Di hari Kamis, tanggal 20 Oktober itu, suasana tampak berjalan biasa. Walau sebenarnya ada banyak yang dipikirkan, tetapi semua orang berusaha untuk bersikap biasa.
Walau sebenarnya hal itu begitu mengganggu. Bukan hanya keadaan, namun juga situasi.
"Ini kualitas anak UBB?!"
Seorang pelatih dari sebuah agensi pertunjukan, yang meminta mahasiswa UBB untuk menampilkan mahakaryanya, marah sembari membanting naskahnya. Emosinya sudah sangat naik ke ubun, terlalu muak akan kesalahan berulang dari satu orang yang sama.
"Mana penanggungjawabnya? Saya minta pemeran utama dengan kualitas paling hebat yang kalian punya, tapi kalian malah kasih saya pemeran utama level anak SMP?! Kalian serius dia pemeran utama pertunjukan lalu?!"
Seonghwa, yang dibentak, terlonjak. Dirinya menunduk, selagi yang lain tak berani melakukan apapun.
Kecuali San, yang berusaha untuk mendekat, di aula besar untuk mereka berlatih itu. "Sebelumnya kami mohon maaf jika latihan hari ini banyak kesalahan. Kami juga ingin meminta maaf atas ketidaksiapan pemeran utama kami. Akhir-akhir ini harinya sangat berat. Memang itu tidak profesional, tapi kami mohon sedikit pengertiannya karena itu."
"Siapanya dia, kamu?" tanya pelatih itu lagi.
San melirik Seonghwa sekilas, lalu menjawab. "Teman satu rumahnya. Sedang ada hal berat yang dia lalui, jadi memang pikirannya agak terganggu."
"Lalu kamu mau tanggung jawab untuk 2 minggu lagi?" tanya pelatih itu, dengan nada yang sangat tegas. "UBB menyanggupi untuk membawa kalian dalam pertunjukan itu. Sekarang, saya harus menerima yang seperti ini?"
"Jika itu-"
"Saya ingin pergantian pemain." nyatanya, kalimat San tak digubris. Pelatih itu segera mengedarkan pandangan ke sekitar, mencoba untuk mencari satu yang sekiranya cocok. "Saya tidak butuh anak laki-laki manja yang lemah hanya karena masalah."
San kembali melirik Seonghwa yang menunduk, tapi tubuhnya agak gemetaran. Selagi sang pelatih, tak menemukan sosok yang cocok secara fisik, membuatnya melepas topi yang ia kenakan, lalu mengusap wajahnya sendiri.
"Kalau gitu, kita audisi ulang untuk seluruh posisi dalam dua jam lagi." ucapnya, dengan amarah yang tertahan. "Semuanya persiapkan diri, dan tak ada kesalahan lagi!"
Dengan itu, seluruhnya mengangguk dan kemudian bubar. Sama seperti bagaimana San, langsung menarik tubuh Seonghwa untuk keluar segera, sebelum ada yang bertanya.
San menuntunnya sampai toilet yang agak jauh dari aula, lalu setelah sampai, San langsung memeluk tubuhnya erat. Barulah di sana, Seonghwa runtuh dalam tangisan yang sudah ia tahan sejak tadi.
"Gak bisa, San... aku gak bisa..."
Sembari menghembuskan napasnya, San mengusapi punggung yang gemetaran itu secara lembut. "Aku paham... kamu gak salah..."
"Kenapa Hongjoong harus kayak gini..." tangisnya tercicit. "Ini sakit banget..."
Dijadikannya seorang manajer, diberikannya akses untuk ikut campur, membuat San dapat berpikir lebih rasional. "Aku tau, maksud kamu baik. Tapi kita juga harus tau, Hongjoong sangat terluka karena selama ini dia berdiri atas kesalahan yang dia buat sehingga orang berengsek itu lakuin hal bejat ke kamu. Sekarang, kita semua minta Hongjoong buat tunduk sama dia, tentu aja Hongjoong sangat sakit, Seonghwa. Kamu juga harus coba lihat dari kacamata dia..."
"Aku paham tapi kita gak bisa korbanin Ovu cuma demi aku..." isak Seonghwa menyesakkan.
San mengangguk lagi, sangat mengerti. "Sekarang situasi kalian sama-sama sulit. Tolong, kasih dia waktu dulu, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
✔️ OCTAGON (ATEEZ BXB SMUT)
FanfictionThe rule is; we can't fall in love with each other. Dilema dari 8 orang yang memilih untuk tinggal bersama. Seluruh perasaan yang semula terkubur, muncul ke permukaan satu per satu. Menyakitkannya, bukan hanya itu masalah yang timbul diantara mereka...