"Mama."
Ketika Bhakti sudah berlalu dari sana, Tasya memaksa kakinya untuk bergerak. Melangkah walau tertatih. Menghampiri Widia yang terus menangis tanpa henti.
"Mama."
Widia berpaling. Menatap Tasya dengan sepasang mata yang penuh dengan genangan air mata. Kesedihan terpancar jelas di sana. Ia buru-buru meraih Tasya.
"Tasya."
Tasya hanya bisa diam ketika kedua tangan Widia naik dan menangkup wajahnya. Widia menatapnya dengan lekat. Bola matanya yang kabur meneliti keadaan sang putri. Memastikan bahwa Tasya baik-baik saja.
"Kamu nggak apa-apa kan?" tanya Widia khawatir. "Kamu nggak usah takut. Mama akan melakukan apa pun agar kamu bahagia."
"Ma."
Tasya memegang tangan Widia. Menahan kata-kata yang siap untuk kembali terucap dari bibirnya.
"Maafin aku, Ma," kata Tasya lirih. "Aku minta maaf."
Widia terdiam untuk beberapa saat. Ia seolah butuh waktu untuk mencermati apa maksud perkataan Tasya. Lalu ketika dilihatnya mata Tasya yang mengembun detik demi detik, Widia segera menggeleng.
"Nggak, Sya. Kamu nggak salah apa-apa. Kamu nggak perlu minta maaf."
Namun, wajah Tasya terlihat makin merasa berdosa. Mendorong ia untuk kembali mengucapkan permintaan yang serupa.
"Maafin aku, Ma. Gara-gara aku, Mama dan Papa---"
Ucapan Tasya menggantung di sana. Karena selanjutnya ia tak bisa berkata apa-apa lagi. Pundak Tasya berguncang. Isakan yang sedari tadi ia tahan, pecah. Air mata yang sedari tadi ia bendung, tumpah. Ia menangis dengan rasa penyesalan.
"Maafin aku, Ma."
Tangisan Tasya membuat Widia tertegun. Ia buru-buru mengusap air mata Tasya tanpa memedulikan air matanya sendiri.
"Kamu nggak salah, Sya. Bukan kamu yang salah," ujar Widia berulang kali seraya terus menggeleng. "Ini semua salah Diah dan Vanny."
Tasya menggigit bibir bawahnya. "Mama."
Pandangan Widia berpindah. Menuju ke lantai atas. Dengan napas menggebu, ia lantas berkata.
"Kamu tunggu di sini, Sya."
Tasya menggeleng. Berusaha menahan Widia.
"Mama harus bicara sama Papa. Papa nggak boleh seperti ini ke kamu."
"Ma, jangan."
Tasya masih berusaha menahan Widia. Ia terus menahan agar Widia tidak pergi. Lantaran satu alasan.
"Aku nggak mau Mama ribut lagi dengan Papa."
Namun, Widia tidak mendengarkan perkataan Tasya. Ia bangkit. Mengabaikan Tasya dan dengan langkah terburu-buru, ia segera menaiki anak tangga satu persatu.
Widia segera menuju ke kamar. Berniat untuk langsung bicara kembali dengan Bhakti, ia justru tertegun ketika melihat pemandangan di kamarnya.
Kepala pelayan mereka yang bernama Marsita baru keluar dari ruang pakaian. Dengan menyeret satu koper. Yang tentu saja berisi pakaian.
Tubuh Widia membeku. Menatap kosong pada koper itu sementara Marsita menundukkan wajahnya. Tidak berani melihat Widia. Takut pula untuk bersuara.
Bhakti muncul. Ia yang semula ingin langsung pergi dari sana, sontak berhenti melangkah ketika menyadari keberadaan Widia.
"Papa serius?"
Ada ketidakpercayaan dan kepedihan yang tersirat dari suara Widia. Yang mungkin ia pikir akan bisa menyentuh rasa iba Bhakti. Untuk menarik ucapannya. Untuk tidak benar-benar meninggalkan rumah tangga yang sudah lama mereka bina.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ex Who Trapped Me 🔞 "FIN"
RomanceMendapat pekerjaan sekaligus bertemu mantan pacar? O oh! Vanny tidak pernah berharap hal itu terjadi dalam skenario hidupnya. Bagi Vanny mantan pacar adalah spesies yang seharusnya punah dari peradaban manusia. Sementara bagi Haris lain lagi. Menuru...