Bab Dua Puluh Tujuh

56 15 13
                                    

Yeorin.

Apa yang kau katakan ketika seorang pria tampan dan mengerikan mengumumkan bahwa dia memiliki mu?

Kau adalah akuisisi terbaru ku.

Pikiranku beralih antara keterkejutan dan ketidakpercayaan dalam pukulan besar dan berat. Aku bisa melukis lintasannya. Sudut yang keras. Itu nyata. Jimin menahanku di sini.

Tidak.

Itu tidak mungkin nyata. Oh, tapi itu kenyataannya.

"Kau tidak serius." Wajahku tersenyum, tapi aku tidak merasa memiliki kendali atas ekspresiku. Saya tidak ingin tersenyum. Tidak sampai aku tidak bisa melakukannya lagi. "Kau bukan, Jimin."

Dia memiringkan kepalanya, sudutnya begitu halus sehingga aku akan melewatkannya jika aku tidak memperhatikannya dengan segenap keberadaanku. Begitulah cara dia selalu menatapku.

Begitulah cara dia tahu banyak tentang ku. Fokus Jimin adalah bagaimana dia menipu ku untuk mempercayainya, dan cara dia menyentuhku, menciumku juga meniduriku. Itu membuat ku ingin berada di sini.

"Apa yang membuatmu berpikir aku bercanda, Yeorin?"

"Mungkin kau tidak bercanda. Mungkin kau-" Dia mengatakan hal serupa sebelumnya, di studio. Saat dia ada di dalam diriku. "Mungkin kau ingin berhubungan seks lagi sebelum aku pulang."

Jimin tampan, berdiri di sana dengan celana tidurnya, berdiri di sana dengan pahatan perut dan mata yang menakjubkan.

"Aku ingin bercinta denganmu. Tapi kau tidak ke mana-mana."

Tubuhku ingin percaya ini adalah lelucon. Jimin ingin percaya bahwa aku tidak dalam bahaya. Tapi pikiranku tidak akan berhenti bekerja seperti biasanya.

Pikiranku tidak akan berhenti mencari kebenaran di wajahnya. Lihatlah set mulutnya. Lihatlah keteguhan tangannya. Tubuhnya. Aku terbiasa melihat secara mendalam suatu subjek. Aku menghabiskan empat tahun di perguruan tinggi untuk belajar bagaimana melihat sehingga aku bisa membuat karya seni. Aku tidak bisa mematikannya sekarang.

"Sampai pagi," aku menawarkan. "Kau tidak ingin membawaku pulang di tengah malam."

"Aku tidak menyimpan akuisisi ku di tempat yang tidak dapat ku lihat."

"Jimin." Tawa panik muncul dan aku menutup mulut dengan tangan untuk menghentikannya. "Menyimpanku? Apakah kau mendengar apa yang kau katakan? Maksudku - tidak. Kau tidak bisa serius dengan ini."

"Ini bukan tentang apa yang ku yakini. Ini tentang apa yang ku miliki."

"Apakah ini permainan?" Kucari matanya, dan yang kutemukan hanyalah ketulusan. Warna biru-hijau paling tulus yang pernah ku lihat. "Kau mempermainkanku. Dengan seks."

"Seks adalah bagian dari itu, sekarang aku sudah menidurimu. Tapi ini bukan permainan."

"Itu permainan."

"Apakah aku terlihat..." Dia mengerutkan hidungnya, hampir seolah dia akan tertawa. "Apakah aku tampak lucu bagimu sekarang?"

Dia benar-benar bertanya. Ekspresinya berubah serius segera. Tatapan Jimin memiliki bobot fisik. Itu adalah kehadiran di kulitku. Melawan jantungku yang berdebar kencang.

Aku tidak tahan untuk tidak menanggapinya. Aku merasa tertarik padanya. Aku ingin dia terus menatapku. Ini salah. Hal-hal yang dia katakan - aku seharusnya berteriak.

Aku seharusnya berlari.

Bagian rasional otak ku menunjukkan Jimin berada di antara aku dan pintu. Bagian binatang mendesis peringatan bahwa dia lebih besar. Lebih kuat. Lebih cepat.

The CollectorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang