Kelly, si ranking paralel dua. Gadis berambut kecoklatan itu sering datang paling awal, mungkin bisa menjadi pembuka gerbang juga, mengingat dia menjadi orang pertama di sekolah itu. Satpam SMA Metana bahkan sudah hapal betul jam kedatangan Kelly yang sangat konsisten.
Gadis itu tengah asik dengan buku di tangannya, dan earphone yang menyumpal telinganya. Kelly bahkan tidak menyadari atau mungkin pura-pura tidak kalau ada seseorang dengan topi yang tengah berjalan di belakangnya.
"Bukankah aku sudah menyuruhmu berhenti!" perkataan Kelly berhasil membuat langkah orang itu terhenti, begitu juga dengan Winona dan Arion yang hendak memergoki orang tersebut. Mereka benar-benar berpikir kalau Kelly tidak menyadari kehadiran orang itu.
Kelly berbalik, menatap orang itu. Gadis itu tidak terlihat terkejut, sementara dari sisi lain Winona dan Arion hanya memperhatikan interaksi keduanya.
"Sampai kapan pun aku tidak akan menjadi seperti Kakak yang pemberontak," hardik Kelly menggenggam erat buku di tangannya. Napas Kelly memburu, dadanya naik turun, menahan amarah yang membuncah.
"Berhenti membuat masalah! Berhenti menjadi pengacau! Berhenti membuat reputasi high class buruk itu gak akan pernah berhasil menghentikan aku untuk masuk NASA!" teriak Kelly kali ini benar-benar marah.
Obsesi untuk masuk NASA kadang membuat orang seperti Kelly gelap mata.
Tangan cowok di depan Kelly terulur membuka topi yang menutupi wajahnya.
"Kak Dirga?" gumam Winona tidak percaya dengan penglihatannya. Gadis itu mengucek mata berkali-kali untuk memastikan bahwa cowok yang sedang berinteraksi dengan Kelly adalah Dirga, si ketua panitia yang bahkan berani memalsukan surat izin penggunaan gedung high class.
"Lo gak akan berhenti?" tanya cowok itu.
"Enggak! Sampai kapan pun aku gak akan berhenti!" sahut Kelly berani.
Dirga mengangguk paham. Sangat susah untuk membawa kembali adik manisnya, yang sudah berubah menjadi monster menakutkan, karena sebuah obsesi.
"Oke, kalau itu yang lo mau, tapi lo juga gak bisa menyuruh gue berhenti begitu saja. Kita akan lihat sejauh mana high class bisa bertahan. Gue bisa dengan mudah meruntuhkan kelas atas itu, kalau gue mau," lontar Dirga.
Cowok itu memakai topinya kembali. Tangannya terulur, merapikan rambut adik manisnya. Sangat disayangkan gadis kecil nan imut itu harus terjebak bersama para monster.
"Jaga kesehatan, gue gak mau lo bikin susah," ucap Dirga.
Cowok itu hendak berbalik, hingga bertemu pandang dengan dua orang yang memperhatikan interaksi keduanya sejak awal. Dirga hanya mendengkus pelan sebelum berlalu, menyisakan Kelly yang berusaha menetralkan ekspresinya.
"Sudah puas menguping?" sindirnya.
"Gue baru tau kalau ternyata si pembuat onar adalah saudara lo sendiri," lontar Winona. Dirga yang sudah membuat reputasi high class terguncang. Kepala sekolah memberi peringatan keras atas tindakan mereka yang asal menerima tamu.
Anak high class bahkan sempat terancam akan dicabut hak istimewanya, kalau Jenandra tidak menjadikan diri sebagai tumbal. Yup, Winona baru mengetahui fakta bahwa Jenandra harus diskors setidaknya dua hari ke depan. Ketua kelas high class itu memilih bertanggung jawab karena anak-anak bersikeras mendorongnya untuk maju sebagai tumbal.
"Jangan terlalu ikut campur urusan orang lain, sepertinya sangat jelas tertera pada salah satu peraturan di high class," ungkap Kelly mulai menunjukkan sisi aslinya. Si ranking dua yang tampak tenang, rupanya lebih bikin kesal dari Feyana.
Winona membenarkan perkataan Arion dalam hati, anak-anak high class penuh misteri. Mereka kebanyakan diam dan tenang, nyatanya lebih mengerikan dari monster.
"Soal Jenandra,"
"Kalau merasa bersalah, pergilah dan beritahu kepala sekolah. Tidak perlu menuntut orang lain seperti ini,"
Setelah mengatakan hal itu, Kelly benar-benar berlalu, meninggalkan kekesalan dalam hati Winona. Dia pikir Kelly ada di pihak mereka, setelah beberapa hari terakhir gadis itu sering tampak membelanya.
