Sebagai seorang penulis skenario yang sudah memiliki nama, Wang Yibo mendapat undangan untuk membuat satu film dan mempertemukannya dengan seorang aktor yang selama ini dia cari. Pertemuannya dengan Sean Xiao membangkitkan kisah dan luka lama. Namun...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
\•\•\•\
Hari ke-10, Wang Yibo mulai terganggu oleh kedekatannya dengan Sean selama syuting. Dia selalu bisa mengatasi emosi apa pun, tetapi keinginan untuk menyentuh dan memiliki Sean makin besar ia rasakan. Rasa yang tak pernah mati dalam dirinya semakin tumbuh dan berakar. Terlebih ia mulai merasakan sikap Sean yang mulai lunak walaupun hanya dalam adegan film dan tuntutan skenario. Sikap tenangnya mulai terkikis, membuatnya ingin secepatnya pergi dari tempat itu. Ia tidak yakin Sean akan kembali padanya karena selalu melihatnya bersama dengan Mark di setiap waktu.
Malam ini pun, di saat bagiannya untuk syuting sudah habis, Yibo memilih pergi dan kini terpekur seorang diri di kamar hotel. Duduk menumpukan kedua siku pada paha, matanya yang gelap tertuju ke luar jendela, menatap tanpa fokus karena justru pikirannya melayang pada Sean. Sikap mesra mereka di dalam film sangat menyiksa dirinya karena ia menginginkan hal nyata, ia menginginkan kebersamaan yang sebenarnya dengan Sean sebagai kekasih. Dia tidak tahu apakah keinginannya akan tercapai karena sikap Sean di luar film kembali dingin dan menjauhinya terutama jika ada Mark di antara mereka.
Yibo menyesap minuman keras dari gelas di tangan. Rasanya ia ingin menarik Sean dari tempat itu, membawanya ke Beijing dan menjadikan pria manis itu sebagai kekasihnya seperti dahulu. Gelora dalam dirinya semakin tumbuh seiring kedekatan mereka dalam bermain film. Entah sampai kapan ia bisa menahan semuanya termasuk melihat kebersamaan Sean dengan Mark.
Selagi Yibo kembali menikmati minuman, pintu kamarnya terbuka dari luar dan sosok Paul muncul sambil membawa perlengkapan serta mantel Yibo yang tertinggal di lokasi syuting. Pemuda itu menggelengkan kepala melihat Yibo yang termenung dalam gelapnya kamar.
“Aku tidak tahu kenapa kau suka sekali menyiksa diri, Yibo. Kerja sama ini sangat tidak adil bagimu,” komentarnya mulai terdengar.
“Kau sudah bersusah payah mengikuti keinginan Sean, bahkan terus-terusan mengubah skrip, tapi apa yang kau dapatkan? Apa dia menjadi lebih baik padamu? Aku pun melihat Mark semakin memperlihatkan kekuasaannya. Mereka sepasang kekasih yang sangat menjengkelkan.”
Yibo sama sekali tidak menanggapi. Dia terus menenggak minuman sampai perutnya terasa kembung. Sesaat ia mencengkeram gelas di tangan sambil menatap bayangan dirinya yang terpantul pada dinding kaca. Kata-kata Paul yang pedas tentang Sean dan sikap mereka berdua membuat dadanya bergemuruh. Harus ia akui Paul mengungkapkan kenyataan dan dirinya menjadi seseorang yang sangat dirugikan juga paling sakit hati dalam hal ini.
“Ada berita apa lagi selain yang kau katakan?” Yibo bersuara setelah beberapa saat menghirup napas dalam.
“Setelah kau pergi dari lokasi syuting, aku lihat Sean pun ikut berlalu tak lama dari kepergianmu. Selain itu, aku dengar kabar bahwa Mark malam ini pergi ke luar kota selama dua hari,” Paul berkata sambil menggantungkan mantel pada gantungan lemari.