BAB 1. Ona dan Anta

114 8 0
                                    

Dia lagi-lagi menghela napas, mulai bosan menunggu sang sahabat yang masih saja berkutat dengan buku pelajarannya. Winona kembali mencoret-coret buku tulisnya. Sketsa setengah jadi, harus hancur berantakan karena ulah gadis itu.

"Anta, kapan selesai belajar sih, Ona bosan didiamin terus," rengek gadis itu menggerucutkan bibirnya. Pria di hadapannya, masih belum memberi respon. Kesal diabaikan, Winona merobek buku catatan tersebut, membuat Kuanta mengangkat kepalanya.

"Bosan," ulang Winona.

"Sabar ya, kamu baca aja dulu novelnya atau buat sketsa untuk komik baru kamu. Sedikit lagi selesai, kok. Setelah ini Anta janji akan ngajak Ona keluar jalan-jalan, heum," bujuk Kuanta.

Winona menunjukkan buku yang sudah berantakan. Sketsa yang dia buat bahkan sudah tidak memiliki bentuk. Suasana hati gadis itu kini buruk.

Kuanta menghela napas, harus ekstra sabar menghadapi sahabat sejak kecilnya itu. Winona hanya manja padanya, dan Kuanta juga senang dengan sifat manja gadis itu.

"Maaf ya, tapi Anta melakukan ini untuk Ona juga,"

"Kok gue?" tanya Winona menaikkan nada bicaranya. Kenapa Kuanta malah menyalahkannya?

Pria itulah yang terlalu suka belajar, sampai Winona lelah menyuruhnya untuk sekedar beristirahat.

Kuanta menutup buku fisika di hadapannya. Fokus pandangannya hanya pada sang sahabat.

"Kamu ingin ke luar angkasa, bukan? Ona bilang, pengen gambar sketsa, saat melihat semesta langsung. Anta berusaha untuk mewujudkan impian besar Ona, jadi bisa ngertiin kondisi Anta 'kan?" jelas Kuanta penuh harap. Kantung mata pria terlihat jelas, ditambah mata layu yang terlihat begitu lelah.

"Hubungannya apa sama masuk high class?" tuntut Winona.

Winona melarang Kuanta untuk masuk high class, kelas istimewa di SMA Mentana. Seperti yang dia duga, Kuanta menjadi semakin sibuk belajar sejak masuk kelas tersebut.

"Ona, kita udah sepakat untuk gak bahas ini lagi," pinta Kuanta lagi.

"Lo berubah banyak sejak masuk high class, Anta. Lo jadi sering mengabaikan gue. Udah gak pernah main sama gue. Lo itu udah jenius. Tanpa masuk kelas itu pun, lo pasti bisa jadi astronot, terus bawa gue ke luar angkasa. Gue gak suka lo masuk high class, ngerti gak sih?" bentak Winona, tanpa sengaja membuat air tumpah dan membasahi buku pelajaran sang sahabat.

"Ona, cukup!"

Pertama kalinya Kuanta membentaknya, ditambah tatapan tajam pria itu, membuat Winona ketakutan.

"Anta bukan sahabat kecil yang Ona kenal,"

Mata gadis itu kini berkaca-kaca.

"Ona, aku gak maksud bentak kamu," jelas Kuanta, mengusap wajahnya kasar.

Winona menggeleng, menahan air matanya untuk jatuh di hadapan Kuanta. Dia bukan Anta-nya Ona. Dia hanyalah pria ambisius yang gila belajar. Sejak masuk high class, mereka mulai berjarak dan kehilangan momen kebersamaan mereka, tidak seperti dulu.

"Lanjutin aja belajarnya. Ona gak butuh bantuan Anta untuk ke luar angkasa! Jadi gak perlu bersusah payah lagi," pungkas gadis itu sebelum berlalu, menyisakan Kuanta. Pria itu mengacak rambutnya. Dia benar-benar tidak sengaja membentak sahabatnya.

Dia beralih, menatap tugas yang dia kerjakan setengah mati, harus sia-sia karena ketumpahan air. Terpaksa dia harus mengulangnya dari awal lagi. Kuanta terduduk di lantai, menyandarkan punggungnya.

Dia menutup mata, bayangan raut kecewa serta mata berkaca-kaca Winona membuatnya merasa bersalah.

"Maaf Ona," lirihnya.

High ClassTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang