28. Bareng Yedam

254 46 0
                                    

TEU-HA!


"Yey! Selamat Kak Jamet!" seru Alena bertepuk tangan.

Jaehyuk masih mengerjap tak percaya pada undangan interview di Rumah Sakit Hadinata di bagian akuntansi. Tak hanya itu, Jaehyuk juga mendapat pemberitahuan kalau ia diterima di Universitas Terbuka di jurusan yang sama dengan SMK dulu; akuntansi bisnis.

Secinta itu Jaehyuk sama dunia per-akuntansi-an.

"Gue ... gak nyangka impian gue semasa SMK dulu bisa jadi kenyataan," ucap Jaehyuk masih menatap laptopnya tanpa berkedip.

"Lu udah dari kapan ngirim CV ke Rumah Sakit Hadinata, Kak?" tanya Alena.

Jaehyuk mengernyit. "Udah dari enam bulan lalu? Udah sempat medical check-up juga. Tapi, masih belum dipanggil interview."

"Oh. Sebelum lu pindah ke sini, ya. Kenapa milih rumah sakit?"

"Biar kalau Ibu sakit, gue bisa gampang ngurusnya," jawab Jaehyuk mematikan laptopnya, "Ibu punya thalasemia, tiga sampai lima bulan sekali harus transfusi darah."

Alena mengangguk. "Oke, semangat nanti wawancaranya!"

"Makasih, Len!"

Alena keluar kosan.

Tadi tuh dia dengar teriakan Jaehyuk dari ruang tamu kosan, ternyata ada kabar gembira. Alena ikut bahagia rasanya.

"Pasti Kak Asa yang bilang waktu jalan-jalan sama orang tuanya kemarin soal Kak Jaehyuk. Ditambah, emang jamet satu itu pintar banget soal hitung-hitungan, sih. Sebelas dua belas sama Kak Ochi sama Yedam lah." Alena memilih ke halaman belakang buat ngecek jemurannya udah kering apa belum.

Baju sama celana doang, kok. Pakaian dalam dijemur di taman samping rumah.

Langkahnya terhenti kala mendapati Mashiho yang sedang telponan. "Berhenti ganggu aku, Om! Gak cukup udah ambil perusahaan orang tua aku? Sekarang mau ambil harta warisan mereka?! Om gila!"

Tanpa menunggu suara yang lain menjawab, Mashiho melempar HP-nya dan menginjaknya sampai hancur. Untung aja HP jadul.

"Kak Cio?"

Persona yang dipanggil langsung menoleh. Amarah masih menguasai ekspresinya hingga tampak menyeramkan.

"Lu gakpapa?" tanya Alena hati-hati.

Mengembus napas lelah, Mashiho mengangguk. Senyumnya ia paksakan mengembang. "Aku gakpapa, kamu gak perlu khawatir."

Alena menipiskan bibirnya. "Kalau ada masalah, boleh sharing ke yang lain. Kita cari jalan keluar sama-sama."

"Iya, Alena. Kalau keadaan udah aman, aku pasti cerita." Mashiho memungut HP yang udah gak berbentuk dan kembali ke kosan.

Menghela napas, Alena lanjut mengangkat jemurannya. "Wih, kering kerontang. Wangi juga," kekehnya.

Memang, sih, Senin ini cerah banget. Panas! Wajar aja jemuran Alena udah kering padahal baru jam dua siang.

"Alena!"

Merasa terpanggil, Alena menoleh pada Yedam yang lagi lari ke arahnya. "Kenapa?"

"Gue diputusin lagi, sedih banget," rengek Yedam bergelayut di lengan Alena.

Tertawa geli, Alena justru menyerahkan sebagian jemurannya pada Yedam. "Lu balik kuliah bukannya bawa ilmu, malah bawa galau. Nih, bawa aja jemuran gue!"

Sambil mendengkus, Yedam tetap membantu Alena membawa jemuran.

"Diputusin mantan yang mana?" tanya Alena.

𝙆𝙤𝙨𝙖𝙣 𝘼𝙡𝙚𝙣 || 𝙏𝙧𝙚𝙖𝙨𝙪𝙧𝙚『√』Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang