BAB 40. Deya's Journal

11 0 0
                                    

Dingin, berjam-jam suhu dingin memeluk tubuhku begitu erat. Satu nilai yang gagal bernilai sepuluh derajad suhu yang diturunkan, selama satu jam di dalamnya.

Winona menutup buku berwarna biru, dengan label D tersebut. Napasnya tercekat. Sama sekali tak pernah terlintas dalam benaknya, kalau Deya yang terkenal egois, melakukan apa pun yang menguntungkan dirinya sendiri, ternyata memiliki dark side.

Masih terekam jelas dalam benaknya, ketika kedua orang tua Deya mengaku menyadari sesuatu yang salah dengan putri mereka. Mereka tampak sangat menyesali akan hal terseebut.

"Mereka sungguh drama," gumam Winona mengepalkan tangan kuat. Deya selalu dikurung di ruang dingin di bawah suhu normal, hanya mengenakan pakaian tipis selama beberapa jam, tergantung kegagalan yang diperoleh gadis itu.

Deya mendekam dalam ruang dingin setiap selesai ujian atau kuis. Selama beberapa tahun berturut-turut, Deya selalu kalah dari Kelly juga Kuanta.

Bagaimana mungkin dia baik-baik saja, setelah melalui hari-hari menyeramkan seperti itu?

Winona menunduk, menatap dalam jurnal tersebut. Berbagai perasaan bercampur aduk, kenyataannya mereka terpaksa melakukan hal gila, demi menyelamatkan hidup.

Mungkin ini alasan Kuanta ingin mematahkan high class. Cowok itu pasti sudah mengetahui rahasia anak-anak tersebut. Sekarang, Winona harus melanjutkan perjuangan Kuanta.

Bukan hanya Deya, kemungkinan semua anak high class memiliki permasalahan yang sama.

Winona menurunkan kakinya lantas memakai sendal bermotif kelinci pemberian Kuanta. Meski tak sering bersama, Kuanta tak pernah lupa mengirimnya hadiah, terkadang malah sangat random.

Sudut bibirnya tertarik ke atas, membentuk lengkungan sabit, menemukan Liana yang tengah menyiapkan sarapan untuk mereka. Dia berjalan pelan-pelan, berusaha keras untuk tidak menimbulkan suara. Tangannya terulur memeluk tubuh Liana dari belakang, mengejutkan wanita yang tengah menata hidangan di meja.

"Pagi, Ma," sapa Winona mengecup pipi Liana.

Meski Liana masih sibuk, sama sekali tak membuat hubungan mereka renggang. Sejak Winona kehilangan Kuanta dan menyadari betapa sakit kehilangan waktu bersama orang terdekat. Gadis itu memutuskan untuk tidak menyia-nyiakan waktu dengan terus membenci Liana.

Dia ingin menciptakan kenangan terbaik selama sisa waktu yang dimilikinya.

Dia ingin mengukir kisah sebaik mungkin, sebelum meninggalkan mereka, tepat saat tugasnya selesai.

"Ada yang ingin kamu lakukan hari ini?"

Winona berpikir sejenak. Weekend, tak ada yang bisa dilakukannya.

"Nona mau ke rumah Arion bentar, Ma. Ada yang mau dibahas, gimana sama Mama?" sejak sakit dua hari terakhir, Liana menghabiskan waktu untuk terus di sisinya. Wanita paruh baya itu bahkan tidak ke kantor, demi putrinya.

Winona merasakan rasa bahagia setelah sekian lama canggung dengan wanita yang melahirkannya itu.

"Kalau Mama mau ke kantor, gak apa-apa kok, Nona juga rencana mau keluar sama Arion nanti,"

Pertama kalinya, Winona tidak masalah jika ditinggal. Selama ini, tepatnya sejak kepergian kepala keluarga, kecanggungan sering tercipta. Winona yang sering mendiaminya karena ditinggal untuk bekerja.

"Kamu yakin? Masih pusing gak? Atau perlu check up lagi?" Liana memeriksa tubuh putrinya.

"Nona baik-baik aja kok, Ma. Tenang aja, Mama bisa bekerja, kumpulin banyak uang, biar kita bisa liburan, masih ingat dong mimpi kita?" tutur Winona mengingatkan Liana akan mimpi besar mereka. Sebuah tempat bersejarah yang mempertemukan Liana dan suaminya.

High ClassTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang