\•\•\•\
“Kau bahagia?”
Pertanyaan itu terlontar dari Leon yang mematikan mesin mobil setelah berhenti di area parkir hotel. Ia menoleh, menahan gerakan Sean yang hendak membuka pintu. Pemuda manis itu berpaling padanya, mempertemukan tatapan lembut.
“Kenapa bertanya begitu?” Sean tidak langsung menjawab dan balik bertanya.
“Aku tidak pernah melihat auramu seperti sekarang. Kau bersinar, bercahaya. Matamu memancarkan kehidupan, sangat berbeda dari awal-awal aku melihatmu,” jelas Leon.
“Begitukah?” Sean mengulas senyum.
“Senyummu bahkan sangat berubah. Matamu yang indah ikut berkilau di kala kau tersenyum.”
Sean mengerjapkan mata, tak menyangka kalau Leon akan begitu memperhatikan setiap hal kecil darinya. Rasa cinta yang dimiliki asisten itu ia yakini cukup besar, namun sayang, Leon menulis nama yang salah di hatinya karena ia hanya memiliki satu nama yang tertulis. Merasakan satu simpati pada kondisi asistennya, Sean mengulurkan tangan, menyentuh jemari Leon yang masih memegangi kopling.
“Leon, terus terang aku tidak pernah menduga. Aku minta maaf, tapi aku—”
“Aku tahu,” tukas Leon. Ia menghela napas berat, melirik pada jemari putih yang menyentuh tangannya. Mengingat waktu yang mungkin tidak akan ada lagi di antara mereka, satu tangannya meraih jemari lembut Sean dan memeganginya erat. Ia menatap wajah manis yang mengerjap kaget karena tindakannya.
“Sean...” Leon menelan ludah, merasa gugup tanpa sebab. Jantungnya berdebar-debar tak menentu. “Bolehkah aku—”
Tanpa meneruskan kalimatnya, Leon menarik dan mendekatkan tangan Sean ke dekat bibir. Ia sudah siap dengan penolakan kasar di kala ciuman lembut mengenai punggung tangan Sean. Namun perasaannya melambung ketika pemuda manis itu ternyata hanya diam, membiarkan bibirnya menyentuh halusnya tangan yang ia pegangi. Tak lagi menahan dirinya, Leon beringsut mendekat dan menarik lengan Sean hingga tubuh pemuda itu condong padanya. Tanpa memberi kesempatan, ia memeluk bahu Sean, dan melingkarkan satu lengan ke punggung, mendekap erat tubuh yang terasa ramping.
“Biarkan aku memelukmu walau hanya sesaat,” bisiknya di dekat telinga.
Sean yang sempat terkejut dan hendak berontak seketika tertegun. Telapak tangan yang tadinya ia persiapkan untuk mendorong tubuh Leon kini terdiam, sejenak merasakan kehangatan yang mengalir dari pelukan Leon. Sedetik kemudian ia membalas pelukan, membiarkan perasaan mereka mengalir. Ia tahu tidak bisa memberikan lebih pada Leon, tapi setidaknya ia bisa menghargai keberadaannya, dan sikapnya yang kini berpihak padanya. Ia hanya bisa memberi pelukan yang ia harap bisa mengikat Leon untuk tidak berbalik mengkhianatinya.
“Aku mencintaimu, Sean...”
Bisikan itu membuat hatinya berdenyut. Setelah kini hatinya menetap dan bertekad untuk hidup bersama seseorang, ia mulai bisa menghargai sebuah perasaan yang terungkap, yang justru tidak akan pernah bisa ia balas.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐏𝐀𝐒𝐒𝐈𝐎𝐍 𝓲𝓷 𝓛𝓸𝓿𝓮 [𝐄𝐧𝐝]
RomanceSebagai seorang penulis skenario yang sudah memiliki nama, Wang Yibo mendapat undangan untuk membuat satu film dan mempertemukannya dengan seorang aktor yang selama ini dia cari. Pertemuannya dengan Sean Xiao membangkitkan kisah dan luka lama. Namun...