BAB 6. Apa pun untukmu

44 3 0
                                    

Kepala sekolah benar-benar membuatnya di daftar hitam siswa yang tidak boleh mengikuti seleksi. Nama Winona bahkan hilang dari daftar peserta tanpa menunggu waktu. Gadis itu menoleh saat merasa sesuatu yang dingin menempel di wajahnya.

"Minum dulu biar segar,"

Winona menggumamkan terima kasi. Arion mengikuti arah pandang Winona. Tidak ada yang menarik selain anak-anak yang sedang bermain basket. Dulu, Winona selalu menemani Kuanta bermain basket, memberikan air minum dan handuk untuk pria itu.

"Kira-kira siapa yang melapor sama kepala sekolah?"

"Entahlah, dia bahkan tau nama gue, padahal jelas kalau gue gak menyebut nama sama sekali," Winona menoleh, membuat Arion menautkan alisnya.

"Gue yakin orang yang melapor sama kepala sekolah adalah orang yang sama dengan pelaku pembunuhan Kuanta. Mungkin dia sudah menyelidiki semua hal tentang Kuanta, makanya dia tau nama gue," lontar Winona mengutarakan isi pikirannya.

Arion mengangguk setuju. Sepertinya pelaku yang mereka cari benar-benar ada di kelas itu. Masalahnya kepala sekolah ada di pihak anak-anak tersebut. Tidak akan mudah jika backingan mereka sekuat itu.

"Lo harus tetap ikut seleksi, dan lulus. Apa pun yang terjadi, lo harus masuk kelas itu," ucap Winona penuh tekad. Hanya ada tekad di mata itu. Tekad untuk menemukan pelakunya.

Arion terpaku, memfokuskan pandangannya hanya pada wajah Winona. Gadis itu memiliki wajah yang terbilang cukup cantik dan imut di waktu yang bersamaan. Namun, kepergian orang tersayangnya membuat raut wajah itu hanya menggambarkan kesedihan.

"Ar!" panggil Winona, membuat pria itu segera tersadar.

"Maaf,"

"Janji sama gue, lo akan berjuang dan lulus seleksi. Gua juga akan berusaha cari cara lain untuk bisa menjadi bagian dari kelas itu. Gue gak akan menyerah begitu saja," lontarnya mengepalkan tangan kuat. Semua itu tidak lepas dari perhatian Arion.

"Gue akan berusaha sampai batas maksimal yang gue miliki. Kita pasti akan menemukan pelakunya, apa pun caranya," timpal Arion. Winona menoleh, mengulas senyum tipis.

Dia tidak terlalu peduli pada alasan Arion membantunya. Yang harus dia pikirkan adalah cara untuk menangkap pelakunya.

"Apa yang akan lo lakukan setelah pelakunya tertangkap?"

Winona berpikir sejenak. Dia menunduk, memainkan kuku panjangnya.

"Gue gak tau. Gue hanya ingin memastikan kalau dia gak bisa tidur nyenyak setelah membuat gue dan Bunda kehilangan Kuanta," sahut Winona.

Pandangannya kini teralih ke arah lapangan. Dia menghela napas. Rasa rindu semakin menyiksanya saat mengingat kenangan bersama Kuanta.

"Sesakit ini merindukan seseorang yang tidak bisa kita lihat lagi raganya."

..

Berkali-kali dia menghela napas, berusaha mengurangi rasa gugup yang hinggap. Dia mendongak, menatap perusahaan besar di depannya. Banyak yang berubah sejak terakhir kali dia berkunjung.

Winona memperbaiki jaket yang dia kenakan sebelum memutuskan untuk masuk. Dia berusaha keras mengulas senyum tipis kala ada yang menyapanya. Mereka semua pasti mengenalnya dengan baik, dan itu cukup berguna saat ini. Langkahnya menjadi lancar.

Tanpa mengetuk terlebih dahulu, gadis itu bergegas masuk. Sialnya, wanita yang hendak dia temui sedang memiliki tamu. Winona bersiap pergi.

"Kita bicarakan lagi nanti, kalian bisa keluar,"

Langkah Winona terhenti mendengar ucapan wanita paruh baya tersebut.

"Kemarilah," panggil wanita itu, Winona menurut.

High ClassTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang