23. Praduga Bersalah? Praduga Tak Bersalah

910 81 4
                                    

Untuk apa sih datang lagi? Mau berapa kali datang ke makam Mama juga nggak bakal ngaruh.

Vanny bukannya tidak tau. Ia jelas tau ketika ada Bhakti di tempat pemakaman umum kala itu. Tapi, ia pura-pura tidak tau. Pura-pura tidak melihat. Karena Vanny menyadari keberadaan Bhakti hanya akan menambah luka di dalam hatinya. Seperti menabur sayatan untuk kesedihan hidup tanpa sosok ibu di dunia. Lantaran ada ayah, tapi ia tetap seorang diri menjalani hari-hari.

"Kamu baik-baik saja?"

Tak langsung menjawab pertanyaan yang datang dua kali padanya, Vanny justru melihat pada bukti basah yang Haris usap di sudut matanya. Ia mengerjap sekali. Meneguk ludah dan bertanya pada dirinya sendiri.

A-aku nangis?

Haris sedikit menelengkan kepalanya ke satu sisi. Demi bisa melihat Vanny yang sontak menunduk di detik selanjutnya. Ingin kembali menanyakan keadaan cewek itu, tapi satu klakson justru mengejutkan dirinya.

"Astaga."

Lampu lalu lintas telah berganti warna. Penyebab mutlak dari klakson yang Haris terima. Dan Haris yang tidak ingin mendapat klakson-klakson lainnya dengan segera melajukan mobilnya. Memberikan kesempatan bagi Vanny untuk mengembuskan napas lega seraya mengusap sisa air mata di sudut matanya.

Haris melirik. Ia memilih diam walau hal tersebut tidak lepas dari tatapannya. Pura-pura tidak melihat bahwa saat itu Vanny berulang kali menarik napas dalam demi menenangkan dirinya. Pun memutuskan untuk tidak mengatakan apa pun di sisa perjalanan mereka.

Ketika pada akhirnya mobil yang Haris kendarai melewati satu portal keamanan, dahi cowok itu mengerut. Tidak ingin bermaksud berlebihan, tapi nyatanya Haris benar-benar menundukkan kepala di atas kemudi demi bisa melihat puncak apartemen yang menjulang itu. Sekali melihat tentunya Haris tidak akan keliru menebak harga per meter untuk hunian di sana.

Vanny melepaskan sabuk pengamannya ketika Haris menghentikan laju mobilnya di sisi gedung. Pada area yang diperuntukkan demi tamu yang berkunjung di sana.

"Makasih."

Haris memastikan bahwa pintu mobilnya terkunci hingga Vanny tidak bisa langsung keluar. Berulang kali mencoba, Vanny selalu gagal untuk membuka pintu mobil. Alhasil, ia pun berpaling. Melihat pada Haris dengan wajah kesal sementara tangannya tetap berusaha mendorong pintu mobil.

"Bukain nggak?"

Membawa kedua tangannya untuk mendarat di atas kemudi, Haris menggeleng dengan senyum di wajahnya.

"Masa aku udah nganter kamu balik, eh ... nggak ada basa-basinya gitu?"

Bola mata Vanny berputar dengan dramatis. "Kan aku udah ngucapin makasih."

"Ya masa makasih doang sih?" tanya Haris tak terima. "Secangkir teh? Beberapa potong kue? Atau---"

"Kamu pamrih?"

Sontak saja pertanyaan Vanny yang memotong perkataannya membuat Haris terdiam. Tapi, hanya beberapa detik. Karena selanjutnya cowok itu justru tampak mengangguk.

"Emangnya zaman sekarang masih ada yang gratis?"

Vanny sontak mengatupkan mulutnya. Mencegah agar umpatan yang yang sudah mengantre di ujung lidahnya tidak meluncur begitu saja.

"Gimana?"

Satu kedipan mata yang dilakukan Haris membuat Vanny merasa mual-mual di perutnya. Tapi, ia tak punya pilihan lain. Hingga pada akhirnya dengan berat hati ia berkata.

"Oke oke oke. Tapi, bentar aja."

Haris tersenyum. "Sip."

Dan lalu kunci di pintu mobil pun terbuka.

The Ex Who Trapped Me 🔞 "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang