"Kamu jadi kan ikut aku ziarah ke makam Mama hari ini?"
Bersiap di pagi itu, Vanny dengan sengaja mengaktifkan fitur pengeras suara ketika menghubungi Esti. Ia taruh ponsel itu di atas meja riasnya sementara ia dengan cekatan menata rambutnya.
"Ya pasti jadi dong. Kalau aku nggak nemenin kamu ... terus siapa lagi?"
Vanny hanya mendengkus samar mendengar perkataan Esti. Tidak menjawab sementara ia ingat dengan pasti hari itu ia akan pergi bersama dengan Haris ke makam ibunya. Entah apa yang akan Esti katakan bila ia bertemu dengan Haris nanti. Ah! Vanny tidak ingin membayangkannya.
"Kita ketemuan di makam aja ya, Van?"
Suara Esti membuat Vanny mengerjapkan mata. Nyaris saja ia hanyut dalam lamunannya.
"Soalnya aku hari ini jaga sampe malam. Abis dari makam aku langsung balik ke butik lagi."
Sudah barang tentu Vanny setuju mengingat ia pun akan pergi bersama dengan Haris. Bisa dikatakan ini adalah kebetulan yang bagus.
"Iya. Kita ketemuan di makam aja."
"Oke. Kalau gitu ... sampe nanti."
Ketika panggilan itu berakhir, Vanny membuang napas panjang. Ia tidak tau bagaimana reaksi Esti nanti bila tau bukan ia satu-satunya yang menjadi teman Vanny datang ke makam kali ini. Berkat Haris yang terus saja nekat, pada akhirnya Vanny pun melakukan kenekatan yang serupa.
Vanny mengajak Haris ke makam ibunya. Membuat cowok itu kebingungan ketika melihat berkeliling di tempat pemakaman umum. Ketika pada akhirnya tatapan mereka bertemu, Vanny langsung bertanya.
"Kamu mau ketemu orang tua aku kan?"
Jelas sekali Vanny bisa melihat raut tak mengerti di wajah Haris. Tapi, Vanny justru tampak sebaliknya. Ia santai saja. Bahkan ketika berkata.
"Ini orang tua aku. Lebih tepatnya Mama aku."
Pandangan mata Vanny lantas pindah pada satu makam yang mereka datangi. Keadaannya masih sangat terawat. Cukup menjadi tanda bahwa ada keluarga yang sering mengunjunginya.
"Ayo."
Setelah beberapa detik Vanny tidak mendengar sepatah kata pun dari bibir Haris, ia berpaling. Kembali melihat pada cowok itu dengan ekspresi santai. Beda sekali dengan Haris yang terlihat makin salah tingkah.
"Sapa Mama aku."
Haris mengerjapkan matanya. Dengan kedua tangan di depan tubuh, ia terlihat meneguk ludah. Bingung, tapi ia pun mengangguk pada Vanny. Sebelum pada akhirnya ia berkata dengan suara lirih.
"Selamat sore, Tante."
Vanny memerhatikan Haris dalam diam. Tidak mengatakan apa-apa. Tapi, ketika melihat cowok itu menggaruk tekuknya dengan salah tingkah membuat ia geli juga. Hanya saja Vanny memastikan kekehannya tidak lolos.
"Ehm ...."
Deheman Haris terdengar. Sesekali ia melirik pada Vanny, tapi cewek itu mengabaikannya. Seolah menyerahkan tempat dan waktu untuk benar-benar digunakan Haris demi menyapa ibunya.
"Perkenalkan ehm ... nama aku Haris, Tante."
Haris buru-buru menahan napas di dada. Wajahnya terasa panas dan kaku. Malu? Jelas sekali.
Memangnya sejak kapan ada orang yang kenalan dengan mendiang? Di makam lagi? Astaga, Ris. Kayaknya benar kata Vanny. Kamu udah nggak waras. Kamu emang udah gila.
Namun, Haris bisa apa? Ingin menolak pun rasanya tidak enak untuk Haris lakukan. Terlebih lagi ia tidak ingin menimbulkan perdebatan di sana. Tidak sopan dan tidak etis.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ex Who Trapped Me 🔞 "FIN"
RomanceMendapat pekerjaan sekaligus bertemu mantan pacar? O oh! Vanny tidak pernah berharap hal itu terjadi dalam skenario hidupnya. Bagi Vanny mantan pacar adalah spesies yang seharusnya punah dari peradaban manusia. Sementara bagi Haris lain lagi. Menuru...