\•\•\•\
Angin pagi nan dingin berhembus kencang, menyelusup pada kisi-kisi jendela. Langit pagi itu nampak cerah meski belum ada tanda-tanda matahari muncul dari balik awan. Hamparan salju masih menutupi jalan setapak dan dedaunan. Menit demi menit berlalu, cahaya hangat matahari mulai muncul dan memancarkan sinarnya yang kekuningan, berusaha menghangatkan dan mencairkan tumpukan salju yang menumpuk semalaman.
Di kamar yang jendelanya dibiarkan tanpa penutup, Sean membuka mata, menggeliat dalam pelukan Yibo. Ia berusaha bangun dan mendesis samar karena sakit yang menyerbu semua bagian tubuhnya. Pelan-pelan melepaskan lingkaran lengan Yibo, ia bersandar pada kepala tempat tidur. Selimut yang turun memperlihatkan tubuhnya yang berwarna. Sean mengamati dada dan area perut yang dipenuhi bekas ciuman Yibo. Ia yakin area leher pun tidak akan luput dari bercak merah dan ia hanya bisa mendesah pasrah. Matanya beralih pada Yibo yang masih tertidur dan ia tersenyum, membelai rambut hitam Yibo.
“Dia pasti sangat kelelahan,” gumamnya.
Perlahan-lahan Sean turun dari kasur, berjalan tertatih dengan tubuh telanjang menuju kamar mandi. Ia belum sempat memperhatikan keseluruhan kamar, hanya tergesa masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Selama beberapa menit ia merasa rileks di kala tubuhnya terus disiram air hangat dari shower. Setelahnya ia menyambar handuk, mengeringkan tubuh dan melilitkan di sepanjang pinggang. Helaan napasnya kembali terdengar ketika melihat dirinya pada cermin kamar mandi. Ia berharap bekas percintaan bersama Yibo secepatnya memudar. Berjalan keluar sambil mengusak rambut dengan handuk lain, Sean mendapati Yibo yang berdiri menghadap jendela. Selimut putih menutup seluruh tubuhnya, terseret hingga lantai.
“Sinar hangat mentari melelehkan salju dan membawa keceriaan pada makhluk hidup di bumi. Kebekuan pun memudar. Aku harap, kisah kita seperti matahari di atas, selalu membawa rasa hangat di hati kita.”
Kalimat itu mengalir dari Yibo yang masih mengarahkan pandangan ke luar jendela. Sean berjalan mendekat dan melempar handuk kecil yang ia pakai untuk mengeringkan rambut sebelumnya.
“Tidak akan ada lagi kegelapan dan rasa sakit. Aku bersumpah mulai saat ini, bahwa hidupku hanyalah milikmu, hatiku tidak akan pernah terbagi. Aku hanya akan berada di sisimu bahkan jika aku harus merangkak di atas tanah, aku akan tetap bersamamu,” ia berkata panjang lebar setelah berdiri di sisi Yibo. Tatapan dari mata pemuda itu kini beralih padanya, mata yang memancarkan kasih sayang dan rasa cinta yang sepenuhnya tertuju untuknya.
Sean membingkai wajah Yibo yang terpahat sempurna, sosok yang selama ini tak kenal lelah untuk mencintai dan menyayangi. Sosok yang mampu bertahan dalam kondisi seberat apa pun bahkan setelah terpuruk berkali-kali, pemuda itu selalu mampu untuk menyembuhkan diri sendiri, kembali bangkit dan tetap menumbuhkan cinta untuknya.
“Aku mencintaimu. Akan selalu mencintaimu,” ungkapnya.
“Andai kau tahu, Xiao Zhan, betapa besar cinta yang kurasakan,” Yibo berkata, tangan terulur mengusap dada Sean yang halus. “Bahkan aku tak berdaya menghadapi cinta ini. Aku terpenjara dalam cintamu. Kau adalah kehidupanku. Berapa kali aku jatuh cinta padamu, setiap pertemuan kita, akan selalu menumbuhkan rasa cinta. Terus menerus bersemi di dalam hatiku.”
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐏𝐀𝐒𝐒𝐈𝐎𝐍 𝓲𝓷 𝓛𝓸𝓿𝓮 [𝐄𝐧𝐝]
RomanceSebagai seorang penulis skenario yang sudah memiliki nama, Wang Yibo mendapat undangan untuk membuat satu film dan mempertemukannya dengan seorang aktor yang selama ini dia cari. Pertemuannya dengan Sean Xiao membangkitkan kisah dan luka lama. Namun...