Prolog

1.8K 54 0
                                    

"Yey, Mama jemput Alen!!" 

Seorang anak perempuan dengan dasi merah berlari memeluk wanita setengah baya yang tengah berdiri di dekat gerbang sekolah.

"Gimana sekolah Alen? Tadi belajar apa aja?" tanya Alea—mama Alena—sambil mengelus rambut Alena.

Alena tersenyum, menunjukkan salah satu giginya yang ompong. "Gigi Alen copot tadi, Ma! Temen-temen Alen panik karena mulut Alen berdarah, guru Alen juga!" jelasnya sambil tertawa.

"Kok bisa copot?" Alea turut tertawa.

"Tadi Alena makan permen yang mirip permen karet itu, Ma, di kelas. Terus, permennya nempel di gigi depan Alen, pas Alen mau ambil permennya pakai lidah, eh, giginya ikutan kecabut!" 

Mata Alen melotot sambil memperagakan bagaimana ia tak sengaja mencabut gigi seri yang berada di depan atas sebelah kiri yang sudah goyang sejak seminggu lalu.

Alea tertawa dengan satu tangan menutup mulutnya. "Ada-ada aja anak Mama inii! Oke, ayo kita jemput Ko Ucas!"

"Ayok!"














"Papa, tangkap!" teriak Lucas sambil melempar bola basket.

Levin—papa Lucas—menangkap dengan cekatan, lalu segera melempar bola basket ke ring. "Yes, masuk!"

"Ah, Papa sama Ko Ucas curang! Kalian itu tinggi, Alen sama Mama, 'kan, pendek!" gerutu Alena dengan peluh membasahi wajahnya.

Mereka telah bermain selama dua jam di lapangan basket komplek. Mulai pukul tiga sampai pukul lima sore.

"Tau, nih. Aku ngambek ya, Pa." Alea memalingkan wajah, berpura-pura kesal.

Levin terkekeh, "Cuma permainan, Ma. Yuk, pulang! Pinggang Papa encok sebentar lagi. Alena juga besok mau kelulusan SMA, lho! Gak boleh kecapean."

"Siap! Koko jangan lupa datang!" tegas Alena.

"Iya, Koko udah nitip absen ke temen kok, atau gak izin ke dosen besok," jawab Lucas sambil memutar bola basket di tangannya.

Kedua Alis Levan terangkat. "Gimana kalau sebelum pulang, kita beli es krim dulu? Alena mau?"

"Mauu!" jawab ketiganya semangat.

"Heh, Papa cuman nanya Alena, ngapain kalian ikutan mau?" kelakar Levin.

"Ih, Papa!" sungut Lucas dan Alea bersamaan.

Levin tertawa, "Iya, Papa bercanda. Ayok kita beli es krim!"

"Ayok!"

















Di bawah langit kelabu dengan gerimis yang kerap menyertai, sepasang saudara kandung masih terus berlutut. Membiarkan aliran bening dari mata mereka menyatu dengan rintik hujan. Dua gundukan tanah basah di hadapan mereka yang menjadi penyebabnya.

Yang lebih muda masih menatap kosong dua nama yang ditulis di atas kayu yang saling melintang. Sedang yang lebih tua merangkul juga mengusap bahunya.

"Lucas, Alena, Om sama Tante pulang duluan, ya? Kalau ada perlu apa-apa, kalian bisa hubungi kita." Sepasang suami istri tadi mulai berjalan menjauh, menyisakan mereka sendirian di tengah-tengah pemakaman.

Angin mulai berembus kencang, membawa beberapa daun kering beterbangan tak tentu arah. Alena menggigil, kembali mengeratkan kemeja hitamnya.

"Alen, kita pulang, yuk? Hujannya makin deres," tawar Lucas. Ia mulai berdiri, menghapus sisa air mata di pipinya.

Alena mengangguk. Dengan berat hati ia berdiri. Mengusap penuh kasih juga tak rela pada kedua nisan. "Papa, Mama, yang tenang di sana. Alen sama Koko Ucas pulang dulu." Setelah mengatakan itu, kembali tangisnya mengeras.

Lucas memeluk kembali adiknya. "Udah, udah, kalau kamu nangis terus, Papa sama Mama sedih, lho," ucapnya dengan suara bergetar. Ia tengah menahan mati-matian isakannya.

"Kenapa harus secepat ini, Ko? Kenapa mereka secepat ini ninggalin kita? Padahal baru dua hari kemarin Alen lulus SMA," lirih Alena.

"Takdir, Alen. Ini semua udah takdir kita. Kita ikhlasin perlahan, ya?"

"Susah, Ko. Aku gak mungkin pernah bisa ikhlasin kepergian Papa sama Mama." Alena menatap kakaknya dengan mata sembab.

Lucas mengusap pucuk kepala Alena. "Susah bukan berarti gak bisa, Alen. Gakpapa, kamu masih punya Koko," bisiknya, "kita pulang, ya?"

Alena mengangguk pelan. Kembali matanya menatap makam papa dan mamanya. "Dadah, Papa, Mama."

Mereka mulai melangkah. Semakin jauh, semakin berat rasanya. Beberapa kali mereka melirik ke belakang, berharap semua hanya mimpi, dan mereka akan bangun sebentar lagi. Namun, inilah kenyataan yang tak akan pernah bisa dihindari. Tak akan pernah bisa dipungkiri.



🏡🏡🏡

See ya at the next part~



Dee lupa up prolognyaaaaa-!

Pengen nangez, hampura sadayana 🙏🙏

𝙆𝙤𝙨𝙖𝙣 𝘼𝙡𝙚𝙣 || 𝙏𝙧𝙚𝙖𝙨𝙪𝙧𝙚『√』Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang