90. Kesempatan Tiap Masa

958 92 19
                                    

Bila ada satu hal bagus di Senin pagi itu maka jawabannya adalah fakta bahwa Vanny tidak lagi bekerja. Setidaknya Haris tidak perlu pusing harus bersikap seperti apa setelah kejadian lamaran dadakan tempo hari. Jujur, ia masih malu dan kesal jika mengingat kejadian tersebut.

Malu-maluin kaum cowok aja kamu, Ris.

Harga diri Haris terkoyak. Rasanya ia tak bisa memaafkan diri sendiri. Bagaimana bisa ia menyia-nyiakan momen berharga itu?

Nggak. Aku nggak bisa biarkan ini.

Haris memutar otak. Setelah ia duduk di balik meja kerja dan Astrid datang, ia segera berkata.

"Tolong cek jadwal aku selama tiga bulan ke depan, Bu. Apa aku bisa cuti sekitar seminggu?"

Astrid mengerjap. "Seminggu, Pak?"

"Iya," angguk Haris. Kedua tangan mendarat di meja dan ia meremasnya satu sama lain. "Aku mau ngajak Vanny ke Paris."

Kali ini mata Astrid membesar. "Ke Paris?"

"Iya," angguk Haris lagi. "Aku mau melamar Vanny di Menara Eiffel."

"Oh, Tuhan. Selamat, Pak."

Haris mesem-mesem lihat ekspresi bahagia Astrid. Ia menyeletuk.

"Selamatnya nanti, Bu. Kalau aku sudah beneran menikahi Vanny."

Kebahagiaan di wajah Astrid langsung berganti ekspresi geli. "Ah. Iya, Pak. Ehm jadi Bapak mau cuti seminggu dalam waktu tiga bulan ini?"

"Iya dan sepertinya kita harus gerak cepat, Bu."

Astrid yang sudah keburu memeriksa jadwal Haris di tablet, mengangkat wajah. Jarinya berhenti menggeser layar.

"Sekretaris kedua. Aku harus cari sekretaris kedua secepatnya. Vanny sudah nggak kerja, jadi otomatis semua kembali di-handle Ibu."

Astrid tahu niat awal Haris memperkerjakan Vanny. Namun, tak urung kehadiran Vanny memang membantu pekerjaannya. Setidaknya Vanny bisa menggantikan dirinya dalam mencatat putusan rapat, mengetik surat, atau menyortir berkas selama enam bulan belakangan. Pun mendampingi Haris ketika ada acara di luar.

Keputusan Haris tepat terlepas dari tujuan terselubungnya. Untuk itu tentu saja Astrid bersyukur. Apalagi karena Haris kembali berkata.

"Ibu harus terapi dan nggak bisa terlalu banyak kerja di luar. Sementara aku harus sering keliling. Jadi memang harus cari sekretaris kedua. Ehm mungkin kali ini kita cari cowok saja, Bu."

Astrid menahan udara di dada. Ia mengangguk dengan mata berkaca-kaca.

"Baik, Pak."

Haris mengangguk lega. "Oke. Kalau begitu Ibu silakan atur ulang jadwal aku. Presss semua jadwal yang bisa dipres. Aku lembur juga nggak apa-apa. Yang penting aku bisa cuti seminggu."

"Akan saya lakukan seperti keinginan Bapak."

Tentunya bukan hanya jadwal pekerjaan yang menjadi fokus Haris sekarang. Melainkan ada hal lain yang lebih penting lagi. Yaitu, ia tak lupa meminta Astrid untuk memesan cincin lamaran.

Pokoknya lamaran kedua ini nggak boleh berantakan.

Cincin? Oke.

Reservasi restoran? Oke.

Tim okestra ternama? Oke.

Haris mencurahkan semua daya dan upaya untuk memperbaiki kesalahan tak disengaja yang ia perbuat. Penuh tekad, ia akan memberikan lamaran yang tak akan dilupakan Vanny.

Alhasil tak aneh bila Haris sibuk dan lembur. Dimulai dari hari itu, ia bekerja siang dan malam demi seminggu liburan bersama Vanny.

Uh! Haris tak bisa membayangkannya. Setelah sekian lama ia tak memeluk dan mencium Vanny, akhirnya ia bisa mendapatkan waktu berdua saja.

The Ex Who Trapped Me 🔞 "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang