Epilog

237 34 1
                                    

Jemari lentiknya berhenti mengetikkan aksara yang terukir rapih di balik layar laptopnya. Senyumnya mengembang begitu kata THE END tertulis sempurna di akhir paragrafnya.

Ada perasaan bahagia, bangga, serta sedih yang kini mengisi penuh relung hatinya. Satu lagi cerita yang berhasil ia tamatkan dalam kurun waktu setahun setelah banyak halang rintang ia lewati.

Meregangkan tubuhnya sejenak, hingga persendiannya berbunyi, ia berdiri menumpukan tubuh pada teralis di balkon kamarnya.

Angin sore menerpa wajah serta surainya yang sudah memanjang. Dalam satu tarikan napas, senyumnya lagi-lagi melengkung indah.

Kesunyian yang jarang sekali ia dapatkan terasa janggal namun cukup melegakan. Setidaknya dalam beberapa detik ke depan dunianya tenang sejenak.

"Hening banget, ya?" monolognya menatap rumah yang lebih besar di sebelahnya.

Matanya terpejam, menikmati waktu istirahatnya dari kesibukannya sehari-hari sebagai penulis juga seniman.

"Ah, tenang bang--"

"--SATT! MOTOR GUE, JEONGI!"

Wajah tenangnya langsung berubah datar. "Ah, mulai lagi."

Dua pemuda yang kini baru sama-sama menghentikan motor di halaman rumahnya kini tengah berlarian. Salah satunya dengan marah mengejar pemuda di depannya yang justru tertawa senang sambil berulang kali berteriak.

"Motor gue jadi bau tai kucing, woi!" geram salah satunya.

"Mana gue tau kalau di situ ada tai kucing, Toto!"

"Sini lu, Jeongwoo!"

"Maaf, Harutoo! Alena, tolongin gue!"

Alena yang bertengger di balkon hanya bisa melambaikan tangan. "Semoga selamat, Jeongjeong."

Dua pemuda titan itu akhirnya berlari keluar rumah. Entah sampai kapan akan berlarian seperti itu. Pak Asep yang menjaga gerbang menggeleng lelah.

"Ramai, ya?"

Ucapan dari belakangnya membuat Alena menoleh. "Kak Ochi."

Yoshi tersenyum di pintu kamarnya yang terbuka. "Tadi kamu aku panggilin terus, tapi gak dibalas."

Alena mengangguk. "Maaf, gue gak dengar. Kenapa, Kak?"

"Bang Uncuk ngajak bakar-bakaran di halaman belakang. Anak-anak yang lain lagi temenin Jihoon sama Junkyu belanja," jelas Yoshi mengajak Alena turun.

"Wah, dalam rangka apa ini?"

"Dalam rangka ulang tahun kamu?"

Langkah Alena terhenti di anak tangga terakhir. "Gue?"

Yoshi tertawa kecil, "Kamu ulang tahun, lupa?"

Alena hanya bisa tertawa kaku dan menggaruk lehernya. Langkah mereka sampai di halaman belakang. Semua jemuran yang tadinya tergantung di sana sudah bersih diangkat semua.

Oh, kecuali boxer Jaehyuk yang bergambar hati merah dan merah muda.

Yoshi buru-buru narik satu-satunya jemuran yang tersisa itu, lalu mengantonginya di celana sebelum Alena sadari.

"Nah, itu udah pada datang!"

Alena membalikkan tubuhnya, mendapati sembilan persona yang datang dengan senyum lebar mengembang. Tidak termasuk Jeongwoo dan Haruto yang lagi dijewer Hyunsuk dengan baju seragam mereka yang kotor.

"Kalian gue suruh bersih-bersih, mandi biar wangi habis dari sekolah, malah kejar-kejaran sampai nyebur ke selokan! Buruan mandi, atau kalian gak dapat jatah makan!" seru Hyunsuk mendorong kedua pemuda itu masuk ke kosan.

Junghwan udah ketawa ngakak sampai membungkuk, terus nabok pundak Asahi sampai bikin Asahi oleng dan peluk pohon mangga.

"Aw, ada orang ganteng peluk aku!"

Asahi langsung berdiri, bergidik ngeri digodain sama penghuni pohon mangga. "Amit-amit."

Alena menahan tawanya, lantas membantu Hyunsuk, Jihoon, dan Junkyu menyiapkan pesta kecil-kecilan yang disiapkan untuknya. Pak Asep bahkan ikut berpartisipasi bersama keluarga kecilnya.

Lucas dan Haechan datang dengan kue ulang tahun tidak lama setelah semua persiapan selesai.

"Selamat bertambah umur, adik koko yang paling koko sayang," ucap Lucas memeluk dan mengecup pucuk kepala Alena.

"Makasih, Ko. Love u too." Alena balas melingkarkan tangannya di pinggang Lucas.

Mata Lucas menatap pada penghuni kosannya songong seolah mengatakan kalian-gak-bisa-gini-kan?

Wajah-wajah kesal juga iri langsung ditunjukkan oleh beberapa persona.

"Selamat bertambah tua, Alena!" seru pemuda mungil yang baru datang sambil merentangkan tangannya yang membawa bungkusan hadiah.

Alena terkejut dan langsung berlari memeluk salah seorang kakak tersayangnya. "KAK CIO!"

"HEH, GAK BOLEH PELUK-PELUK!"

"Iya, iya!" balas Alena pada kokonya.

Suara tawa mereka bersahutan, pesta alakadarnya yang mereka buat mulai dibereskan. Alena yang jadi tokoh utama di pesta ini pun turut membantu membawa piring kotor ke dapur di rumahnya.

Lelah melanda, Alena akhirnya hanya mampu duduk termenung di atas rumput. Wajah plonga-plongonya ia tolehkan ke pos Pak Asep yang sudah kosong karena si penghuninya sudah pulang bersama keluarganya.

"Ah, gue mau ngapain lagi setelah ini, ya?" monolognya menatap balkon perpustakaan yang kosong.

Bayangan kala seorang pemuda bermata rubah memetik senar gitar dengan lihainya di balkon perpustakaan membuatnya mulai merindukan pemuda itu.

Pipinya kembali bersemu. Bisikan dari si pemuda di bandara berputar bagai kaset rusak di otaknya.

"Happy birthday."

Alena menoleh cepat begitu suara yang ada di pikirannya justru menjadi nyata mengetuk gendang telinganya.

Senyum manis yang terukir indah itu membawa efek yang serupa pada Alena. Menerima uluran tangan pemuda di belakangnya, Alena berdiri.

Senyumnya masih sama, tak luntur sedikit pun.

"Udah lama, ya?"

Alena mengangguk setuju.

"Iya, lama kita gak bertemu, Yedam."















FINAL ENDING













TEU-BABAIII!!

𝙆𝙤𝙨𝙖𝙣 𝘼𝙡𝙚𝙣 || 𝙏𝙧𝙚𝙖𝙨𝙪𝙧𝙚『√』Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang