Jimin.
Setiap tahun, aku diundang ke pesta amal tertentu di kota.
Acaranya sebagian makan malam, sebagian lelang seni. Hasilnya digunakan untuk mendanai kelas seni rupa anak-anak yang kurang beruntung di Daegok dan wilayah sekitarnya.
Setiap tahun, aku mengirimkan donasi yang signifikan bersama dengan penyesalan ku.
Tidak tahun ini.
Pelukis ku adalah pembicara utama. Dia salah satu tamu kehormatan. Kehadirannya telah dikonfirmasi oleh tiga kanal berita terpisah dalam seminggu terakhir.
Aman, karena tidak ada jalan masuk ke rumah kakaknya. Dia tinggal di luar kota di sebuah benteng yang di lindungi dengan keamanan. Aku tidak tahu apakah kakaknya selalu hati-hati seperti ini.
Mungkin dia pernah mendengar tentang ku. Mungkin ada persaingan lain di tempat kerja. Di situlah Yeorin berada.
Dongman membiarkan aku keluar ke trotoar ke rentetan lampu kilat kamera. Bayangan kepingan salju tercetak di penglihatanku. Dingin menguji tepi jaket ku. Aku tidak tinggal cukup lama untuk membiarkannya masuk. Mendaki trotoar di antara barisan tanaman hijau yang terawat. Menaiki tangga menuju venue. Masuk melalui pintu depan.
Itu adalah tempat tinggal pribadi pada satu waktu, tetapi sekarang menjadi ruang acara yang dicari di kota. Cetakan mahkota sejauh mata memandang, dan dinding putih memberikan latar belakang netral untuk gaun permata dan tuksedo hitam. Mereka telah merobek sebagian besar dinding interior di tingkat utama. Seorang gadis berbaju hitam mengambil mantelku dan memberiku tiket.
Sudah waktunya untuk menemukan dia.
Aku mengabaikan desakan untuk fokus pada detail ruangan. Itu membuatnya lebih bisa ditoleransi untuk berada di ruang seperti ini. Di keramaian seperti ini. Aku menggantinya dengan perburuan pelukis ku. Sudah terlalu lama sejak aku menyentuhnya.
“Jimin-ssi.” Seorang pria yang lebih tua melangkah ke jalanku, mengulurkan tangannya.
Jung Haein berpipi merah dan periang sekali. Dia memiliki pegangan yang kuat.
Istrinya, yang tidak pernah mengucapkan sepatah kata pun di hadapanku, melangkah dengan anggun ke sisinya. Haein-ssi tidak menunggunya mengatakan apa pun.
“Lukisan-lukisan itu untuk dilelang. Yang mana yang kau suka?”
"Aku belum memutuskan."
Milik Yeorin. Aku belum melihatnya, tapi aku tahu yang lain akan kalah jika dibandingkan.
"Katakan sesuatu untuk kita semua, maukah kau?" Dia melihat orang lain di atas bahuku dan dengan senang hati meninggalkan percakapan.
Aku tidak melihat dia.
Aku tahu apa yang ku cari. Rambutnya yang lembut dan bersinar, begitu gelap hingga nyaris hitam. Matanya. Bentuk pinggangnya. Aku mencari dia dalam seratus sapuan kain mahal.
Tidak disini.
Tidak disini.
Tidak disini.
Berburu untuk Yeorin, ku lakukan dengan kedok berkeliling. Kehadiranku menimbulkan sedikit kehebohan. Lukisan apa pun yang ku putuskan untuk dibeli dalam pelelangan akan melonjak nilainya segera setelah aku melakukan pembelian. Artis akan dikomentari.
Yeorin akan dikomentari.
Aku tidak suka itu. Aku tidak ingin orang lain melihatnya, atau membicarakannya.
Galeri panjang tempat potongan lelang dipajang sedang sibuk. Pasangan berjalan bergandengan tangan di depan bidak. Masing-masing memiliki petugasnya sendiri yang mengambil tawaran untuk lelang diam.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Collector
Mystery / Thriller(completed) Kaya. Menyendiri. Berbahaya. Han Jimin tidak suka bersosialisasi. Dia hanya berani mengejar seni baru untuk koleksinya. Dimulai dengan lukisan yang menghantuinya. Kemudian dia bertemu seorang pelukis... Kim Yeorin yang polos lebih cant...