Prolog

274 14 0
                                    


Pria yang masih mengenakan seragam itu terbatuk, hingga mengeluarkan cairan kental berwarna merah dari dalam mulutnya. Rasa sesak membuatnya semakin tersiksa. Kaki seseorang semakin menekan dadanya, membuat dia mulai kesulitan untuk bernapas.

"Bukankah aku sudah menyuruhmu untuk mundur? Kenapa mengabaikan peringatan dariku?" tanya orang itu.

Kuanta Agran, nama yang tertulis di name tag seragam sekolahnya.

Orang itu mengangkat kakinya. Dia ingin mendengar Kuanta memohon padanya. Namun, yang dilakukan pria berseragam itu malah mendengkus, menatapnya penuh remeh.

"Kenapa aku harus mundur? Jika sanggup, singkirkan dengan cara benar, bukan mengancam seperti pengecut," ejek Kuanta berusaha tegas.

"Kamu benar-benar tidak takut apa pun. Aku penasaran, apa yang membuatmu terobsesi untuk mempertahankan kedudukanmu. Apa untuk seseorang?" tebak orang itu lagi.

Dering ponsel yang berasal dari saku jaket Kuanta, membuat orang itu bergegas mengambilnya. Nama Ona tertera di sana.

"Jadi dia orangnya? Apakah dia cantik?"

"Jangan berani mengganggunya!" peringat Kuanta mengepalkan tangan. Seharusnya dia lebih hati-hati, saat menyadari ada yang begitu menginginkan posisinya sebagai ranking 1 paralel di SMA Metana.

"Ah, dia sangat lucu,"

Orang itu mengotak-atik ponsel Kuanta, membuka galeri pria itu tanpa izin. Foto gadis imut mendominasi. Beberapa foto Kuanta dan gadis itu, yang dia tebak bernama Ona. Kuanta sepertinya begitu menyayangi gadis itu.

"Kira-kira apa yang akan dia lakukan kalau tau, sahabatnya harus meregang nyawa demi mewujudkan mimpi besarnya? Apa dia akan merasa bersalah, lalu bunuh diri?"

"Jangan pernah berani mengganggu dia! Aku sungguh akan membunuhmu jika kamu berani melakukannya!" tegas Kuanta berusaha untuk bangkit.

Orang itu terkekeh, melihat betapa si jenius begitu ingin melindungi kesayangannya, bahkan saat dia di ambang kematian.

"Kamu begitu nekat, heum! Padahal kamu tau kalau anak-anak high class tidak boleh terlalu dekat dengan orang lain. Bukankah itu akan mempersulit dia juga?" ungkap orang itu.

Mata Kuanta memerah, dia akan menjadi lemah saat menyangkut sahabatnya.

"Kenapa lama sekali? Kita bisa ketahuan kalau begini caranya," protes seseorang.

Bukan hanya satu, tetapi ada dua orang yang berseragam sama dengan Kuanta, berdiri di sana, dekat pintu keluar. Mereka ternyata sudah merencanakannya. Pantas saja, dia tidak bisa membuka pintu, saat berusaha keluar dari tempat itu.

Kuanta mengangkat wajahnya, mengingat wajah mereka satu per satu.

"Kalian begitu ingin menggantikanku? Sampai melakukan hal gila semacam ini?"

"Ah, aku sudah bosan. Ayo lakukan dengan cepat!" ucap orang di depan Kuanta. Orang itu melayangkan pukulan bertubi-tubi, tidak lagi menahan diri. Kuanta terkapar tidak berdaya.

"Ini untuk memastikan kamu tidak akan selamat!"

Sebilah pisau kini tertancap di perut Kuanta, hingga mengeluarkan cairan kental yang sangat banyak. Sama-samar, Kuanta bisa melihat mereka meninggalkannya. Ponsel Kuanta terus saja berdering, menunjukkan nama Ona di sana. Ingin sekali dia meraih ponselnya, dan mengatakan bahwa ini bukan salah Winona-nya. Dialah yang begitu ingin berusaha mewujudkan mimpi sang sahabat.

"Maaf Ona. Maaf gak bisa mewujudkan mimpi besar kita."

Wajah imut sahabatnya dan beragam ekspresi gadis itu terputar di kepalanya. Dia tersenyum kecil, mengingat kenangan mereka. Seharusnya dia menuruti kata sahabatnya untuk tidak masuk high class. Namun, nasi sudah jadi bubur. Dia bahkan sudah tidak bisa menjaga sahabatnya lagi sekarang.

..

TBC

See you on saturday and sunday. Semoga suka, baru pembukaan ini mah..


Salam hangat

authorsemesta

High ClassTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang