19. Ini Jelas Bukan Oleh-Oleh

1.2K 76 5
                                    

"Esti!!!"

Ketika Esti mendapati wajah Vanny melalui lubang kecil di pintu unit apartemen sederhananya, ia tidak mengira bahwa sahabatnya itu datang dalam keadaan emosional. Yang ketika ia membuka pintu maka Vanny langsung menjerit dan menghambur memeluk dirinya.

Esti megap-megap. Tangan Vanny yang melingkari lehernya membuat ia nyaris tidak bisa bernapas. Buru-buru ia menepuk punggung Vanny, mendorongnya, dan berusaha untuk mengurap pelukan tanpa perasaan itu.

"Astaga!"

Mata Esti horor melihat Vanny. Memburu menarik napas seraya memegang lehernya, Esti harus memastikan bahwa tidak ada luka memar yang ditinggalkan oleh Vanny di sana. Gila! Tapi, menurut Esti tangan Vanny tadi tak ubahnya seperti capit kepiting.

"Kamu balik-balik dari liburan bukannya ngasih aku oleh-oleh ...," lirih Esti mendelik. "... eh malah buat drama."

Vanny menjerit. "Ini bukan drama!"

Refleks Esti segera menutup mulut Vanny. Delikan matanya semakin membesar. "Jangan gila," geramnya seraya berusaha menyeret Vanny untuk masuk. Kakinya lantas terangkat. Mendorong pintu untuk menutup. "Apartemen aku ini hunian kelas bawah. Udahlah dempet-dempet, eh dindingnya tipis lagi. Nggak kayak apartemen mewah kamu itu."

Vanny melepas tangan Esti dari mulutnya. Ia cemberut. Tampak ingin menangis.

"Eh?"

Ekspresi wajah Esti seketika berubah. Langsung panik saat mendapati Vanny yang benar-benar terlihat kacau. Ternyata histerisnya tadi bukan histeris lebay belaka.

"Van? Kamu kenapa?"

Esti menarik Vanny untuk duduk di sofa sederhana yang ada di ruang tamu. Ia raih kedua tangan Vannya dan berusaha menenangkannya.

"Va?"

Vanny meringis. Melihat pada Esti dengan sorot tak berdaya. "Es, pinjamin aku duit satu milyar dong."

"What?"

"Aku mau berenti aja jadi sekretaris Haris. Aku nggak kuat lahir dan batin. Aku tertekan. Batin aku tertekan dan ... lahir aku juga tertekan."

Vanny yakin ia mengatakan hal yang sebenarnya. Bukan hanya batinnya yang tertekan, alih-alih lahirnya juga turut tertekan. Alias fisiknya juga turut tertekan. Alias tubuhnya juga turut tertekan. Tertekan di atas kasur lebih tepatnya lagi.

Esti menggelengkan kepala sekali dengan mata yang terpejam dramatis. Lalu ia mengerjap sekali. Ia tatap Vanny dengan sorot tak percaya seperti baru saja menyaksikan Aquaman jualan Le Minerale.

"A-apa, Van? Ehm ... kamu ngomong apa?"

Seperti ada biji duku tersangkut di pangkal tenggorokan Esti. Ingin ditelan, tapi susah. Tidak ditelan, eh ... sayang. Masih ada manis-manisnya sedikit sih.

"K-kamu mau minjam duit sama aku?"

Esti buru-buru menarik udara dengan wajah yang mendongak ke atas. Satu tangannya mengipas tepat di depan muka. Rasa-rasanya ia mendadak gerah.

"Kamu mau minjem duit sama kaum duafa kayak aku itu namanya penghinaan, Van. Mana minjem nggak tanggung-tanggung lagi. Satu milyar?" tanya Esti tak percaya. "Lagi aku jual perawan aja dapat sepuluh juta udah bagus. Ini gimana ceritanya aku punya duit satu milyar?"

"Huaaa!"

Vanny menjerit tak berdaya. Menjatuhkan wajah di pangkuan Esti layaknya seorang bocah yang mengadu pada orang tua.

"Lagian kenapa kamu mendadak bahas duit satu milyar lagi sih, Van? Aku pikir udah beres soal duit satu milyar itu. Sekarang kenapa kamu mendadak mau mundur lagi? Ya elah. Ribet amat sih hidup kamu."

The Ex Who Trapped Me 🔞 "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang