Beban, kata yang paling gadis itu benci. Kata yang selalu ingin dia sangkal, bahkan sejak awal menjalin persahabatan dengan Kuanta. Kata itu mengingatkannya pada mimpi yang mengharuskan Kuanta membahayakan diri sendiri.
Gadis itu memukul dadanya yang mulai terasa sakit, air mata tidak berhenti merembes keluar, membasahi pipinya. Dia memang selemah itu! Dia tidak berguna dan selalu menjadi masalah untuk orang lain!
Tangannya bergerak, menarik rambutnya, berharap bisa mengurangi pikiran buruknya.
"Kuanta sakit, please! Gue butuh lo, hiks," gumam gadis itu lirih.
Pandangan Winona jatuh pada foto dirinya dan Kuanta.
"Apa mereka benar, Ta? Apa gue beban buat lo? Apa gue yang menjadi penyebab lo dibunuh? Kuanta, mereka jahat sama gue! Tolong gue, I need you now, Ta,"
Gadis itu beringsut ke dekat laci kecil, meraih sesuatu dari dalam sana. Sebuah kotak obat. Mata gadis itu terpejam sejenak, menahan diri untuk tidak mengkonsumsi obat itu lagi. Namun, dia selalu kalah. Pada akhirnya sebutir obat akan segera masuk ke mulutnya.
"Sial, apa yang lakuin, Na!"
Arion yang muncul tiba-tiba, bergegas menarik kotak obat dari tangan Winona. Matanya membulat sempurna, diringi rahang yang mulai mengeras. Cowok itu mendongak, menatap Winona tajam.
"Sejak kapan?"
Winona masih membisu, tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Arion akan marah jika mengetahui seberapa lama dia mulai tergantung pada obat itu.
"Na, jawab! Gue memang gak pernah bisa menjaga lo, 'kan?" teriak Arion frustrasi. Cowok itu mengacak rambutnya. Gagal ke sekian kalinya. Dia berusaha keras menjadi orang terdekat Winona, tetapi sepertinya gadis itu masih menganggapnya orang asing.
"Sejak Kuanta masih ada. Sejak dia udah gak sering di sisi gue. Saat itu, gue udah gak bisa tidur tenang. Gue selalu takut kalau Kuanta pada akhirnya meninggalkan gue," jawab Winona akhirnya.
"Tunggu, jadi Kuanta gak tau soal ini?"
Winona menggeleng pelan.
Arion menghela napas, menenangkan diri. Dia perlahan mendekati gadis itu, meraih tangan Winona untuk dia genggam. Terbiasa memiliki orang yang selalu ada, lalu tiba-tiba mulai kehilangan membuat Winona terkejut. Mental gadis itu pasti sedikit terganggu karenanya.
"Na, gue tau ini gak mudah, tapi ayo buat harapan baru. Hidup tanpa harapan, hanya akan buat hidup lo hampa. Lo gak boleh terjebak terus-menerus. Kita punya tujuan dan itu yang harus lo ingat. Lo harus kuat untuk mencapai tujuan itu," tutur Arion, menggenggam erat tangan gadis itu, menyalurkan kekuatan disertai senyum terhangatnya. Winona tidak boleh merasa kesepian. Mungkin nanti Arion harus membicarakannya dengan Bunda.
"Apa gue bisa?"
"Seharusnya begitu," sahut Arion, Winona berdecak menarik tangannya dari genggaman Arion.
Arion terkekeh, mengulurkan tangan untuk mengacak rambut Winona, tidak lupa meniup poni gadis itu hingga berantakan.
"Dulu gue begitu ingin sedekat ini sama lo, Na,"
Arion mengalihkan perhatiannya, tidak membalas tatapan Winona.
"Dan sekarang meski bisa sedekat ini, gue tetap asing untuk lo, Na. Semakin gue dekat, semakin jarumnya tertancap dalam," sambung Arion dalam hati.
"Ar, apa yang ingin lo katakan?"
"Eum, bagaimana kalau kita jalan-jalan keluar dulu? Otak lo agak geser sepertinya karena belajar terus,"
KAMU SEDANG MEMBACA
High Class
Mystery / Thriller... Kuanta Agran adalah siswa dengan segudang prestasi, ranking 1 paralel dari high class dan tidak pernah tergantikan. Nama yang dielu-elukan akan mendapat golden ticket sesuai misi High Class. Namun, Kuanta tidak pernah sampai di tujuan. Si ranki...