BAB 25. Time to Play!

22 1 0
                                    

Ketegangan usai high class yang dipermalukan sepertinya masih belum cukup. Peringatan kepala sekolah dan kata-kata kasar yang menjatuhkan harkat dan martabat mereka sebagai anak-anak kelas atas. Selama ini kepala sekolah mati-matian menjaga nama baik kelas itu. Namun, sepertinya badai tidak berhenti sampai pohonnya tumbang.

Sebuah artikel  diunggah di salah satu situs yang cukup sulit untuk ditembus, bahkan oleh penulis-penulis terkenal. Artikel yang menjatuhkan reputasi anak-anak high class.

High Class, kelas orang-orang yang bukan manusia? Tak bisa berinteraksi dengan sesama, bukankah berarti bukan manusia?

Manusia normal harus bersosialisasi dan saling membutuhkan, sementara anak-anak high class tidak butuh semua itu. Anak-anak itu dicecoki janji yang bisa membunuh hati nurani. Memangnya sehebat apa high class sampai bisa memastikan ranking 1 di high class masuk NASA tanpa adanya test sama sekali?

Anggaplah itu benar, hanya satu orang 'kan? Bagaimana dengan anak-anak lain yang udah belajar mati-matian? Mereka menghabiskan waktu hanya untuk belajar, minim interaksi bahkan mungkin menganggap satu sama lain hanya sebatas saingan.

Apakah kematian Kuanta Agran ada kaitannya dengan ambisi ini? Dan lagi, kenapa kematian anak high class, kelas paling ternama itu harus disembunyikan? Jadi apakah anak-anak high class masih manusia?

Anak-anak high class dibuat geram dengan isi artikel yang kebanyakan membuat nama baik mereka semakin buruk.

"Kita gak bisa begini terus!"

Soya berdiri, melempar ponsel berisi artikel miliknya hingga bertabrakan dengan lantai marmer. Dada gadis itu naik turun, menggambarkan amarah yang mencapai puncaknya.

"Bukankah harusnya kepala sekolah ada cara untuk menghentikan ini semua?" tambah Jeya mendukung Soya.

Anak-anak yang lain masih diam, tangan mereka sibuk membaca komentar demi komentar yang kebanyakan menghujat, tetapi tidak sedikit juga yang di pihak mereka. Tentu saja, pasti ada orang tua yang sangat mendukung sistem gila di kelas tersebut.

[Wajarlah, anak-anak harus dilatih dari sekarang.]

[Masa depan itu hanya berpihak pada mereka yang mau merelakkan masa mudanya.]

[Ambisi gila anak-anak bisa berakhir buruk juga]

[Nah benar tuh, mereka masih SMA tapi udah dipaksa belajar habis-habisan]

Saya setuju sih, sistemnya terlalu mengerikan!

Kasus Kuanta gak bikin mereka takut ternyata, masih aja lanjut sistem gila kayak gitu.

[Setuju, gimana kalau kasusnya terulang lagi?]

Hate comment mendominasi, membuat siapa saja yang membacanya semakin panas. Namun tidak semua, sebagian besar malah tampak sangat tenang, seolah percaya kalau dalam waktu dekat, artikel itu akan kekubur. Apalagi ada olimpiade tingkat internasional yang pasti akan selalu dimenangkan oleh anak high class. Prestasi itu akan segera mengubur keburukan yang ada.

"No name?" gumam Winona terfokus pada komentar yang diberikan oleh user no name tersebut. Gadis itu teringat pada pengirim kotak berisi teror pada Deya kemarin.

@noname

Apa membunuh hati nurani dengan imbalan masuk NASA adalah kebanggaan kelas ini?

Bagaimana dengan kasus-kasus lainnya, kasus kematian secara misterius selain yang dialami oleh Kuanta Agran?

Apakah Tuan tidak mengkhawatirkan anak-anak Tuan dan Puan?

High ClassTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang