50. Who r u?

207 35 9
                                    

TEU-HA!

Semilir angin menerpa tubuh lesunya yang berjalan lemas di antara gundukan tanah dengan taburan berbagai bunga di atasnya. Langit sore yang biasanya bersinar tampak mendung mewakili perasaannya yang tak lagi cerah.

Langkahnya berhenti di salah satu makam yang sudah beberapa hari ini rajin ia kunjungi. Dengan satu buket bunga lily putih, Lucas berlutut, tangan gemetarnya meletakkan buket itu di depan nisan batu.

"Maaf."

Entah sudah berapa kali ia mengucapkan kata yang sama di hadapan makam persona yang ia sayang sepenuh hati.

"Maaf, Koko gak bisa ngejaga Alena dengan baik."

Bahkan air mata tak lagi mampu keluar dari pelupuknya. Hal yang tersisa hanya penyesalan juga rasa sesak yang teramat di lubuk hatinya.

Ia perlahan bangkit, mengusap kedua batu nisan itu sebelum berbalik menjauhkan diri.

"Udah?"

Lucas mengangguk menjawab Haechan.

Ia menerima uluran jas yang Haechan berikan. "Udah mau hujan, harus buru-buru kalau gak mau kehujanan di jalan."

"Kita naik mobil, Echan."

"Sama aja."

Lucas mengalah. Tenaganya seakan terkuras habis hanya dengan beberapa langkah dari makam. Memerhatikan kendaraan yang berlalu-lalang serta toko-toko yang mereka lewati, Lucas menghela napas. Ia menjadi terlalu familiar dengan jalanan yang setiap hari ia lalui belakangan ini.

"Udah sampai," ucap Haechan menyadarkan Lucas.

Lucas tanpa kata mulai membuka pintu mobil tepat setelah mesin mobil dimatikan. Sebelum melangkah terlalu jauh, ia menoleh karena panggilan dari Haechan.

"Titip salam buat Alena sama yang lain. Gue langsung balik ke kantor." Haechan melambaikan tangan dan pergi setelah menyalakan mesin mobil.

Lucas tersenyum tipis dalam jalannya ke salah satu ruangan di rumah sakit.

Sekretarisnya itu memang sangat bisa diandalkan. Ia mampu mengerjakan pekerjaan Lucas yang tak sempat ia kerjakan karena belakangan ini terlalu sibuk meeting juga mengunjungi kedua orang tuanya serta adik tersayangnya yang kini masih terbaring tanpa mau membuka matanya.

"Oi, Ko," sapa Jeongwoo yang lagi makan nasi pakai martabak telor di kotak bekalnya.

"Udah pulang aja, Woo," balas Lucas menuju Alena yang tertidur tenang dengan Doyoung yang ikut tertidur dengan menelungkupkan kepala di atas ranjang Alena.

Jeongwoo mengangguk dengan mulut menggembung. "Sekolah gue lagi persiapan ujian praktek kelas 12, jadi gue pulang cepat."

Mengangguk, Lucas beralih membelai pucuk kepala Alena. Suara elektrokardiograf jadi hal yang selalu ia dengar dua minggu ini. Masker oksigen masih setia menutup sebagian wajah manis adiknya.

"Belum ada perkembangan?" Suara lemah Lucas membangunkan Doyoung.

Masih berusaha mengumpulkan kesadaran, Doyoung menggeleng. "Belum ada yang sifgnifikan, Ko."

Lucas menghela napas. "Lu boleh pulang. Besok ada kelas pagi, 'kan?"

"Gak masalah, Ko. Aku mau di sini lebih lama."

"Lu juga harus istirahat. Tangan lu yang retak itu juga butuh perhatian khusus." Lucas mengusak rambut Doyoung.

Doyoung mau tak mau mengangguk. "Aku pulang, ya."

"Sama Jeongwoo sana."

Merasa disebutkan, Jeongwoo memberengut. "Diusir. Males banget ngusir-ngusir."

"Kasian Doyoung kalau pulang sendiri. Lu anterin sana." Lucas berkacak pinggang.

𝙆𝙤𝙨𝙖𝙣 𝘼𝙡𝙚𝙣 || 𝙏𝙧𝙚𝙖𝙨𝙪𝙧𝙚『√』Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang