "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang