Semalaman mereka harus terjebak di dalam ruangan dengan penerangan seadanya. Beralaskan tumpukan kardus yang susun rapi, serta jaket Arion sebagai selimut, gadis itu mulai membaringkan tubuhnya. Dia mengambil posisi senyaman mungkin, sementara Arion duduk dengan posisi menyamping.
"Ar," panggil Winona.
"Apa, Na?" tanya Arion mulai kesal. Pasalnya gadis itu selalu menyebut namanya tanpa tujuan yang pasti. Setiap kali Arion menoleh, Winona pasti akan tertawa puas. Sudah jelas kalau gadis itu hanya bermain-main saja. Bosan katanya, gak ada ponsel untuk dimainkan.
"Kepala gue sakit, gak nyaman banget gak ada bantalan," adu gadis itu. Arion masih diam, tidak menanggapi keluhan gadis itu. Dia peka dan tahu persis maksud Winona mengeluh padanya. Namun, dia adalah laki-laki normal. Arion sengaja mengambil jarak, agar bisa menjaga pikirannya, apalagi dalam posisi yang memungkinkan hal buruk terjadi.
"Biasa Kuanta bakalan biarin gue tidur di pangkuannya,"
Arion mendumel kecil, kalau sudah menyangkut Kuanta, cowok itu akan kesulitan menolak. Sialnya, dia hanya bayangan Kuanta, meski faktanya dia dan Kuanta jauh berbeda.
"Ar," panggil gadis itu mulai kesal.
"Gue bukan Kuanta, Na. Jangan berharap lebih sama gue," sahut cowok itu. Winona tersentak, baru menyadari sesuatu.
Hening, tidak ada rengekan atau panggilan jahil dari Winona. Cowok itu memberanikan diri untuk menengok ke arah Winona. Benar saja, gadis itu sudah tertidur dengan posisi membelakanginya. Tangan Arion terulur menyibak rambut yang menghalangi wajah gadis itu.
"Lo nangis lagi, Na? Maaf kalau gue belum bisa jadi pengganti Kuanta yang seutuhnya untuk lo," sesal Arion mengusap lembut sisa air mata gadis itu. Kehilangan jelas bukan hal yang mudah. Dengan sangat hati-hati, cowok itu mengangkat kepala Winona lantas meletakannya di atas pangkuannya, sesuai keinginan gadis itu sendiri.
Winona membuka mata, membuat pandangan mereka bertemu. Lama dengan posisi saling memandang. Arion lebih dulu mengalihkan perhatiannya.
"Harusnya gue yang minta maaf. Lo bukan dia dan gak akan pernah menjadi dia apa pun yang terjadi, tapi gue terus mengeluh dan merengek seolah lo adalah dia," tutur Winona.
Dia menangis bukan karena Kuanta, melainkan karena sedih terus memaksa Arion menjadi orang lain. Winona sadar kalau Arion kadang mencoba sekeras mungkin untuk menjadi sosok yang dia rindukan.
"Jadi lo pura-pura tidur, heum," tebak Arion mencoba mencairkan suasana. Winona tersenyum kecil, lantas memperbaiki posisinya senyaman mungkin.
"Kalau kayak gini, gue bisa tidur nyenyak, tapi lo pasti gak nyaman, jadi biar adil gini aja," Winona menarik tangan Arion agar berbaring di sisinya, lantas menjadikan lengan kekar cowok itu sebagai bantalan dengan posisi saling berhadapan.
"Adil kan? Lo juga bisa tidur," lanjut gadis itu, tidak menyadari kalau posisi itu justru membuat mereka lebih dekat.
Winona mulai memejamkan mata, sementara Arion hanya fokus memandangi wajah gadis itu. Wajah yang dia kagumi sejak lama. Dia menjauh demi menjaga persaudaraan yang terjalin dengan Kuanta. Sebelah tangannya terulur mengusap rambut gadis itu, hingga membuat si empunya semakin nyaman dan jatuh tertidur begitu saja.
Suara langkah kaki yang menjauh membuat Arion menajamkan indra pendengarannya. Langkah itu semakin menjauh hingga samar. Dari langkah dan arahnya, tebakan cowok itu mengacu pada rooftop sekolah. Ingin sekali dia mengecek tetapi keadaan sangat tidak memungkinkan. Jangankan untuk mengecek keluar, bebas dari gudang itu saja mereka tidak mampu.
..
Baru saja dibuat gempar dengan persaingan semakin ketat antar anak high class memperebutkan ticket olimpiade. Kini, mereka kembali disuguhi berita yang jauh lebih mengerikan. Pagi-pagi sekali, saat sang penjaga sekolah mulai membuka gerbang dan berkeliling, dia dikejutkan dengan seorang siswi yang tergeletak tidak berdaya.
Pria tersebut bergegas membuat laporan agar polisi segera datang. Siswi tersebut ditemukan sudah tidak bernyawa dengan posisi kepala yang mengeluarkan banyak darah akibat benturan keras.
"Dia pasti melompat dari atas gedung,"
Sebuah asumsi yang bisa diberikan oleh kepolisian, meninjau kondisi sang korban. Siswa yang tidak lain adalah pemenang kuis serta bintang pertama itu yang kini menjadi korban. Yup Deya Elmaira dari high class diduga melompat dari rooftop.
"Ada apa lagi ini? Kasus Kuanta saja belum selesai, kenapa ada korban lagi?" tanya pria berjaket kulit. Kalau masih ingat, namanya Axel, ketua tim investigasi di kasus Kuanta juga.
"Korbannya kembali dari kelas yang sama, sebenarnya ada apa dengan kelas itu?"
Tidak ada jawaban pasti. Para guru bahkan tidak berani membuka mulut, hingga Axel merasa mulai muak sekarang.
"Di mana kepala sekolah? Kali ini kasusnya harus diselidiki lebih dalam," putusnya penuh tekad. Sudah ada dua korban, tidak boleh dibiarkan begitu saja atau akan lebih banyak korban.
Salah satu anak buahnya datang mendekat, lantas menyerahkan sebuah buku biru yang ditemukan di balik seragam yang dikenakan oleh Deya.
"Sepertinya dia ingin memberikannya pada seseorang, sebelum memutuskan untuk mengakhiri hidupnya," ucap anak buahnya tersebut. Axel menatap buku biru berupa jurnal di tangannya. Pasti akan ada seseorang yang mendatanginya, untuk menanyakan perihal jurnal itu.
"Kalau tidak salah anak itu yang terakhir berada di situs SMA Metana, persis seperti Kuanta," ungkap salah satu tim Axel. Pria itu berpikir keras, semakin yakin ada yang salah dengan sistem pendidikan di sekolah itu. Namanya sekolah ternama, tetapi malah memakan korban.
"Bad school pantas diberikan untuk sekolah ini."
..
Di sisi lain, kedua orang yang terjebak dalam gudang itu akhirnya berhasil keluar saat petugas kebersihan datang. Wajah Winona yang pucat membuat Arion khawatir. Cowok itu tidak terlalu memperhatikan apa yang tengah terjadi, fokusnya hanya membawa Winona pulang, menghangatkan tubuh keduanya lantas beristirahat dengan nyaman.
"Bu, tolong bawakan tas saya dan Winona, ya," pintanya.
Wanita tersebut mengangguk, lantas bergegas mengambil tas kedua orang itu lalu menyusul keduanya yang sudah berada di dalam taksi, bersiap untuk pulang. Arion mengucapkan terima kasih lantas meminta supir taksi agar lebih cepat. Sepertinya Winona akan demam akibat kedinginan.
Bunda menyambut keduanya dengan raut tak kalah khawatir. Arion bisa menduga kalau rumah Winona pasti sepi, makanya dia membawa gadis ke rumah Bunda. Winona akan lebih aman bersama mereka. Bunda bergegas mengganti pakaian gadis itu, menyelimuti tubuh Winona agar segera hangat.
"Makasih ya, Bunda," gumam gadis itu, Bunda mengangguk pelan. Wanita paruh baya itu mengecup kening Winona, sebelum memberi ruang untuk gadis itu agar beristirahat dengan nyaman.
"Udah mandi, Bang?" tanyanya pada Arion. Sejak Arion pindah, Bunda lebih nyaman memanggilnya begitu, katanya biar lebih akrab. Dulu juga Bunda memanggil Kuanta dengan sebutan yang sama.
"Udah, Bun,"
"Ya udah hangatkan tubuh aja dulu, gak usah ke sekolah. Nanti Bunda yang minta izin. Bunda ke dapur dulu, masakin bubur, sepertinya Winona demam," ucap wanita itu lantas berpamitan.
Kini, tersisa Arion di ruang tamu. Cowok itu baru ingat akan ponselnya dan Winona. Dia meraih tas dan mengeluarkan masing-masing benda persegi panjang itu dari tas. Ponsel Winona kehabisan baterai. Arion mengambil charge lalu mencolokkannya ke ponsel Winona.
Banyak pesan dan notifikasi ketika dia mulai memainkan ponsel miliknya sendiri. Mata cowok itu membulat tak percaya.
"Deya jadi korban lagi?"
"Siapa yang jadi korban?" tanya seseorang membuat Arion menoleh. Winona menuruni anak tangga dengan hati-hati. Selimut masih menggulung tubuhnya, membuat langkahnya terseok-seok.
"Na." gumamnya tidak sampai hati memberitahu apa yang sedang terjadi di sekolah mereka. Kasus Kuanta belum menemukan titik terang dan sekarang, sudah ada korban baru lagi. Ditambah kondisi gadis itu yang belum pulih.
"Ada korban lagi dari high class ya? Siapa?"
Seolah adanya korban sudah bisa diprediksi oleh gadis itu.
...
KAMU SEDANG MEMBACA
High Class
Mystery / Thriller... Kuanta Agran adalah siswa dengan segudang prestasi, ranking 1 paralel dari high class dan tidak pernah tergantikan. Nama yang dielu-elukan akan mendapat golden ticket sesuai misi High Class. Namun, Kuanta tidak pernah sampai di tujuan. Si ranki...