Satu ketukan membuat Haris refleks melihat pada pintu kamarnya. Saat itu bertepatan dengan dirinya yang baru saja menarik ekor dasi. Maka seraya merapikan dasinya, ia pun berkata dengan lesu.
"Masuk."
Adalah Sekar yang kemudian muncul dari balik pintu. Dengan senyum khawatir yang langsung muncul tatkala ia mendapati keadaan Haris yang tidak seperti biasanya pagi itu.
Haris tampak kusut. Walau rambutnya tersisir rapi dan pakaiannya licin seperti biasanya, ia terlihat tidak bersemangat. Lesu, tak ada gairah.
"Haris," panggil Sekar seraya masuk dan menutup pintu kamar. "Kamu baik-baik saja?"
Membuang napas panjang, Haris mengangguk. Menjawab tanpa kata-kata. Tapi, tentu saja Sekar tau bahwa bukan itu kenyataan yang sebenarnya.
Sekali lihat, Sekar bisa mengambil kesimpulan valid. Haris sedang tidak baik-baik saja. Dan Sekar tidak heran sama sekali. Terlebih lagi, ia pun tau penyebabnya apa.
Kemaren pas ada masalah dengan Vanny, Haris sakit. Sekarang Vanny yang sakit, eh Haris ikut-ikutan lesu. Memang susah kalau lagi jatuh cinta. Badan di mana, pikiran di mana.
Untuk hal tersebut, Sekar tau dengan pasti bahwa tidak ada makanan, minuman, atau suplemen penambah energi yang manjur untuk Haris. Karena saat ini yang Haris butuhkan memang hanya satu. Yaitu, hubungannya dengan Vanny kembali membaik.
Dan itulah yang akan Sekar upayakan. Ia akan melakukan apa pun agar Haris dan Vanny membaik kembali.
"Baguslah kalau kamu baik-baik saja."
Tidak mendebat kebohongan yang Haris berikan padanya, Sekar beranjak. Membantu Haris untuk merapikan penampilannya.
"Kamu kerja hari ini yang semangat ya?"
Kembali, Haris hanya mengangguk lesu. Tapi, Sekar tidak akan menyerah untuk menenangkan perasaan putra sematawayangnya itu.
"Oh iya. Nanti kalau kamu udah sampe di kantor, kamu kasih tau Mama. Vanny hari ini masuk kantor atau nggak."
"Kenapa, Ma?"
Sekar berdecak samar. Menyadari sesuatu lainnya.
Kan. Dari tadi ditanya apa-apa, jawabnya cuma ngangguk. Pas giliran bawa nama Vanny aja baru deh suara Haris keluar.
"Ehm ... karena kalau Vanny nggak masuk," jawab Sekar tersenyum. "Biar Mama samperin dia di apartemen. Biar Mama temenin dia. Siapa tau kan dia butuh sesuatu. Dia kan lagi sakit."
"Oh."
Haris manggut-manggut. Berpikir singkat, yang dikatakan oleh sang ibu ada benarnya. Ia mengangguk.
"Iya, ntar aku kabarin sama Mama."
"Mama tunggu kabar dari kamu. Dan ngomong-ngomong ..."
Sekar mengangkat wajahnya. Melihat wajah Haris yang lesu tanpa senyum.
"... kamu jangan manyun gini ah. Anak cakep nggak boleh manyun."
Sekar tersenyum seraya menatap Haris. Layaknya ia yang tengah mengajari Haris untuk tersenyum.
"Senyum dong. Dikit aja."
Sebenarnya Haris benar-benar sedang tidak bersemangat. Bahkan untuk tersenyum pun rasanya berat sekali. Tapi, karena Sekar yang meminta, mau tak mau ia pun berusaha untuk melakukannya. Walau pada akhirnya bukan senyum manis yang Sekar dapatkan. Alih-alih senyum meringis yang ia lihat.
Sudahlah. Nggak apa-apa.
Sekar memberikan tepukan kasih di lengan sang putra. "Berangkat kerja hati-hati."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ex Who Trapped Me 🔞 "FIN"
RomanceMendapat pekerjaan sekaligus bertemu mantan pacar? O oh! Vanny tidak pernah berharap hal itu terjadi dalam skenario hidupnya. Bagi Vanny mantan pacar adalah spesies yang seharusnya punah dari peradaban manusia. Sementara bagi Haris lain lagi. Menuru...