"Kenapa diam aja?" protes Winona menatap Arion tajam.
"Hah?"
Winona berdecak kesal, sepertinya cowok itu belum bangun dari tidurnya.
"Ayo keluar cari kopi, biar mata lo terbuka lebar,"
"Mata gue udah kebuka, Na," protes Arion tidak terima. Cowok itu harus sedikit berlari untuk mengimbangi langkah Winona.
"Kebuka apanya, sipit gitu mana hampir gak kelihatan lagi. Jangan-jangan sedari tadi lo masih tidur, ya? Makanya gak perhatiin apa yang terjadi, mana diam aja lagi," omel Winona menggebu-gebu, tanpa jeda sama sekali. Gadis itu sesekali melirik Arion yang diam saja.
Hari ini Winona menemukan satu hal baru lagi. Tentang Dirga dan Kelly yang memiliki hubungan saudara. Keduanya tampak berbeda jauh.
"Ar!"
"Apa Na?" tanya Arion begitu lembut. Suasana hati Winona membaik seketika mendengar suara cowok itu yang tidak kesal, meski dia terus saja mengomel tidak jelas.
"Na," panggil Arion lagi, melambaikan tangan di depan wajah gadis itu.
"Gue mau cari tau soal Dirga. Kemarin gue sempat buka ponselnya Kuanta. Beberapa kali dia mencoba menghubungi Dirga, meski gue gak yakin kalau orangnya sama. Soalnya mereka gak pernah berkirim pesan, atau pesannya dihapus, gue juga gak yakin," ungkap Winona menjeda sejenak. Arion hanya memperhatikan gadis itu, menunggu kelanjutannya. Namun, Winona ikut terdiam, hanya mata yang saling beradu pandang.
"Lalu, apa perintahnya?"
Entah sejak kapan, suara Arion terdengar merdu, mengalun tanpa izin di telinga si pendengar.
"Cari tau tentang siapa Dirga? Mungkin dari dia kita juga bisa dapat sesuatu tentang Kelly," sambung Winona mengalihkan pandangannya. Satu per satu anak SMA Metana mulai bermunculan. Artinya mereka harus bergegas ke gedung, atau akan disebut melanggar peraturan jika sampai datang tidak tepat waktu.
..
Sama seperti setelah berita kematian Kuanta, situasi di kelas tinggi itu masih tenang, seolah tak terjadi apa pun. Jenandra dikorbankan bukanlah masalah selama itu bukan diri mereka. Tingkat egoisme masing-masing anak high class sangat tinggi, bukan hanya akademiknya saja yang bagus.
Sementara gadis itu terus saja gelisah. Berkali-kali dia mengetukkan jemari ke atas meja. Dia bahkan tidak bisa menyerap pelajaran tentang geologi yang sedang dibawakan oleh guru berkelas tersebut. Satu hal yang membedakan high class dengan kelas lainnya. Pembelajarannya sudah setingkat dengan kuliah, guru yang mengajar pun kebanyakan dari luar negeri atau lulusan terbaik dalam negeri. Benar-benar berkelas seperti namanya.
"Sir, boleh izin sebentar?" Deya mengangkat tangan untuk mendapatkan izin dari Mr. Richard.
"Tentu," sahut pria itu, sebelum kembali menjelaskan materi lanjutan.
Atensi Winona semakin buyar. Rasa penasaran pada Deya semakin dalam sejak gadis itu menghilang dan kembali tiba-tiba. Kalau memang Deya pergi agar kepala sekolah tidak menghukumnya, lalu mengapa dia tidak membawa ponselnya juga?
"Sir, saya merasa sedikit mengantuk, bolehkah saya ke toilet juga?" pinta Winona.
Setelah diberi izin, gadis itu bergegas menyusul Deya. Namun, gadis yang dicarinya tidak ada di lorong. Winona mencoba mencari ke toilet dan sama saja. Tidak ada seorang pun di toilet tersebut.
"Ke mana dia pergi? Bukannya tadi izin ke toilet?" gumam Winona.
Winona mendongak, memikirkan satu tempat yang kemungkinan menjadi tempat tujuan Deya. Namun, kenapa?
"Rooftop? Di tengah pembelajaran seperti ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
High Class
Mystery / Thriller... Kuanta Agran adalah siswa dengan segudang prestasi, ranking 1 paralel dari high class dan tidak pernah tergantikan. Nama yang dielu-elukan akan mendapat golden ticket sesuai misi High Class. Namun, Kuanta tidak pernah sampai di tujuan. Si ranki...