BAB 35. As Long As Iam With You

14 0 0
                                    

Kuanta yang membuat kamu lupa sama semua hal, dan mengisi memorimu hanya tentang dia. Aku tau kamu pasti percaya, karena tanpa sadar, aku tinggal dalam memorimu.

Perkataan Soya terus terputar dalam benaknya. Ponsel gadis itu tidak berhenti berdering, mengabaikan ponselnya, dia hanya diam di halte, pandangannya fokus ke jalan. Arion pasti akan mencarinya ke mana-mana, dan mungkin kini tengah berusaha menghubungi Winona yang mengabaikan sekelilingnya.

Apa benar semua yang Kuanta tunjukkan selama ini adalah palsu?

Winona menghela napas panjang, mengalihkan perhatian pada sepasang sepatu putih kesayangannya. Apa pun yang diberikan oleh Kuanta, menjadi barang kesayangannya. Pemberian yang selalu dia gunakan atau abadikan sebaik mungkin.

Otaknya membenarkan sesuatu yang baru-baru ini ditemuinya, terkait Kuanta. Namun, hatinya terus menolak. Dia mengenal Kuanta dengan sangat baik. Kuanta tidak seburuk yang dipikirkan oang-orang.

"Gue harus percaya pada Kuanta," gumamnya meyakinkan diri sendiri. Dia bersahabat dengan Kuanta sejak kecil. Hari-harinya selalu diisi dengan keberadaan Kuanta. Wajah kalau dia hanya memiliki kenangan tentang Kuanta. Dia bergantung pada cowok itu sepenuhnya.

Soya hanya orang baru, bagian dari high class yang penuh misteri. Setiap anak high class memiliki sisi tersembunyi. Mungkin, Soya hanya ingin mengalihkan perhatiannya. Merasa lebih baik, gadis itu memutuskan untuk pulang, melambaikan tangan agar bis berhenti. Dia akan pulang seorang diri, meski sadar akan membuat Arion marah nantinya. Dia akan memikirkan cara membujuk Arion nanti saja.

Selama di bus, gadis itu hanya diam dengan kepala bersandar pada kaca. Bus mendadak berhenti, membuat tubuh Winona yang tak siap terdorong ke depan, hampir saja menubruk punggung kursi yang keras. Beruntung seseorang segera menjadikan tangannya bantalan untuk kepala gadis itu.

Winona menoleh, hendak mengucapkan terima kasih pada orang tersebut. Dahinya berlipat, mempertanyakan sosok di sebelahnya itu. Dia merasa pernah bertemu orang itu sebelumnya.

"Saya Axel, kita pernah bertemu di kantor polisi," ucap orang itu, paham isi pikiran Winona.

"Ah, benar juga. Pantas familier banget,"

Axel tampak berbeda dengan kaus putih dilapisi jaket kulit hitamnya, dibanding pertama kali mereka bertemu di kantor polisi. Axel adalah kepala detektif yang menangani kasus kematian Kuanta. Kasus yang harus ditutup secara paksa.

Axel menyodorkan sebuah ponsel ke hadapan Winona. Ponsel milik gadis itu yang tertinggal di halte. Sekitar lima menit belakangan, Axel hanya mengawasi Winona dari kejauhan. Dia ingin menemui gadis itu. Namun, ditunda sejenak.

"Jadi, ada korban lagi di high class?"

Winona ingat pernah bertekad untuk menemukan pelaku, agar tidak ada korban yang jatuh lagi. Namun, hingga detik ini, tidak ada titik terang.

"Gue mulai ragu," gumam Winona.

"Mau mengobrol sambil minum kopi? Ah, atau minuman lain, mungkin?" tawar Axel merasa butuh tempat lebih santai untuk membahas terkait kasus yang belum tuntas tersebut.

"Kopi juga tak masalah," sahut Winona mengembangkan senyumnya.

Mereka memutuskan turun di salah satu halte pemberhentian, lantas mencari sebuah café terdekat untuk singgah. Winona benar-benar memesan kopi kesukaannya. Dulu, dia dilarang ini dan itu oleh Kuanta. Jangankan untuk minum kopi, kenal minuman itu saja tidak. Kuanta mengatur banyak hal dalam hidup Winona.

"Saya sungguh ingin menghubungi kamu untuk membicarakan kasus kali ini,"

Axel memulai pembicaraan lebih dulu, setelah mereka memesan minuman.

High ClassTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang