86. Mengering, Tapi Masih Menganga

878 108 18
                                    

Membuang napas panjang, Vanny meraih cangkir teh yang tadi ia peruntukkan bagi Tasya. Sama sekali tidak disentuh oleh Tasya hingga akhirnya ia pergi dari sana.

Vanny seorang diri. Menyesap teh dan berharap tenggorokannya akan terasa lebih lega. Namun, ternyata bukan air yang ia butuhkan.

Rasa sesak masih ada. Vanny menaruh kembali cangkir teh di atas tatakan dan matanya mengerjap.

"Mau sampai kapan kamu di sana, Ris?"

Vanny berpaling. Melihat pada ambang pintu. Ia menunggu sejenak dan lantas ada sosok yang pelan-pelan keluar dari balik dinding.

"Aku nggak maksud nguping," kata Haris tampak salah tingkah. "Aku cuma khawatir Tasya bakal ngapa-ngapain kamu."

Mendengkus samar, Vanny menahan ringisan. "Dia nggak ngapa-ngapain aku."

"Iya. Aku lihat kok yang tadi. Ehm ..."

Kedua tangan Haris bergerak abstrak. Lalu menampilkan gestur memeluk diri sendiri.

"... kalian berpelukan. Sambil nangis. Kayak kakak adik."

Haris merutuk di dalam hati. Buru-buru meralat perkataan.

"Kalian memang kakak adik sih."

Suasana menjadi canggung. Dalam hati, Haris lagi-lagi merutuk.

Sepertinya aku memang ada bakat buat mengacaukan keadaan.

Namun, bukan Haris namanya bila membiarkan kecanggungan itu terus berlarut-larut. Ia mendeham dan beranjak. Menduduki kursi yang tadi digunakan oleh Tasya.

"Kamu baik-baik saja kan, Van?" tanya Haris seraya menatap lekat Vanny. Satu kerutan muncul di dahinya tatkala mendapati keadaan Vanny yang kian menyedihkan. "Mungkin memang lebih baik kamu pulang saja, Van."

Vanny mengusap wajah sekilas. Sekarang ia merasa lemas. Pertemuannya dengan Tasya adalah hal yang tak pernah ia bayangkan sama sekali. Dan walau mereka tidak bertengkar, nyatanya tenaga Vanny seorang terkuras habis.

Ini benar-benar waktu yang buruk.

Dari keributan yang melibatkan Widia, lukanya karena Bhakti, dan pembicaraan dengan Tasya. Itu jelas membuat batinnya tersiksa.

"Van."

Vanny mengerjap. Saat itu ia baru menyadari bahwa Haris menggenggam tangannya, entah sejak kapan.

"Aku pikir kamu memang lebih baik pulang."

Kali ini tidak ada kilat geli atau mimik jenaka di wajah Haris. Alih-alih sorot pemakluman yang membuat Vanny justru tertegun.

"Kamu perlu istirahat dan menenangkan diri."

Bila tadi Vanny menolak tawaran Haris untuk pulang, mungkin sekarang sebaliknya. Rasanya ia memang tidak akan bisa bekerja hari itu. Sungguh melelahkan.

Namun, ada sesuatu yang membuat Vanny masih bertahan. Satu keraguan yang sempat terbersit di benaknya dan sekarang semakin menjadi-jadi.

"Ris."

Haris menatap Vanny tanpa melepaskan jemari cewek itu. "Ya?"

"Kamu tau?" tanya Vanny langsung. "Kamu tau apa yang terjadi sama aku?"

Haris bergeming. Untuk itu, Vanny memperjelas maksud pertanyaannya.

"Kamu tau soal keributan aku, Papa, dan mamanya Tasya?"

Wajah Haris berubah tak enak. Mengerjap bingung, ia merasa ragu untuk jujur. Sayangnya ia pun tak yakin bila harus berbohong.

"I-iya."

The Ex Who Trapped Me 🔞 "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang