Ketika pintu dibuka, Yeosang melangkah masuk secara hati-hati. Di belakangnya, Yeonjun mengekor, sembari membawakan ransel Yeosang untuknya. Dalam flat apartemen, yang kemudian Yeonjun tutup dan kunci secara rapat.
Agaknya Yeosang terkejut mendengar itu.
Tapi Yeonjun mengangkat kedua tangannya di samping kepala, saat Yeosang berbalik untuk melihatnya. "Aku tinggal di apartemen, Yeosang. Pintu utama harus selalu dikunci."
Yeosang mencoba mengerti.
Walau sulit.
Orang-orang yang ia percayai selama ini, justru kini ia takuti. Jadi sudah sewajarnya Yeosang juga masih harus waspada terhadap Yeonjun. Tetapi memang apa yang dilakukannya sekarang tampak berbanding terbalik dengan apa yang dirasakannya.
Yeosang malah... membiarkan Yeonjun membawa ia ke tempat tinggalnya, untuk setidaknya tinggal dalam beberapa waktu.
Saat itu Yeonjun mengarahkannya untuk menuju sofa yang berada di sana. Menaruh ranselnya, sembari menunggu sampai Yeosang duduk. Yeonjun pun pergi menuju untuk membuat sebuah minuman panas — secangkir teh — dan kembali untuk meletakannya di hadapan Yeosang.
Tapi Yeosang penuh keraguan.
Yeonjun menangkapnya, sampai membuatnya menekan permukaan bibirnya sendiri. "Okay, aku tau sesulit apa posisi kamu sekarang setelah dengar semua ucapanku. Aku bisa bantu pelan-pelan. Kalau semisal kamu belum berani, kamu boleh ambil makanan dan minuman sendiri. Atau kamu bisa pastiin aku telan semua lebih dulu daripada kamu."
"Maaf..."
Bisikan tipis dari Yeosang membuat Yeonjun menggeleng. Dirinya langsung duduk di sofa sampingnya, dengan posisi miring untuk menghadap langsung ke arahnya. "Gak perlu minta maaf, aku paham. Apa kamu udah siap buat kita lanjut pembicaraan sebelumnya?"
Yeosang sendiri tak berniat mengulur waktunya.
Melihat persetujuan itu, Yeonjun menarik napasnya cukup panjang. Cukup untuk membuatnya siap, sebelum kembali dengan topik utama mereka. "Semua yang aku tau dari informanku, bersifat rahasia. Kalau sampai lepas, dia dalam bahaya. Walau memang, dia rasanya udah gak peduli sama itu."
"Dia di mana sekarang...?"
Pertanyaan Yeosang mmebuat Yeonjun menjawab dengan sendu. "Jarang ke kampus, cuma sesekali aja buat masuk ke beberapa kelas. Kejadian tahun lalu bikin dia kacau. Tapi sekarang, dia tambah kacau karena kejadian lain."
"Kejadian lainnya?" tanya Yeosang pelan.
"Dia gak kasih tau." jawab Yeonjun lagi. "Berapa kali dia bilang, gak ada urusannya sama apa yang mau dia kasih tau ke aku. Cuma, sebelum pacarnya bunuh diri, dia memang udah tau banyak tentang sesuatu yang katanya bernama lingkaran dalam."
Yeosang hanya diam, menatap Yeonjun dengan ketidaktahuannya. Yang justru membuat Yeonjun menjadi sangat iba. Ingin sekali menenangkannya.
"Aku bisa jelasin lagi ke kamu kalau tadi terlalu bikin kamu susah mencerna." kata Yeonjun, mencoba meyakinkan.
Anggukan yang Yeosang berikan selanjutnya layaknya lampu hijau.
Yeonjun pun menatapnya lekat, sambil menumpu kedua lengan di atas lututnya. Membiarkan sesekali jemari miliknya bertemu. "Temanku ini... laki-laki. Dulu dia punya pacar, laki-laki juga, di mana sebelumnya mereka udah saling suka sejak minggu ketiga orientasi."
Kali ini, Yeosang mencoba memfokuskan diri untuk mendengarkan secara seksama. Tak ingin mengulang bagaimana pikirannya kacau sebelumnya, karena tak ingin menerima informasi-informasi itu.
Jadi dirinya diam, menatap Yeonjun lekat yang melanjutkan.
"Mereka jadian di minggu ke-sepuluh masuk kuliah." Yeonjun mengulang semua yang ia bisa. "Di sana, temanku memang sadar, pacarnya ini berubah beberapa hari sebelum mereka jadian. Padahal selama ini, dia selalu ceria."
KAMU SEDANG MEMBACA
✔️ OCTAGON (ATEEZ BXB SMUT)
FanfictionThe rule is; we can't fall in love with each other. Dilema dari 8 orang yang memilih untuk tinggal bersama. Seluruh perasaan yang semula terkubur, muncul ke permukaan satu per satu. Menyakitkannya, bukan hanya itu masalah yang timbul diantara mereka...