PROLOG

3.3K 38 3
                                    

Zian menatap jam tangan yang melingkar di tangannya. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 21.00 WIB.

Hari ini adalah hari pertamanya bekerja di sebuah toko. Zian yang baru saja menyelesaikan pekerjaan paruh waktunya terlihat sedang berdiri di depan tempatnya bekerja.

Hanya tinggal dirinya sendiri yang masih ada di tempat tersebut seperti sedang menunggu seseorang. Sedangkan teman-teman satu shift nya sudah pulang 15 menit yang lalu.

Zian bisa saja meminta tumpangan pada temannya. Hanya saja dia tidak mau merepotkan temannya yang harus putar balik untuk pulang.

Walaupun teman-temannya sudah pasti akan dengan senang hati memberikannya tumpangan.

"Bg Zean ke mana sih? Lama banget perasaan. Manaan udah sepi lagi."

"Apa gue tunggu di sebrang aja kali ya?"

Zian langsung bergegas menuju ke sebrang jalan tempat di mana halte bus berada. Jalanan saat itu sedang sepi pengendara.
Gadis itu berjalan dengan mata yang fokus pada ponselnya dan sesekali memperhatikan jalannya.

Dirinya yang saat itu sedang fokus dengan ponsel di tangannya tanpa sadar ada seorang pengendara motor sedang melaju menuju ke arah dirinya.

"MINGGIR!!!"

Zian yang mendengar suara teriakan tersebut langsung menolehkan kepalanya ke arah orang yang baru saja meneriaki namanya. Sontak hal itu membuat kedua katanya membulat dengan sempurna.

"AAAA!!!"

Zian menutup kedua matanya serta telinganya menggunakan kedua tangannya. Suara decitan ban motor bergesekan dengan aspal terdengar sangat jelas di telinganya.

"Woy lo tuli ya?!"

Zian membuka matanya secara perlahan untuk melihat orang yang baru saja berteriak tepat di depannya ini.

"Gue suruh minggir ya minggir! Bukannya malah bengong di jalan!"

Sepasang mata Zian menangkap seorang pria mengenakan helm dengan kaca yang terbuka.

Ah sial!

Pria itu tidak sendirian. Ada beberapa orang yang berada tak jauh dari posisinya saat ini. Jika di hitung ada 6 orang pengendara motor sedang menatapnya dari balik helm yang mereka gunakan.

"Lo denger gue ngomong nggak sih?!"

"Nggak usah teriak-teriak juga kali! Gue nggak tuli!"

"Kalau lo nggak tuli kenapa lo masih di tengah jalan? Padahal gue udah suruh lo minggir!"

Zian meneguk ludahnya dengan susah payah mendengar suara bariton dari pria tersebut. Memang dia akui itu adalah kesalahannya yang tidak terlalu fokus dengan jalanan.

"Kalau sampe tadi lo ketabrak gue juga yang repot."

"Lo juga naik motor nggak usah ngebut-ngebut bisa kan? Lo fikir ini jalan nenek moyang lo apa?"

"Lo yang bego! Kalau jalan mata tuh ke depan bukan ke handphone!"

Dari kejauhan, pendengaran mereka menangkap suara sirine polisi yang terlihat sedang menuju ke arah mereka semua.

"Sialan. Cabut cabut."

"Cepat juga tuh polisi nyampenya."

"Gue tandai muka lo."

Sekelompok pria pengendara motor tersebut kembali melanjutkan pelarian mereka menghindari kejaran polisi di belakang.

Satu di antara mereka kembali menolehkan kepalanya ke arah Zian dengan satu tangan menunjuk matanya sendiri lalu beralih menunjuk ke arah Zian sendiri.

Sesaat kemudian, dia kembali menancap gas memecah jalanan malam dengan Zian yang masih menatap kepergian mereka dengan tatapan kosongnya.

-acha.

ANGKASA || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang