Epilog

439 47 19
                                    

\•\•\•\

Shanghai

Leon tidak berharap banyak ketika akhirnya dia kembali menghirup udara kebebasan. Dia bebas tiga tahun lebih cepat dari hukuman yang ditetapkan karena pemberian remisi oleh pemerintah. Dia pun mendengar pengajuan kasasi oleh pengacara Liu kepada Mahkamah Agung dan meminta pembebasan bersyarat untuknya.

Bagi Leon, secepat apa pun dirinya keluar dari penjara, sudah tidak ada lagi kehidupan yang sama seperti sebelumnya. Dia sudah tidak memiliki siapa pun, bahkan mungkin dirinya sudah dilupakan sebagai seorang kriminal yang tidak lagi dipandang sebelah mata.

Tetapi bayangan suram itu seketika sirna ketika dia melangkah keluar dari gerbang lapas, matanya menangkap satu sosok yang dia kenal. Berdiri di dekat mobil dan kentara sekali sedang menunggunya karena pemuda itu tersenyum dan melambai padanya. Dengan hati bertanya-tanya, Leon berjalan mendekat.

“Paul?”

Dia memanggil pemuda yang menyambutnya dengan rangkulan akrab. Dia pun hanya membalas rangkulan sambil terus menduga-duga dan hal itu membuat wajahnya berubah cerah.

“Bagaimana rasanya menghirup lagi udara bebas?” goda Paul.

“Sebelumnya hanya bayangan kelabu yang kulihat, tapi kehadiranmu membuat pandanganku berubah. Aku tidak menyangka kau akan ingat padaku,” jawab Leon, tersenyum tipis. “Kau sengaja menjemputku?”

“Yibo memintaku untuk menjemputmu. Mereka sudah menunggu,” kata Paul.

“Mereka? Apakah Xiao Zhan ...”

“Ya, mereka bersama sekarang dan sedang menunggumu di rumah lama Xiao Zhan. Ayo!”

Paul memberi tanda agar Leon memasuki mobil sementara dia pun membuka pintu bagian kemudi. Dia mulai menjalankan mobil dan berbincang tentang kehidupan selama tujuh tahun terakhir.

“Jadi keduanya sudah menikah?” tanya Leon, nyaris terlonjak dari kursi. “Dan Tn. Ken menjadi ayah angkat Yibo?”

“Reaksimu berlebihan,” komentar Paul.

“Tentu saja semua sangat tak terduga. Kita memang tidak pernah bisa mengenal seseorang sepenuhnya. Aku tak menyangka kalau Tn. Ken akan menjadi bagian dari keluarga.”

“Kau masih mengharapkan Xiao Zhan?” Paul menggoda lagi.

“Jangan macam-macam. Jika aku berniat, waktu dia hilang ingatan aku bisa memanfaatkannya. Tapi aku tidak ingin menambah penderitaannya. Kau tidak pernah menduga, bukan? Kalau aku mencintai Xiao Zhan dengan tulus,” jawab Leon.

“Yah, aku benar-benar salut padamu.”

Paul melempar kerlingan menggoda dan kembali fokus berkendara sampai empat puluh menit kemudian mereka tiba di depan rumah Xiao Zhan. Keduanya turun dan memasuki rumah, disambut pasangan yang tampak bahagia.

“Selamat datang, Leon,” Yibo berkata dan melangkah mendekat. Memberi rangkulan pada Leon yang tersenyum. “Aku belum mengucapkan terima kasih padamu. Tanpa usahamu, aku dan Xiao Zhan tidak mungkin bisa bersama hingga sekarang. Terima kasih,” lanjutnya sambil merangkul erat bahu Leon.

“Aku sudah mendengar semuanya dari Paul. Aku senang akhirnya kalian bisa berbahagia,” balas Leon.

Yibo tersenyum senang. Melepas rangkulan dan menoleh pada Xiao Zhan yang menghampiri. Dia mengangguk dan menyaksikan kekasihnya yang memeluk Leon. Dia pun berpaling pada Paul dan keduanya beranjak meninggalkan dua orang yang berpelukan.

“Kau terlihat bahagia, Xiao Zhan,” bisik Leon.

“Semuanya karenamu. Terima kasih, Leon. Kau adalah dewa penolongku. Aku berhutang nyawa padamu dan aku tidak tahu bagaimana membayar kebaikanmu. Terima kasih. Cintamu sungguh mulia,” balas Xiao Zhan, tanpa terasa kedua matanya berkaca-kaca dan nyaris menumpahkan isinya.

𝐏𝐀𝐒𝐒𝐈𝐎𝐍 𝓲𝓷 𝓛𝓸𝓿𝓮 [𝐄𝐧𝐝]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang