Salah satu tempat yang menjadi saksi bisu kematian Kuanta Agran adalah rooftop. Tempat itu bahkan masih dibiarkan terbuka dan diakses dengan mudah oleh anak-anak. Terkadang Winona berpikir, kenapa tempat berbahaya tidak ditutup saja? Bukankah itu sama saja dengan memberi akses pada pelaku, untuk mengulang kesalahan yang sama? Mau berapa banyak lagi korban yang jatuh?
"Mungkin gue harus menulis artikel tentang ini nanti, biar kepala sekolah kapok," gumam gadis itu, mengedarkan pandangan ke sekelilingnya yang sepi. Tangannya meraih kenop pintu ke arah rooftop, lantas membukanya.
Khawatir, satu kata yang menggambarkan perasaan gadis itu saat ini. Dia melangkah lebar, menghampiri seseorang yang berdiri di pembatas tersebut. Itu Deya, si ranking tiga. Winona menarik gadis itu hingga turun dari pembatas.
"Lo gila!" teriak Winona.
Meski tidak suka dengan karakter Deya, tetap saja tak akan membiarkan seseorang mati konyol di hadapannya. Deya adalah salah satu siswi berprestasi. Sedikit aneh, saat melihat gadis itu penuh keputusasaan sekarang. Mata Deya menyiratkan kekosongan.
"Deya lo dengar gue gak sih," ulang Winona mengguncang bahu Deya. Gadis itu akhirnya mengerjap, baru tersadar akan hal bodoh yang hendak dia lakukan. Namun anehnya, bukan mengucap terima kasih, gadis itu malah mundur, menjauh dari Winona.
Satu hal yang baru Winona sadari. Ada sebuah kertas dalam genggaman Deya.
"Pasti kamu kan pelakunya! Kamu yang udah neror kita semua!" teriak Deya histeris, sambil menunjuk Winona. Dia melempar gulungan kertas itu lantas pergi. Raut ketakutan masih tercetak jelas di wajah Deya, hingga gadis itu menghilang di balik pintu. Winona segera tersadar, membuka gulungan kertas tersebut.
Kalian semua akan mati, jika terus mengedepankan ambisi! Kalian akan hancur perlahan jika terus menjadi bagian dari high class! Kuanta bukan korban pertama, jadi bersiaplah untuk segala kemungkinan yang ada. Jangan percaya siapa pun, orang terdekat bisa jadi musuh paling mengerikan.
No name
"No name?" gumam Winona mengerutkan dahinya.
Secara tidak langsung teror itu mengingatkan anak-anak high class untuk tidak melanjutkan ambisi, atau akan berakhir seperti Kuanta.
"Wait, kasus Kuanta bukan yang pertama?" Winona mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut Rooftop, mencari sesuatu. Deya tidak mungkin setakut itu jika hanya menerima surat saja, bahkan hendak melompat dari atas gedung. Pasti ada hal lain yang dikirimkan bersama surat tersebut. Benar saja, sebuah kotak tergeletak di dekat pembatas.
Winona bergegas membuka kotak tersebut. Beberapa foto lebam pada tubuh ditambah pisau yang penuh darah mengisi kotak tersebut. Winona ingat dengan jelas kalau beberapa dari foto lebam tersebut mirip dengan lebam di tubuh Kuanta. Pisau penuh darah dalam foto itu juga kemungkinan benda yang sama yang digunakan pada Kuanta juga.
Dia mengepalkan tangan kuat, mulai paham maksud dari teror itu. Si pengirim dengan nama 'no name' pasti tahu siapa pelakunya. Itulah sebebnya, dia terus memberi peringatan disertai dengan foto-foto korban. Namun, ada kemungkinan lain. Alasan si pengirim mengirimkan teror pada Deya, pasti karena gadis itu adalah pelakunya?
Winona melangkah secepat yang dia bisa, mencari keberadaan Deya. Dia yakin Deya gak akan masuk kelas dalam keadaan yang belum stabil. Emosi Deya masih terguncang sekarang.
"Lo pelakunya 'kan!" tebak Winona tepat saat berada di depan Deya yang tengah tertunduk dalam di atas lipatan lututnya.
"Deya, gak usah pura-pura lagi deh. Lo kan yang membunuh Kuanta! Lo juga yang menyingkirkan orang-orang itu! Lo segitu ingin ya jadi juara satu sampai tega menyingkirkan semua orang!" desak Winona kehabisan stok sabarnya. Deya bertingkah seolah tengah diteror dan ketakutan. Nyatanya, gadis itu takut kalau kedoknya akan ketahuan?
KAMU SEDANG MEMBACA
High Class
Mystery / Thriller... Kuanta Agran adalah siswa dengan segudang prestasi, ranking 1 paralel dari high class dan tidak pernah tergantikan. Nama yang dielu-elukan akan mendapat golden ticket sesuai misi High Class. Namun, Kuanta tidak pernah sampai di tujuan. Si ranki...